7 Reason Why

99 22 9
                                    

Pasca pengakuan dari Yuda, Nadira benar-benar seratus persen menghindar dari sahabatnya itu. Dia bahkan tiap ngeliat muka Yuda atau denger suaranya langsung melipir pergi. Yuda sendiri juga sadar betul kalau Nadira menghindar dari dia, tapi dia memilih diam. Memberikan Nadira waktu sendiri merupakan tindakan terbaik yang bisa Yuda lakukan.

Di hari minggu pagi, setelah subuhan biasanya Nadira tidur lagi dan bangun sekitar jam 9. Begitu bangun dia langsung menuju dapur untuk mengambil minum. Satu gelas langsung tandas melewati kerongkongan Nadira. Dia mengamati keadaan dapur yang sepi lalu berjalan menuju ruang tamu. Masih tidak ada orang.

Ibu kemana ya?

Nadira sudah di teras rumah, hanya melihat ayahnya yang sedang mencabut rumput di halaman depan. Nadira masuk lagi ke dalam dan sekarang bersisipan dengan ibunya.

"Nad kira ibu pergi."

"Mau pergi kemana juga pagi-pagi gini Nad. Kamu mau sarapan apa? Tadi ibu udah bikin capcay. Kalau kamu gak mau, bikin sarapan sendiri atau beli bubur ke depan."

"Enggak ah. Nad sarapan capcay aja."

"Oh iya Nad. Ibu hampir lupa, tadi pagi Yuda kesini nganterin kotak katanya buat kamu. Kotaknya ibu taruh di bufet ruang tengah."

Nadira langsung bergegas menuju ruang tengah dan mencari keberadaan kotak yang dimaksud oleh ibunya. Begitu matanya melihat kotak besar berwarna kuning dengan motif bunga-bunga membuat perasaannya gelisah dan otaknya sibuk menebak-nebak isinya. Sesaat Nadira termenung ketika jemarinya menyentuh tutup kotak itu, lalu dia memberanikan diri untuk membukanya.

Origami burung bangau berbagai warna dalam ukuran kecil. Nadira tidak tahu secara tepat jumlahnya, yang jelas ratusan bahkan ribuan. Dia seketika ingat ocehannya dulu pada Yuda tentang melipat seribu origami bangau habis itu dirangkai sama benang bakalan bikin permohonannya terkabul. Tubuh Nadira terasa lemas seketika, pandangannya mengabur karena air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Gak mau kelihatan cengeng di depan orang tuanya, Nadira pun membawa kotak besar itu dalam pelukannya menuju kamar.

Dengan hati-hati dia meletakkan kotak besar itu di atas ranjangnya seakan benda itu yang paling berharga. Kemudian Nadira kembali membuka tutupnya dan mengambil satu lipatan burung bangau berwarna kuning.

Sejak kapan Yuda bisa melipat origami? Kapan dia ada waktu luang untuk melipat origami? Kenapa dia memberikan seribu lipatan origami ke dia?

Pertanyaan-pertanyaan itu hinggap di pikiran Nadira manakala dia mengamati origami burung bangau yang ada di telapak tangannya. Nadira mengusap air mata yang luruh di pipinya lalu tersenyum kecil. Senyum itu memudar digantikan raut wajah heran ketika melihat bentuk kertas yang berbeda menyembul di balik tumpukan origami. Langsung saja dia menarik kertas berwarna merah yang ternyata sebuah amplop.

Hati Nadira berdesir melihat kejutan lainnya yang dibuat oleh Yuda. Ketika membuka amplop itu, ada dua lipatan kertas yang berbeda. Nadira memilih membaca kertas berwarna putih yang terlihat sederhana.

Kau perempuan yang memeluk bulan

Hadirmu seperti mentari yang menghangatkan jiwa kesepian

Nyalamu bak kobaran api tak bisa padam

Jiwamu selalu bebas meski tubuhmu terpasung dalam lembah berkabut

Kepada maha semesta alam aku berbisik

Bolehkah dia kumiliki?

Sebuah puisi tidak berjudul yang ditulis menggunakan kuas. Gaya tulisan tegak bersambung khas jaman dahulu membuatnya terlihat estetik di mata Nadira. Dia menangkap dengan jelas maksud dari puisi itu, lagi-lagi perasaan Nadira berusaha digoyahkan.

Lay Your Head On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang