delapan

32 7 20
                                    

Keesokan harinya sesudah mata kuliah berlangsung tadi, Nadhira segera pergi ke ruang siaran. Ia berniat mengumumkan kejadian yang sebenarnya kepada warga kampus agar mereka tidak lagi berbicara yang tidak-tidak tentang Air.

Setelah sampai di ruang siaran, sebelumnya Nadhira sudah meminta izin terlebih dahulu kepada Bu Sumi, selaku pemegang sarana dan prasarana kampus.

"Selamat sore teman-teman semuanya, saya Fahsya Nadhira Ayu Putri, mahasiswi dari jurusan Tata Boga. Saya buat pengumuman ini mau meluruskan sesuatu yang seharusnya tidak terjadi."

Suara Nadhira yang terdengar dari pengeras suara pun, membuat mahasiswa yang masih berada di kampus memberhentikan sejenak aktivitas mereka. Termasuk Air, Shena, dan Ranu yang sedang menyelesaikan maket di ruangan mereka.

"Sebelumnya saya minta maaf udah ganggu aktivitas kalian semua. Langsung pada intinya, saya meminta kalian semua yang masih saja berbicara hal negatif tentang Airlangga, untuk menyudahi perbincangan kalian yang beritanya  tidak benar."

"Airlangga tidak mengikuti ujian pertukaran pelajar bukan karena dia merasa sok pintar. Berita Air yang gak bawa kartu ujian itu memang benar adanya, tapi itu murni karena kesalahan saya yang udah nabrak dia dan mengakibatkan tas kita berdua ketuker."

"Saya rasa, informasi yang sudah saya berikan kepada teman-teman semua cukup jelas ya. Berhenti untuk ngomongin orang, karena gak ada manfaatnya sama sekali buat kalian. Sekian terimakasih atas waktunya."

Setelah urusannya selesai, Nadhira bergegas untuk mencari Air, ia yakin laki-laki itu masih ada di kampus. Saat dirinya baru keluar dari ruang siaran, samar-samar ia mendengar mahasiswi yang berada di depannya malah menggunjing dirinya. Tapi Nadhira bodo amat.

"Oh, jadi gara-gara dia, Air gak bisa ikut ujian?"

"Dasar gak tau diuntung!"

"Low attitude banget, sok merasa gak bersalah udah gagalin mimpi orang lain!"

Nadhira tidak memperdulikan omongan mereka, ia tetap jalan lurus untuk mencari Air. Padahal bisa saja Nadhira melawan ucapan mereka, tapi ia tidak ada waktu berbicara pada orang-orang seperti mereka.

Saat melewati ruang dosen, terlihat pak Santoso yang baru saja keluar. Lantas Nadhira menyapa pak Santoso terlebih dahulu.

"Selamat sore, Pak."

"Sore. Eh, kamu bukannya pacar Air ya?" tanya Pak Santoso, Nadhira hanya tersenyum canggung.

"Mau kemana?" tanya Pak Santoso lagi.

"Mau cari Air. Bapak tau dia ada dimana?"

"Oh, biasanya dia ada di lab."

"Kalo gitu, saya izin ke sana dulu ya, Pak," pamit Nadhira.

"Silahkan," kata Pak Santoso.

"Permisi, Pak." Pak Santoso mengangguk, lalu Nadhira pergi dari hadapan pak Santoso.

Ia segera menuju lab untuk mencari Air. Sesampainya di lab, Nadhira langsung membuka pintu yang membuat Air, Shena, dan Ranu sontak menengok. Nadhira hanya tersenyum karena dipandang seperti itu oleh Shena dan Ranu, ia pikir di lab hanya ada Air saja.

"Emm, permisi. Maaf, apa boleh masuk?" tanya Nadhira.

"Boleh Kak, masuk aja," jawab Ranu.

"Makasih." Lalu Nadhira menghampiri Air yang sibuk memotong setiap bagian dari maket tersebut.

"Ir, gue udah ngelurusin permasalahan yang ngebuat nama lo gak baik. Sekarang, lo bisa ikut ujian itu lagi," bujuk Nadhira.

Air menarik napas sejenak, lalu melihat manik mata Nadhira seraya berkata, "Lo gak usah ikut campur sama urusan gue, jangan ngelakuin hal-hal yang gak berguna kayak tadi. Maksud lo bikin pengumuman kayak tadi buat apa? Masalah ini gak ada hubungannya sama lo."

AIRA [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang