12

619 68 3
                                    

Duar!

Suara ledakan yang dan pohon yang tumbang itu membuat semua atensi menatap pohon.

Mendengar suara jatuh, mereka kembali menoleh ke asal suara.
"Hinata!" Teriak Levi, Erwin, Mikasa, Sasha, Eren, Connie, Jean, Armin, dan para pasukan pengintai lainnya melihat Hinata yang jatuh tergeletak.

Mereka semua mendekati Hinata dengan khawatir.
"Hinata!" Panggil Erwin mengangkat kepala Hinata dengan tangannya ia selipkan ke belakang leher gadis itu yang kini terengah-engah seolah kehabisan oksigen.
"Ma- hah... m-maaf hah... hah... a-aku tidak s-sengaja hah..." Lirih Hinata putus-putus dengan mata sayu.
"Dia demam tinggi." Ucap Erwin mengendong Hinata ala bridal style, melangkah cepat meninggalkan lapangan menuju ruang obat-obatan milik Hinata, disusul oleh Levi.
.
.
.
Erwin dan Levi terlihat sedang melihat satu persatu obat mana yang harus dikonsumsi Hinata.
"Aku sudah dapat." Ucap Erwin menunjukkan sebuah botol pada Levi yang kini melihatnya.

Beruntung Hinata memberi nama pada tiap botol obat yang ia racik, sehingga mereka mudah menemukan obat yang cocok untuk Hinata.

Erwin dan Levi mendekati Hinata yang terbaring lemah di atas ranjang.

Membuka tutup botol obat itu, Erwin menuangkan obat bertekstur cair berwarna merah itu ke dalam sendok, lalu menyendokkan obat itu ke mulut Hinata yang sedikit terbuka.
"Apa.yang terjadi?" Hange tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangan itu setelah mendengar kabar.
"Dia hanya demam." Ucap Levi.
.
.
.
Dua hari berlalu, tubuh Hinata kian memulih, ia bahkan sudah mulai beraktivitas seperti biasanya, meski harus mendengar Omelan dari Mikasa, Sasha, dan Armin.
"Terserah saja, aku lelah menasihatimu!" Ucap Sasha kesal.
"Tenang saja, Sasha. Aku akan baik-baik saja, aku sudah sehat." Ucap Hinata terkekeh pelan.
.
.
.
Saat ini, semua teman-teman Hinata berkumpul di kamar Hinata.
"Ada apa?" Tanya Eren.
"Aku hanya ingin meminta tolong pada kalian untuk merahasiakan kekuatanku dari Reiner, Bertolt, dan Annie." Ucap Hinata.
"Kenapa harus? Bukankah dia teman kita juga?" Tanya Connie.
"Aku hanya merasa harus menjaga jarak dari mereka. Setiap kali berdekatan dengan mereka, aku seolah merasa tanda bahaya berkumandang dalam kepalaku." Jelas Hinata.
"Aku tidak tahu apa maksud dan pergumulan di hatimu, Hinata. Tapi, kami janji akan merahasiakan ini dari mereka, kami juga akan memberitahu pasukan yang lain dengan hati-hati." Ucao Mikasa mengelus bahu Hinata.
"Terima kasih, Mikasa. Terima.lasih, teman-teman." Ucap Hinata.
.
.
.
"Apa sebenarnya maksud Hinata?" Hange memecah keheningan setelah mereka diam beberapa saat.
"Aku tidak tahu. Tapi, kita sepertinya memang harus membuat jarak antara Hinata dengan Reiner, Bertolt,dan Annie. Lebih baik kita melakukan tindakan ini, mengikuti kemauan Hinata, sebelum sesuatu terjadi." Jelas Erwin.
"Hah... Sebenarnya ini cukup memusingkan, tapi aku akan membantu. Aku yakin, firasat gadis itu tidak akan salah." Ucap Hange.
"Sebaiknya kita juga menjaga jarak." Ucap Levi.
.
.
.
Siang ini, semua pasukan terlihat bersemangat dari biasanya. Hal ini karena seseorang membocorkan rahasia jika mereka akan makan daging malam ini.
"Akhirnya, kita akan makan daging." Ucap Sasha dengan air liur menetes.
"Sasha, kau menjijikan!" Teriak Connie menatap jijik ke arah Sasha.
"Ya, setidaknya malam ini kita tidak akan makan roti, kentang rebus, atau pun bubur. Aku sudah bosan dengan itu!" Ucap Eren mengutarakan ketidaksukaannya.
"Tidak baik berkata seperti itu, Eren. Meskipun kita makan roti, kentang, dan bubur, setidaknya kita tidak kelaparan." Tegur Mikasa.
"Terserah!" Ucap Eren.
.
.
.
Tidak hanya para pasukan, rumor daging yang menjadi hidangan malam ini telah sampai ke telinga Erwin, Hange, dan Levi.
"Memangnya mereka berhasil menangkap buruan?" Tanya Hange tidak begitu percaya dengan rumor itu.
"Aku merasa ini hanya tipuan belaka. Aku akan memeriksanya." Ucao Levi keluar dari ruangan Erwin menuju rumah khusus para koki memasak masak.
"Selamat siang, Levi Heichou!" Ucap beberapa koki di sana.
"Kelian memasak daging?" Tanya Levi.
"Daging?" Para koki itu saling menatap.
"Tidak, kami tidak mendapat buruan hari ini, Heichou." Ucao salah satu koki itu menggeleng.
"Siapa yang menyebar rumor?" Tanya Levi datar, matanya menelusuri semua koki, namun tidak ada satu pun yang patut untukku dicurigai. Ia pun segera keluar dari tempat itu.
.
.
.
Hinata melompat keluar dari dinding Shiganshina, berlari kencang di atas tanah berlapis rerumputan.

Angel From GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang