Before After

85 18 1
                                    

Sebelumnya Nadira gak bakalan berpikiran aneh kalau Yuda ngajak dia nonton berdua aja atau nemenin dia begadang ngerjain tugas. Tapi, semenjak omongan Angkasa terdengar di telinga dia respon Nadira atas ajakan-ajakan Yuda gak lagi sama. Kalau dulu digandeng aja Nadira diem, kalau diusap rambutnya bakalan ketawa, dan kalau diajak kemana-mana tanpa mikir langsung bilang iya, sekarang gak demikian lagi. Nadira bakalan menghindar kalau tangan Yuda keliatan mau usap rambutnya, dia juga bakalan mikir lama banget sebelum memutuskan menerima ajakan Yuda.

Sikap Nadira tentu saja disadari oleh Yuda, meskipun dia belum tahu perubahan yang terjadi pada Nadira itu penyebabnya apa. Maka, Yuda gak lantas mundur memberi jarak pada Nadira. Dia justru semakin mendekat untuk mencari tahu, mungkinkah perubahan sikap Nadira terjadi akibat kesalahannya? Belum tahu saja dia kalau mulut ember Angkasa lah penyebabnya.

Sore ini Yuda mampir ke Gelanggang setelah memakirkan mobilnya di halaman gedung Ditmawa yang terletak di sebelah soalnya parkiran Gelanggang penuh. Dia menyusuri satu persatu sekre UKM di sana, beberapa orang yang dia kenal menyapa dan Yuda membalas dengan senyum kecil lalu lanjut berjalan.

Sekre persma universitas ada di pojok belakang, kalau mau kesana harus melewati lorong-lorong remang karena lampunya gak dinyalain kalau masih sore, habis itu nyeberang pelataran yang lumayan luas ada di tengah bangunan membentuk persegi. Biasanya kalau malam-malam dijadiin lokasi pertunjukan kecil-kecilan sama anak teater dan band soalnya di sisi kanan ada amfiteater-nya. Baru deh keliatan sekre persma yang di pintunya banyak kaligrafi satir yang ditulis pakai spidol hitam. Tembok sekre persma bahkan lebih mencolok daripada UKM kesenian, soalnya udah di cat warna merah darah terus kalau dilihat dari dekat bisa terlihat jelas banyak kutipan-kutipan dari tokoh-tokoh penting kayak penggalan puisinya Wiji Thukul, potongan pidato Soekarno, sampai buah pikiran anak persma sendiri.

Jejeran sepatu di depan sekre persma yang banyak dan gak tertata rapi itu disadari sama Yuda kalau lagi ada acara rutin. Dari luar bahkan dia bisa denger suara lantang Nadira yang lagi debat soal penguasaan tanah ulayat yang dialihfungsikan jadi perkebunan kelapa sawit. Kalau saja jendela sekre itu tidak tertutupi oleh poster-poster propaganda yang sengaja ditempel sebagai media advokasi, maka sudah sejak tadi Yuda menempelkan wajahnya ke kaca untuk melihat wajah serius Nadira yang menurutnya sangat berwibawa. Kalau saja teman UKM Band nya tidak memanggil, setidaknya Yuda masih fokus mendengarkan suara Nadira yang walaupun terdengar bergetar dan seperti hendak menangis, namun ucapannya adalah sebuah keyakinan dari pikirannya.

"Apaan Dot?" Jawab Yuda bete ke temannya yang sudah berdiri menyengir di depannya. Sebenarnya namanya Adit, tapi sama orang-orang dipanggil Dodot. Yuda juga gak tahu alasannya apa, begitu dia kenal Adit semuanya juga panggil begitu.

"Hehehe. Lo kok udah lama gak ke sekre Yud? Bang Ian nanyain lo mulu tau."

"Iya tahu. Gue juga dichat Mas Ian berkali-kali. Dia minta gue bentuk band buat nerusin band-nya Mas Ando yang katanya mau disband soalnya anggotanya beberapa udah lulus. UKM band butuh grup baru, tapi gue gak bisa," jelas Yuda.

Dahi Adit mengernyit. "Gak bisa kenapa? Padahal lo dah pas banget visual, kemampuan, aura. Semuanya lo punya. Ayo dong Yud demi UKM kita bersama," bujuk Adit menarik-narik ujung lengan kemeja hitam polkadot yang dipakai oleh Yuda.

Yuda menaikkan satu alisnya berpikir. "Jadwal latihan klub archery gue bakalan ditambah soalnya bulan depan ada kompetisi gede di Thailand, akhir tahun ada seleksi masuk Pelatnas, belum lagi praktikum dan tugas kuliah. Gue gak sanggup kalau harus nge-band juga. Lo tau sejak awal gue mau masuk UKM Band bukan buat bentuk reguler band," ucapnya sejelas-jelasnya agar bujukan dari Adit berhenti sampai disini.

Jujur saja Adit kecewa dengan pilihan Yuda. Andai saja Yuda mau, boleh jadi band yang digawangi olehnya bisa saja terkenal sampai luar kampus. Namun apa daya, seseorang yang sangat mencintai panah walaupun punya kemampuan memainkan keyboard akan tetap memilih panah.

Lay Your Head On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang