"Armin!" Teriak Hinata pada Armin yang berdiri di atas atap.
"Hinata?!" Armin berlari ke arah Hinata.Mikasa, Jean, Connie, dan Sasha ikut bergabung pada Hinata dan Armin.
"Aku punya rencana!" Ucap Hinata.
"Rencana apa?" Tanya Jean.
"Aku ingin kalian menyerang para titan sementara aku akan mengikat mereka. Jadi, usahakan gerakan kalian seirama, karena aku tidak yakin aku akan tahan menahan para titan itu! Aku juga ingin kalian berpencar, mengalihkan perhatian mereka ke arahku agar aku bisa mengikat mereka bersamaan!" Jelas Hinata.
"Mengikat? Mengikat bagaimana?" Tanya Sasha tidak paham, mengutarakan pertanyaan dari yang lain.
"Jutsuu! Aku akan mengikat mereka dengan jutsu ku! Ingat saat aku membuat rumah dari kayu yang muncul dari tanah?!" Tanya Hinata.
"Iya, kami ingat!" Ucap Mikasa.
"Jadi kau ingin melakukan hal serupa dengan para titan itu?!" Tanya Armin memastikan.
"Benar, hampir seperti itu!" Ucap Hinata.
"Tapi, kau akan kehabisan tenaga seperti saat itu, Hinata!" Ucap Mikasa.
"Tidak, Mikasa! Aku tidak akan pingsan!" Hinata meyakinkan mereka.
"Baiklah! Jika itu adalah caramu, sebaiknya kita coba!" Ucap Jean mantap.Mereka kini berpencar untuk melakukan rencana yang dikatakan Hinata.
Delapan titan akhirnya hampir sampai ke hadapan Hinata yang berdiri di atas atap.
"Mokuton mokusatsu shibari no jutsu!" Ucap Hinata dan keluarlah akar pohon yang sangat pajang dan kuat, mengikat kuat tubuh para titan itu.
"Sekarang!" Teriak Armin melompat ke arah para titan itu bersama Mikasa, Jean, Connie, dan Sasha menebas leher belakang para titan itu.Hal sama mereka lakukan sebanyak lima kali berturut-turut.
"Uhuk... uhuk..." Hinata jatuh terbatuk di berlutut di atas atap, darah tampak keluar dari mulutnya mengenai atap.
"Hinata!" Teriak Mikasa, Armin, Jean, Connie, dan Sasha yang berada di atap lain. Mereka langsung terbang ke tempat Hinata.
"Hinata, sudah ku katakan ini akan berbahaya!" Ucap Mikasa.
"A-aku tidak uhuk... apa-apa." Ucap Hinata terbatuk dengan darah yang kembali keluar dari mulutnya.
"Diamlah di sini, kami akan menghabisi sisanya!" Ucap Mikasa berdiri, segera pergi bersama teman-temannya.Hinata menatap dalam diam semua temannya yang tengah berjuang. Tidak ingin tinggal diam, ia berdiri dengan susah payah, mengusap darah yang mengalir ke dagunya dengan lengannya. Ia mengeluarkan dua buah gulungan, melemparnya ke udara dan merapalkan jutsu, kemudian keluar ratusan senjata dengan dilapisi kertas peledak ke arah semua titan yang tersisa, membinasakan para titan itu.
"Hinata! Aku sudah katakan untuk diam!" Teriak Mikasa kesal.
"Aku tidak apa-apa." Ucap Hinata tersenyum lembut, namun akhirnya ia terjatuh ke atap, berguling-guling hingga akhirnya jatuh dari atap.
"Hinata!" Teriak mereka semua.Syuuutt
Dengan kecepatan di atas rata-rata, Levi langsung menangkap Hinata.
"Heicho!" Teriak mereka dengan lega karena pria itu bergerak lebih cepat dari mereka untuk menyelamatkan Hinata.
.
.
.
Hinata kini terbaring di atas tempat tidurnya. Sementara itu di samping ranjangnya, terlihat Levi yang menunggu kesadaran gadis itu.
'Kenapa aku harus menunggu gadis ini untuk sadar?' batinnya bertanya menatap wajah polos, cantik, dan imut itu yang tengah tertidur. Ia kemudian berdiri dari duduknya, namun harus ia urungkan saat gadis itu melenguh pelan, dan terpaksa ia harus duduk kembali menuangkan air ke dalam cangkir.Saat Hinata sadar sepenuhnya, ia langsung membantu gadis itu untuk duduk bersandar pada dinding, memberinya secangkir air untuk meredakan kering tenggorokannya.
"Terima kasih, Heichou." Ucap Hinata meletakkan cangkir yang kosong itu ke atas meja.
"Kenapa kau tidak mendengarkan apa yang mereka katakan untuk tidak memaksakan diri?" Tanya Levi yang kini tangannya bersedekap.
"Maaf, Levi Heichou." Lirih Hinata menyesal.
"Kau tidak sadar selama dua hari." Ucap Levi mengabaikan permintaan maaf gadis itu.
"A-aku hanya ingin menyelamatkan semuanya dari titan itu dan ingin menghabisi mereka agar tidak ada korban lagi. Semua mengeluarkan tenaga mereka, mengorbankan nyawa mereka demi orang-orang yang mereka sayangi. Lalu, b-bagaimana mungkin aku bisa berdiam diri menatap kalian yang tengah berjuang mengorbankan nyawa, sedangkan aku hanya diam, Heicho? Jelaskan Heicho, apa aku bisa diam menatap kalian mengorbankan nyawa sedangkan aku ada di sini untuk membantu kalian karena aku memiliki kekuatan yang tidak kalian punya?!" Tanya Hinata menuntut, bahkan kini air matanya mengalir membasahi pipi chubby-nya.Levi terdiam menatap Hinata yang mengutarakan perasaan kesalnya. Melihat air mata itu, entah kenapa ia merasa kesal sendiri pada dirinya.
"Istirahatlah, mereka akan datang ke sini untuk melihatmu." Ucap Levi berdiri dari duduknya, melenggang keluar dari kamar gadis itu.
.
.
.
Di dalam kamar, Levi tengah duduk di atas tempat tidurnya. Ia termenung melihat gadis itu menangis, ia kenali teringat saat melihat gadis itu mengeluarkan kekuatannya saat melawan para titan itu dua hari yang lalu. Ia benar-benar terpana melihat kekuatan besar yang dikeluarkan Hinata. Wajah gadis itu benar-benar tampak menawan meski di sekitar matanya muncul urat-urat yang menonjol, ditambah lagi mata itu menyorot tajam dengan tekad yang begitu kuat untuk menghabisi para titan itu. Tekad yang belum pernah ia lihat sama sekali di mata semua para pasukannya. Kenapa? Kenapa gadis itu bisa lebih memiliki tekad yang besar, berani, tangguh, tidak takut mati saat melawan para titan itu, berbanding terbalik dengan mereka yang terkadang masih terselip rasa takut kala titan berada dalam jarak dekat dengan mereka. Takut untuk ditangkap, dimakan hidup-hidup. Tapi, gadis yang entah datang dari mana itu bisa lebih berani, sama sekali tidak takut mati.
.
.
.
Mikasa dan Sasha memeluk erat tubuh Hinata yang duduk di tempat tidur.
"Aku sungguh tidak apa-apa, Mikasa, Sasha." Ucap Hinata tersenyum melihat tingkah kedua gadis cantik itu.
"Aku sudah mengatakan kalau kau diam saja, tapi kenapa malah melawan?!" Kesal Mikasa.
"Kau benar, Mikasa!" Angguk Sasha.
"Setidaknya sekarang aku tidak apa-apa." Ucap Hinata.
"Kau tahu? Sejak dua hari yang lalu, kami ingin melihatmu, tapi si cebol itu tidak membiarkan kami untuk melihatmu! Aku benar-benar ingin menendang kepala cebol itu!" Kesal Sasha.
"Sasha, pelankan suaramu! Kamarnya di sebalah ini!" Tegur Jean.
"Dunia kalian benar-benar mengerikan! Berbanding terbalik dengan wajah kalian yang tertawa di sini." Ucap Hinata sendu.
"Tidak usah pikirkan." Ucap Mikasa.
"Bagaimana dengan yang terluka?" Tanya Hinata.
"Mereka saat ini dalam masa perawatan." Ucap Eren.
"Apa aku boleh melihat mereka?" Tanya Hinata penuh harap.
"Maaf, kami tidak bisa mengizinkanmu karena itu bukan hak kami. Sebaiknya kau minta izin pada Levi Heichou." Ucap Mikasa.
"Hah..." Hinata menghela napas.
"Ada apa? Kenapa kau menghela napas?" Tanya Connie.
"Tidak, tidak ada apa-apa." Geleng Hinata menatap semua temannya satu persatu.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel From God
General Fiction🪄[Discontinued]🪄 Disaat invasi Pain terjadi, Hinata Hyuga merelakan nyawanya demi pujaan hatinya. Namun, saat semua organ tubuhnya terhenti, entah kenapa ia bisa bangun di tempat yang tak ia kenali. Tempat dimana kehidupan barunya dimulai. Hinata...