"Haloo adekku cayanggg, maaf yah kakak baru bisa kesini lagi." ucapku sambil memeluk Karina namun ia terlihat menghindar tidak nyaman.
"Iya deh si paling sibuk clubbing." sindir Karina pedas, aku sempat merasa kaget meski sudah tau kemungkinan besar orang-orang dapat mengetahui kabar itu dari video yang beredar di medsos, sebelumnya pun kami berempat dimarahi Papa. Ia bilang itu sangat memalukan keluarga, Mbak Adis pun marah pada Papa karena enggan mendengar fakta yang sebenarnya. Pria yang tak sengaja kusenggol saat itu, ternyata koar koar di medsos mengatai aku dan mbakku. Namun itu menjadi bumerang baginya, ia diserang netizen sebab tutur katanya yang sangat tidak baik.
Saat itu Papa melarangku bertemu dengan Mama dan Karina, namun sekarang ia mengusirku karena amarahnya yang sedang meledak-ledak sehingga membuatku kembali ke Bogor. Mama mengerti kondisiku saat ini, ia menasihatiku untuk bersabar dan tidak perlu membalas pria penyebar kebencian itu. Berulang kali aku meminta maaf, pria itu keras kepala ingin mbakku bersujud padanya. SIAPA KAU, TUHAN PUN BUKAN!
"Kakak kalo saran Mama mending break dari sosmed dulu deh, demi mental health mu nak." Ide yang bagus Mama berikan, didukung Kak Dena dan Olivia. Sedangkan Karina? ia terlihat seperti marah kepadaku, entahlah akupun tak tau penyebabnya. Diajak ngobrol pun tidak disaut sepatah kata pun, ia memasang wajah cemberut setiap saat akupun masih dalam fase sabar. Namun saat makan malam bersama ia semakin menjadi, ia meminta ingin makan menyendiri karena di ruang makan ada benalu katanya.
"Udah gue aja yang pergi, pusing sama lu dek, bukannya jadi support system malah bikin gue tambah badmood." ucapku emosi sambil melepas sendok garpu sehingga menimbulkan bunyi dan segera meninggalkan meja makan menuju kamar karena tak ingin berdebat tidak penting.
"SENSI AMAT LU." teriak Karina
Disusuli Mama yang berusaha membujukku, sambil menahan tanganku yang melipat pakaian untuk dimasukkan ke koper. Ternyata Mama memberikan pernyataan yang menohok, sejak aku pergi Karina terus menerus bertanya kapan aku ke Bogor. Mama pun bilang Karina tak bertanya langsung padaku karena gengsi yang tinggi, mungkin ia ingin aku selalu ada disampingnya. Apalagi di fase terberatnya, Nenek dari Papanya yang terus memaksa untuk tinggal bersama, pernah juga ia ditarik-tarik sampai pergelangan tangannya membekas merah.
"Semua ini memang Mama biang keroknya nak, tak pantas Mama menjadi seorang Ibu." ucap Mama sambil memukuli dadanya sendiri. Aku langsung memeluknya erat sambil meyakinkan bahwa bagaimanapun selamanya takkan berubah, dialah yang terbaik dan dialah surga bagiku dan Karina. Saat tengah malam aku mencuri-curi kesempatan untuk masuk ke kamar Karina, saat perlahan kuintip ternyata ia sudah tertidur ditemani lampu bianglala yang menyala. Aku berusaha berbaring disampingnya dan hati hati agar tidak menimbulkan suara sedikitpun. Setelah berhasil, aku melihat kelopak matanya yang indah serta kepalanya yang kuelus dengan lembut sambil berbicara dengan volume terkecil.
"Adek...i'm so so sorry for everything that happened to you."
"Kakak egois dek, masalahmu lebih berat dari Kakak."
"Adek hebat, adek kuat, adek pun pasti bisa lewatin fase-fase terberat adek."
"Lain kali jangan gengsi amat sama Kakak sendiri yah."
Kira-kira inilah yang aku ucapkan perlahan kepadanya, bukannya aku lupa ingatan tetapi saat itu kantukku sudah melanda sehingga lupa beberapa bait. Keesokan paginya, aku terbangun melihat Karina yang sudah bangun dan duduk disampingku. Begitu melihatku terbangun, ia langsung memelukku erat dan berterus terang bahwa ia mendengarkan semua yang aku ucapkan semalam. Pagi ini rasanya mellow sekali, mata kami sembab oleh air mata. Ditutup oleh senyum dan tawa karena Karina membahasku yang semalam mengigau opor opor, rupanya aku merindukan Bandung dan salah satu pasangan didalamnya.
"I love you kak."
"Love you too dek."
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Tersayang
Non-FictionIni kisah Firenza Maharani, seorang perempuan malang yang baru mengetahui keluarga kandungnya saat sweet eighteen. Kejutan yang ia dapat berbeda dengan yang lain rasakan, entah harus merasa senang ataukah sedih akupun bingung. Tunggal sudah bercaba...