Persahabatan kita dimulai dua belas tahun yang lalu. Saat itu ponsel belum secanggih sekarang, jadi ketimbang bermain game online atau sosmed, kami lebih suka main petak umpet dan gobak sodor di jalanan komplek, mungkin itu kali ya yang membuat kita bisa sedekat sekarang.
Layaknya persahabatan pada umumnya, kami pernah menemui pasang surutnya juga. Angkasa pernah ngambek selama seminggu sama Dito karena gak dipinjemin mobil-mobilan model terbaru, Dito yang nangis karena iri sama perhatiannya Mama Astria ke Angkasa, dan kita yang nangis bareng di saat Yuda harus kehilangan Om Aryo untuk selama-lamanya.
Konflik-konflik kecil waktu kita sama jadi bocah dulu itu kalau diinget pas udah gede bener-bener bikin malu. Kita masih sering ngomongin konflik yang pernah terjadi waktu kita kecil, kecuali konflik hebat waktu awal SMA yang membuat hubungan kita merenggang selama satu tahun. Kita semua berusaha melupa dengan gak ngomongin tentang hal itu seakan menganggap konflik itu gak pernah terjadi.
Bertemu Dito, Yuda, dan Angkasa itu seperti berkah sekaligus petaka. Setidaknya gue bisa bertahan sampai sejauh ini karena andil dari mereka bertiga. Gue berharap sepuluh, dua puluh, bahkan seratus tahun lagi persahabatan kita akan tetap terjalin seperti ini, tapi malam itu waktu Angkasa keceplosan bilang Yuda suka sama gue sebagai perempuan membuat gue takut persahabatan kita gak akan sama.
Gue gak suka serial televisi yang ngangkat cerita tentang friendzone. Mungkin alasan itu yang membuat gue gak mau mengalami sendiri jalan cerita yang serupa. Mangkanya setelah itu gue pura-pura gak tahu seakan apa yang keluar dari mulut Angkasa gak pernah gue dengar sebelumnya. Gue membangun tembok kokoh yang membentengi gue untuk berada di jalur menganggap Yuda cuma sahabat aja.
Tapi, gempuran-gempuran itu tentu aja gak bisa diabaikan. Yuda terus berusaha meruntuhkan tembok yang gue bangun. Masihkah gue bisa bertahan?
"Nad, ngapain?"
Gue langsung menutup buku diary yang sejak tadi menampung coretan-coretan tentang orang yang saat ini berdiri di hadapan gue dengan memikul tas busur di punggungnya.
"Gak lagi ngapa-ngapain. Bukannya lo kesini bareng sama Dito?" Tanya gue sambil membereskan beberapa alat tulis yang berserakan di atas meja.
"Iya. Dito lagi di depan ngobrol sama temennya yang gak sengaja sisipan tadi."
Habis itu gak ada pembicaraan di antara gue dan Yuda, cuma suara lagu terputar lewat speaker di pojok langit-langit cafe yang bisa menyamarkan kecanggungan gue saat ini. Sementara Yuda kelihatan santai mengamati setiap interior yang tertangkap indera penglihatannya.
Angkasa sialan, kalau bukan karena dia yang keceplosan. Gue gak perlu merasa mati kutu gak jelas gini di depan Yuda.
.
Ini kisah Nadira dengan pertahanan- nya mencoba untuk menghalau serangan yang diberikan oleh Yuda.
.
.
.
Sekian intronya. Cerita ini akan terbit seminggu sekali di hari sabtu-minggu.
Beri cinta yang banyak juseyo untuk cerita ini:)
With love,
Aya
KAMU SEDANG MEMBACA
Lay Your Head On Me
FanfictionThe Identity Series#1 Nadira Riyani si pejuang kehidupan yang mencoba untuk memahami eksistensi dirinya sendiri di dunia. Di tengah upayanya mencari arti, Baratayuda Pamungkas hadir menemani. Mencoba membuktikan pada Nadira jika dirinya bukan hanya...