10

740 83 17
                                    

Semenjak Hinata menyembuhkan luka para pasukan pengintai, semua orang mulai mengenal Hinata. Mengenalnya sebagai seorang gadis yang ahli dalam medis dan dirinya seorang ninja. Daripada ninja, mereka lebih suka menyebut Hinata sebagai malaikat dari Tuhan. Memang itulah adanya. Jika bukan malaikat, lalu apa?

Meskipun telah dikenal, Hinata tidak pernah menyombongkan dirinya. Ia tetap menjadi dirinya sendiri, baik itu di dunia ninja dulu dan di dunianya sekarang. Menyapa, membalas sapaan, terseyenyum, dan membantu orang lain adalah kesukaannya sejak dulu. Tidak ada yang membencinya, jika pun ada maka para penduduk mungkin saja akan menghajar orang tersebut.

Saat ini, Hinata tengah duduk di sebuah gundukan tanah beralaskan rerumputan, di sebelahnya tergeletak sebuah keranjang berisi tanaman herbal. Dirinya duduk menyamping dengan kedua tangannya berada di atas pangkuannya yang berlapis rok abu-abu muda.

Mata amethyst-nya tampak berubah menjadi jingga karena pantulan langit senja, pun dengan wajahnya yang bersinar. Meskipun terlihat menikmati, ia ternyata tengah melamunkan dirinya, tentang kekuatan yang ia dapat, tentang kehidupan barunya.
'Ah, untuk apa aku bertanya lagi, sudah pasti Kami-sama memberikan semua kekuatan teman-teman ku dulu untuk menyelamatkan dunia yang aneh ini.' batinnya.

Tangan kanannya perlahan bergerak mengelus rerumputan.

Tanpa disadarinya, Levi datang menghampiri dirinya, duduk di sisi kiri.
"Kenapa kau di sini?" Tanya Levi tiba-tiba.
"Aku telah mati, apa tugasku jika selesai, maka aku akan kembali mati?" Gumam Hinata tanpa sadar.

Mendengar gumaman gadis itu, Levi lantas menoleh cepat menatap wajah gadis itu dari samping.
"Apa maksudmu?" Tanya Levi, pada saat itu juga Hinata tersentak, melihat ke arah Levi.
"H-Heichou, sejak kapan kau di situ?" Tanya Hinata terkejut.
"Ku tanya apa maksud perkataanmu tadi?" Nada suara Levi terdengar menuntut meski pelan dan datar.

Sejenak Hinata diam merutuki kebodohannya.
"Bukan... bukan apa-apa, Heichou." Hinata berdiri sambil mengambil keranjangnya.
"Ini hampir malam, sebaiknya kita kembali, Heichou." Lanjut Hinata berjalan lebih dulu setelah membungkuk sedikit pada pria itu.

Levi terdiam menatap tubuh Hinata yang perlahan mengecil dan menghilang.
"Apa... maksudmu... Hinata?" Bisiknya tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan yang dilalui Hinata tadi, bersamaan bisikannya, angin berhembus pelan.

Hinata terus berjalan, namun ia berhenti saat semilir angin menyentuh kulitnya. Rasanya ada yang aneh, ia berbalik untuk melihat keadaan di belakangnya.
"Tidak ada apa pun. Kenapa... seperti aku mendengar sesuatu?" Gumamnya melanjutkan langkahnya.
.
.
.
Armin, Eren, Mikasa, Sasha, Connie, dan Jean terlihat sedang duduk di atas tangga dekat rumah makan.

Armin membuka lembar tiap lembar buku yang berada di pangkuannya.
"Aku benar-benar ingin melihat laut." Ucap Armin menatap gambar laut di bukunya.
"Laut?" Heran Jean.
"Laut itu Air yang sangat luas dan juga asin." Jelas Armin.
"Bukankah garam itu sangat mahal harganya? Mana mungkin air laut bisa asin, ada-ada saja." Jean tampak tidak percaya dengan perkataan Armin.
"Laut memang asin, Jean." Mendengar suara Hinata, mereka semua langsung melihat ke arah Hinata yang kini berdiri di belakang mereka, tepat pada anak tangga kedua di atas mereka.
"Dari mana kau tahu?" Tanya Jean berdiri.
"Hm... Aku pernah mengarungi lautan  luas bersama teman-teman ku dulu. Laut memang sangat luas, dalam, asin, dan juga berbahaya. Ada banyak jenis makhluk hidup di dalamnya yang belum pernah kalian lihat." Jelas Hinata.
"Woah! Hinata, ternyata kau tahu banyak ya, Hinata! Aku jadi tidak sabar ingin melihat laut dan dunia luar!" Semangat Armin menatap Hinata.

Mikasa dan Eren yang melihat Armin begitu semangat, tersenyum tipis. Rasanya melihat Armin begitu sangat membuat hati mereka menghangat.
"Apa sebegitu inginnya kau melihat laut, Armin?" Tanya Hinata tertawa pelan.
"Hm, sangat!" Ucap Armin.
"Tidak akan ada yang bisa pergi selagi para titan itu masih berkeliaran di luar sana." Erwin tiba-tiba datang menaiki tangga bersama Levi dan Hange.

Mendengar ucapan Erwin, semua langsung terkejut dan membuat Armin menunduk sedih.
"Benar." Lirih Armin.

Melihat Armin yang menjadi sedih, Hinata merasa kasihan. Ia kemudian mendekati Armin.
"Tidak ada yang tidak mungkin, Armin." Tangan Hinata mengelus rambut pirang Armin.
"Tapi apa yang dikatakan Taichou adalah benar, Hinata." Lesu Armin menatap Hinata.
"Kau tahu? Kalau kau mau mendengarku, mungkin aku bisa membawamu melihat laut." Senyum Hinata menyisir rambut depan Armin ke belakang.
"Apa maksudmu? Apa kau mau keluar dari dinding di siang ini?" Tanya Levi tidak setuju.
"Kenapa tidak?" Tanya Hinata menatap Levi.
"Berarti kau mau mati dimakan para sialan itu!" Ucap Levi.
"Tidak akan terjadi. Jadi, apa kau percaya jika aku bisa membawamu ke laut dan dunia luar, Armin?" Tanya Hinata memegang kedua bahu Armin.

Mikasa, Eren, Sasha, Connie, Jean, Levi, Hange, dan Erwin memelototkan matanya mendengar Hinata.

Armin menatap semua teman-temannya dengan ragu-ragu.
"Kau hanya perlu percaya padaku, Armin. Percaya padaku, aku akan menjagamu." Ucap Hinata meyakinkan dengan tatapan serius.
"Jika mau, kalian boleh ikut." Lanjut Hinata.
"Apa tidak ikut, aku masih ingin hidup." Ucap Jean.
"Aku ikut!" Ucap Hange semangat.

Semua terlihat setuju ingin ikut, selain Jean.
"Kau yakin, Jean?" Tanya Hinata memastikan.

Jean menatap semua temannya, hingga akhirnya menghela napas.
"Baiklah! Baiklah!" Jean mendekat ke arah Hinata.
"Baiklah, aku akan mulai." Ucap Hinata menutup matanya selamat beberapa detik.
"Peluk tubuhku." Lanjutnya masih menutup mata, mereka tanpa banyak bicara langsung memeluk Hinata.

Saat membuka mata, matanya yang biasa berwana amethy, kini berubah menjadi berwarna ungu dengan garis-garis melingkar.
"Hinata, matamu-" belum selesai Levi berbicara, mereka tiba-tiba berada di pinggir laut.
"Laut!" Teriak Armin dengan mata berbinar menatap laut. Ia lantas berlari memijakkan kakinya ke dalam air laut, begitu juga yang lainnya.

Armin mencelupkan tangannya ke dalam air, lalu mengeluarkannya dengan kedua telapak tangannya menampung air laut.

Hinata mendekati Armin yang tampak antusias, hingga akhirnya senyumnya pudar saat melihat air mata Armin.
"Armin? Ada apa?" Tanya Hinata.
"Akhirnya... akhirnya aku bisa melihat laut hiks... Terima kasih, Hinata." Ucap Armin menangis.
"Sama-sama, Armin." Hinata mengelus kepala Armin.

Hinata melangkah mundur, berdiri di atas pasir putih, melihat semua teman-temannya sedang asik bermain air.
"Mari bermain!" Teriak Hinata berlari  di atas air laut.
"Hei, kau curang, Hinata!" Teriak Jean.
"Tidak ada yang curang, Jean!" Teriak Hinata tertawa.
"Armin, bersiaplah." Lanjut Hinata menggerakkan kedua tangannya, hingga muncullah air yang melilit pinggang Armin.
"Aaarrghh... Huaa... Ini menyenangkan!" Teriak Armin yang awalnya terkejut menjadi senang.
"Hinata, kenapa hanya Armin?! Aku juga mau!" Ucap Hange tidak terima.

Hinata tertawa, ia menurunkan Armin ke tepi laut. Tangannya kemudian ia gerakkan dengan cepat. Tanpa diduga-duga oleh Armin, Hange, Erwin, Levi, Jean, Connie, Sasha, Mikasa, dan Eren, sepuluh ekor lumba-lumba berbentuk air muncul, membuat mereka berteriak kagum dengan keahlian Hinata.
"Hinata, sudah berapa lama kau tinggal di sini, tapi tak sekalipun kau membuat kami berhenti terkejut kagum dengan semua kekuatanmu." Ucap Erwin tersenyum tipis.

Hinata yang mendengarnya hanya tertawa.
"Ayo naik! Kita akan mengarungi lautan!" Teriak Hinata semangat.
"Yoosshh!" Mereka semua berteriak tak kalah semangat dari Hinata, berlari menaiki lumba-lumba itu.
"Lalu kau?" Tanya Levi yang sudah di atas lumba-lumba.
"Tenang saja, aku bisa berlari atau hal lainnya, Heicho." Ucap Hinata, Levi hanya mengangguk paham.
"Ayo kita pergi!" Teriak Hinata dan mereka mulai mengarungi lautan dengan lumba-lumba yang mereka tunggangi dan akan mengingat hal ini untuk seumur hidup mereka.


TBC

Angel From GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang