Prolog

7.5K 951 145
                                    

"Putus? Kenapa? Selama ini kita baik-baik saja." Hati Ghea terguncang hebat. Degup jantungnya seakan berhenti, tapi ia sadar jika dirinya masih bernapas. Semua organ tubuhnya masih bekerja dengan baik. Hanya satu yang sedang tidak baik-baik saja. Hatinya ya hatinya. Ia pikir, Devan Anggara adalah jodoh terbaik yang Tuhan kirimkan untuknya. Nyatanya, laki-laki itu pun mencampakkannya.

"Aku minta maaf, Ghea. Aku harus mengambil keputusan ini. Mama ingin menantu yang seperti menantu-menantunya yang lain." Devan sedikit menunduk. Sebenarnya sudah sebulan ini ia mencoba merangkai kata dalam benak untuk menyampaikan keinginannya. Namun, hari ini ia merasa siap. Ia sudah yakin dengan keputusannya.

"Menantu-menantu yang lain? Maksud kamu?" Ghea mengernyitkan dahi. Sebenarnya ia sudah tak sanggup berhadapan dengan Devan. Ingin ia pulang dan menumpahkan tangis di atas bantal. Ghea mengenal Devan sejak SMA. Mereka menjalin hubungan sejak semester lima semasa kuliah. Sekarang keduanya baru saja lulus. Devan hendak mengelola perusahaan papanya, sedangkan Ghea tengah sibuk mencari pekerjaan. Sebenarnya ia juga berjualan produk skincare secara online.

Ghea pikir perjalanan cintanya dan Devan akan berujung indah di pelaminan. Devan juga pernah mengenalkannya pada orang tuanya. Orang tua Ghea juga mengenal Devan. Namun, semua harapan hancur berkeping-keping seperti gelas yang terjatuh dan pecah tercerai-berai.

"Kamu tahu kan istri Kak Damian dan Kak Darell? Yang satu model, satu lagi dokter. Kata Mama, mereka suka perempuan yang bisa menjaga berat badan karena itu mencerminkan apa yang mereka makan seperti kakak-kakak iparku. Badan yang gendut artinya makan sembarangan. Kata Mama, orang yang gemuk berarti tidak bisa menjaga penampilan. Badan sendiri tidak bisa diurus, apalagi ngurusin yang lain. Begitu kata Mama." Devan mengembuskan napas. Ia lega telah mengatakan semuanya. Sesuatu yang sudah lama dipendam. Berat badan Ghea yang semakin bertambah setelah semester akhir semasa kuliah dulu telah membuat Devan risih. Sudah kesekian kali ia mengingatkan Ghea untuk menurunkan berat badan, tapi wanita itu terlalu nyaman dengan bentuk badannya dan beranggapan Devan menerimanya apa adanya.

Devan tak sanggup lagi mendengar cemooh mamanya juga saudara-saudara dan teman-temannya. Mereka berasumsi jika Devan telah mendapat pelet tingkat tinggi hingga bisa takluk pada perempuan yang memiliki berat badan mencapai 75 kilogram itu dan tinggi badan 160 cm. Mereka menilai laki-laki sekeren dan setampan Devan bisa mendapatkan perempuan yang jauh lebih cantik dan langsing.

Hati Ghea remuk seremuk-remuknya. "You are what you eat" seakan berulang kali bergema. Ia akui memang sering makan sembarangan, jajan, dan belum berpikir untuk menurunkan berat badan meski orang-orang di sekitar sudah sering mengomentari tubuhnya yang semakin gemuk.

Devan memang sempat mengutarakan sarannya agar Ghea mulai diet, tapi selalu berakhir dengan keributan. Ghea menilai Devan tak lagi tulus mencintainya. Devan semakin muak dengan sikap Ghea yang keras kepala.

"Ini artinya kamu nggak bisa menerima aku apa adanya. Dari dulu badanku perawakannya memang besar. Kenapa dulu kamu nembak aku kalau berat badanku sekarang jadi masalah buat kamu?" Suara Ghea melemah. Matanya berkaca. Ia begitu kecewa dan bersedih karena Devan sudah banyak berubah. Dulu ia pikir Devan begitu tulus mencintainya.

"Dulu kamu nggak segemuk ini, Ghea. Kamu terlalu nyaman dengan badan kamu yang sekarang, yang sudah over weight. Berat badan berlebih nggak cuma ganggu penampilan, tapi juga kesehatan." Devan sedikit meninggikan suaranya. Ia ingin Ghea lebih terbuka hatinya untuk segera menurunkan berat badan.

"Kalau kamu memang ingin aku langsing, ya sudah kasih aku kesempatan buat nurunin berat badan, tapi kamu jangan putusin aku." Rasanya berat bagi Ghea untuk kehilangan Devan. Baginya tidak ada yang lebih baik dari Devan dan ia pun tak pernah berpikir untuk berpaling.

CINTA 500 KALORITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang