Rahasia Hati

82 21 5
                                    

Mau sesibuk apapun keempat sahabat yang saling bertetangga ini, mereka bakalan menyempatkan waktu di malam sabtu untuk bermain bersama. Namun, semenjak pertengkaran kecil yang terjadi antara Yuda dan Nadira kegiatan tersebut lambat laun sulit untuk dilakukan pasalnya jika Yuda hadir maka Nadira dengan alasannya memilih untuk absen, namun ketika mendengar jika Yuda ada jadwal lain dan berhalangan maka Nadira akan hadir. Tingkah aneh itu sudah tercium secara jelas baik oleh Dito maupun Angkasa, tapi mereka berdua memilih untuk bungkam dan tidak berkomentar apa-apa. Namun, kesabaran keduanya tentu saja ada batasnya.

Awalnya Yuda bilang tidak bisa hadir, tapi dia tiba-tiba saja menampakkan wajahnya di rumah Dito. Nadira yang asyik memakan camilannya langsung menaruh toples yang ada di pangkuannya kembali ke meja. Setelahnya dia langsung berdiri dan pamitan pulang ke rumah.

"Eh gue lupa. Ada tugas bikin surat gugatan, deadline nya besok senin. Gue balik dulu ya?" Pamit Nadira menghindari kontak mata dengan Yuda yang justru menatapnya lekat.

Dito dan Angkasa saling melirik lalu membuang napas kasar. Perubahan suasana itu dirasakan oleh Yuda.

"Lo disini aja Nad. Gue cuma mau ninggalin camilan doang," ucap Yuda mengambil inisiatif untuk menyingkir saja. Dia meletakkan sekantung penuh makanan ringan ke atas meja lalu pamit pulang ke rumahnya.

"Heh Yud! Baru dateng lo mau kemana?" Teriak Angkasa mencoba menghentikan Yuda yang sudah melangkah menuju pintu membelakangi mereka bertiga.

Yuda menghentikan langkahnya tanpa berbalik. "Gue capek habis latian. Mau mandi terus tidur!" Ucapnya kemudian lanjut berjalan keluar.

Nadira menggigit bibirnya merasa bersalah menciptakan suasana yang aneh diantara mereka berempat, namun dia benar-benar tidak tahu bagaimana cara berdamai dengan Yuda pasca ucapan kasarnya. Dia seharusnya tidak berucap kasar, namun sore itu Nadira merasa hatinya bergejolak ingin menjauhkan Yuda dari dia, untuk membuktikan bahwa ucapan Angkasa bukan sebuah kebenaran.

"Nad," panggil Angkasa singkat dan serius.

"Apa?" Jawab Nadira menoleh pada Angkasa.

"Lo kalo terbebani sama omongan gue waktu di pos kamling itu mending lo lupain aja. Gue ngomong gitu sebenernya asumsi gue sendiri sih. Bisa jadi yang gue omongin salah sama seperti apa yang lo bilang."

"Ha?" Respon Nadira kosong.

"Ck bolot. Maksud gue, mungkin aja omongan lo bener. Yuda baik dan perhatian banget sama lo karena lo satu-satunya cewek disini. Jadi lo gak perlu takut atau pusing bakal gimana-gimana sama Yuda karena gak bakalan ada apa-apa."

Dito yang jadi tim nyimak sejak tadi berusaha memahami pembicaraan antara Angkasa dan Nadira. Dia menyadari jika kecilnya intensitas bertemu dengan ketiga sahabatnya itu membuatnya tertinggal segala kejadian yang mungkin saja penting untuk diketahui. Maka dia bermaksud bertanya, namun sosok Nadira langsung ngeluyur pergi setelah mendengar ucapan Angkasa. Kalau kayak gitu satu-satunya manusia yang bisa dimintai keterangan cuma Angkasa.

Baru aja Dito mau ngerangkul pundak Angkasa biar lebih enak ngobrolnya, tapi Angkasa sendiri langsung menghindar berdiri habis itu langsung beranjak pergi tanpa pamitan.

"Hadeh," sambat Dito memilih untuk membuka bungkus biskuit gandum yang dibawa oleh Yuda dan memakannya.

Sekembalinya Nadira ke rumah. Dia buru-buru menutup pintu depan rumah lalu bersandar di baliknya. Matanya terpejam mencoba menjernihkan pikirannya, namun semakin dicoba malah pikirannya makin kacau. Dia pun beranjak menaiki tangga rumahnya menuju ke ruang tengah atas, tepatnya jendela yang berada di samping pintu balkon hendak mengintip keadaan rumah di seberang.

Sebelumnya Nadira terlebih dahulu merapatkan gorden berenda putih terawang, baru dirinya memposisikan tubuhnya mendekat pada kaca jendela. Pandangan mata Nadira berpendar pada setiap inci halaman rumah Yuda.

Lay Your Head On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang