lima

45 18 9
                                    

Setelah kemarin, Shaka mempunyai janji kepada Nadhira untuk mengantarnya ke tempat kerja yang pertama kalinya. Kini cewek itu sedang menunggu Shaka di halte dekat kampus, namun sudah 30 menit lamanya Shaka tidak juga muncul.

Lantas, Nadhira mencoba menelepon laki-laki itu namun tak kunjung diangkat, lalu ia pun mencoba mengirimkan pesan kepada Shaka, siapa tau laki-laki itu membalasnya. Tapi, pesan yang dikirim oleh Nadhira juga tak kunjung dibaca oleh Shaka.

Sungguh, Nadhira kecewa!

Akhirnya, Nadhira memutuskan untuk pergi ke tempat kerja sendiri dengan menaiki bis. Tadinya Nadhira pikir ia akan menaiki vespanya saja, namun sepertinya jika bersama Shaka lebih baik menggunakan bis, tapi ternyata laki-laki itu ingkar pada janji yang dibuatnya sendiri.

Bis trans pun datang, lalu Nadhira menaiki bis itu. Ia menyempatkan bertanya pada supir bis perihal alamat yang dituju, "Pak, saya mau nanya, kalo jalan Mawar Hitam itu jauh gak ya?"

"Lumayan jauh sekitar satu jam perjalanan. Memangnya kenapa, Dek?" Tanya pak supir.

"Hari ini saya dapet panggilan kerja di sana, Pak."

"Oh begitu. Saran Bapak, kamu hati-hati, jalanan di sana lumayan sepi, rawan terjadi pembegalan, perampokan, juga yang paling parah itu pemerkosaan yang sampai korbannya dibunuh," jelas Pak supir.

"Serius Pak?"

Bapak supir mengangguk seraya berkata, "Berita yang pernah saya dengar sih begitu. Pokoknya kamu harus tetap waspada, ya?"

Mendengar ucapan pak supir, rasa semangat Nadhira yang tadinya 100% kini tinggal 5% karena ia merasa takut hal buruk akan terjadi padanya. Meski begitu, Nadhira tetap pergi ke sana, tujuannya hanya untuk bekerja dan menghasilkan banyak uang, lalu ia bisa membangun toko kue dan resto impiannya sedari dulu.

Perjalanan satu jam terasa sangat sebentar bagi Nadhira, karena sedaritadi cewek itu terus memikirkan kejadian-kejadian buruk yang akan menimpa dirinya. Saat turun dari bis, benar apa yang dikatakan pak supir tadi, jalanan lumayan sepi, sangat sepi malah. Hanya ada gedung-gedung yang menjulang tinggi, mobil-mobil yang terparkir sembarangan di tepi jalan raya, juga jalanan yang dipenuhi oleh dedaunan kering yang berjatuhan.

"Emangnya gak ada CCTV apa? Mobilnya ilang gue curi baru tau rasa!" Monolognya.

Perasaan Nadhira mulai tidak enak, kaki jenjangnya mulai berjalan menelusuri setiap gedung yang berada di sana, mata indahnya terus mencari dimana letak nomor 08 yang tertera pada email. Nadhira juga sering kali menengok ke belakang, ia merasa seperti ada seseorang yang mengikutinya.

Mungkin hanya perasaannya saja, Nadhira mulai memberanikan diri untuk terus mencari gedung nomor 08 padahal hanya tempat laundry, tapi mengapa sangat sulit dicari. Saat dirinya mulai lengah, ada pengendara motor yang berboncengan melaju dari arah belakang dan menjambret tas Nadhira yang ia sampirkan pada bahunya.

Nadhira memegang kuat-kuat tasnya. Alih-alih tasnya bisa terselamatkan, malah dirinya yang ikut terseret oleh motor itu karena pengendara tersebut menambah kecepatan laju motornya.

"Woi lepasin tas gue, bajingan!"

Merasa sudah tidak kuat lagi, Nadhira melepaskan cekalan pada tas miliknya merelakannya pergi bersama pencopet tadi.

"Apes banget gue!" seru Nadhira.

Ia terduduk mengenaskan di aspal yang dipenuhi dedaunan, menatap kaki serta tangannya yang berdarah-darah karena bergesekkan dengan aspal. Perih rasanya, Nadhira hanya bisa meniup-niup luka itu guna menghilangkan rasa perih.

Nadhira mengambil hp yang ada di saku celananya seraya berkata, "Untung hp gue gak disimpen di dalem tas. Coba aja ada di tas, nasib gue gimana."

Sudah dijambret, luka luka pula, masih bisa bilang 'untung'. Dasar Nadhira!

AIRA [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang