Hinata menatap heran dengan tiga orang yang tidak dikenalnya berbincang dengan Levi, Eren, dan Armin.
"Pasti kau heran, kan, Hinata? Mereka selama ini dikirim untuk membasmi titan di Selatan. Pria berbadan besar itu namanya Reiner Braun, Bertolt Hoover, dan Annie Leonhard. Mereka bertiga termasuk pasukan berbakat." Jelas Mikasa menunjuk ketiga orang itu satu persatu.
"Pantas saja aku tidak mengenalnya. Ku pikir mereka pasukan baru." Ucap Hinata mengangguk.Levi menatap datar pada Reiner, Bertolt, dan Annie yang berdiri dihadapannya.
"Bagaimana tugas kalian?" Tanya Levi.
"Berjalan lancar, Levi Heichou!" Ucap Reiner.
"Hanya saja ada beberapa yang cidera, tapi sudah dibawa untuk diobat, Heichou." Ucap Bertold.
"Hn." Gumam Levi.
"Bagaimana kabar kalian?" Tanya Eren.
"Tentu saja kami baik, seperti yang kau lihat, Eren." Ucap Reiner tersenyum.
"Sepertinya kalian juga baik-baik saja." Bertolt tersenyum tipis.
"Jadi, apa kau terluka saat menyerang ti-"
"Hinata Nee-san!" Teriak beberapa anak kecil, membuat ucapan Reiner terpotong, bahkan perhatiannya teralihkan pada anak-anak yang berteriak itu. Begitu juga dengan Bertolt, Annie, Levi, Armin, dan Eren.Hinata tersenyum, tertawa pelan dengan anggun melihat dan mendengar teriak beberapa anak kecil itu.
"Ha'i! Ha'i! Jangan berteriak-teriak." Ucap Hinata masih terkekeh pelan.
"Huaaa! Hinata Nee-san kalau tertawa sangat cantik!" Teriak lagi anak-anak itu bersamaan.Hinata yang mendengarnya langsung merona malu, begitu juga dengan para pasukan pengintai yang ikut merona mendengar tawa anggun dan manis gadis itu.
Reiner terpaku melihat gadis yang tidak ia kenalnya itu. Jantungnya tiba-tiba berdetak tidak karuan dengan rona merah di pipinya, terlebih lagi saat melihat tawa gadis itu.
"Berisik! Sebaiknya kalian pulang!" Teriak Jean yang kesal karena terganggu.
"Aaaa! Hinata Nee-san!" Teriak anak-anak itu berlari memeluk Hinata.
"Eh? Jean, kau menakuti mereka. Jangan memarahi mereka, oke?" Tegur Hinata menggeleng pelan.
"Lagi pula untuk apa mereka berteriak seperti itu?" Jean menghela napas.
"Mereka masih anak-anak. Mereka perlu dibimbing jika salah, Jean. Jangan langsung memarahi mereka." Ucap Hinata lembut.
"Hinata Nee-san, kami sayang Nee-san!" Ucap semua anak-anak itu.
"Nee-san juga menyayangi kalian. Baiklah, saat kalian pulang dan membantu orangtua kalian, oke? Nee-san masih ada kerjaan." Ucap Hinata lembut.
"Ha'i! Jaa ne, Hinata Nee-san!" Semua anak-anak itu segera pergi dengan melambai semangat pada Hinata yang juga melambai.Setelah anak-anak itu tidak terlihat, Hinata segera menghampiri Levi.
"Uhm, Heichou!" Panggil Hinata.
"Hn." Gumam Levi.Melihat Hinata yang terasa dekat, jantung Reiner terasa berdetak keras, begitu juga dengan Bertolt.
'Dari jarak dua meter ini, dia terlihat lebih cantik.' batin Reiner merona.
"Aku ingin berbicara sebentar." Ucap Hinata merona karena merasa diperhatikan oleh Reiner dan Bertolt.Tanpa menjawab, Levi langsung melangkah lebih dulu. Namun, bersamaan dengan kepergiannya, matanya yang datar melirik sekilas ke arah Reiner dan Bertolt.
Saat Hinata akan melangkah, suara berat Reiner mengurungkan niatnya sesaat untuk menyusul Levi.
"A-aku Reiner Braun." Gugup Reiner mengulurkan tangannya.
"Hinata, Hinata Hyuga." Hinata membalas uluran tangan Levi.
"Bertolt Hoover, salam kenal Hinata-san." Ucao Bertolt mengulurkan tangannya.
"Senang bertemu denganmu Bertolt-san." Membalas uluran tangan Bertolt.
"Annie Leonhard." Ucap Annie tanpa menatap Hinata yang mengulurkan tangannya.
"Senang bertemu denganmu, Annie-san. Kalau begitu, saya permisi." Ucap Hinata melenggang pergi.
.
.
.
Hinata, Levi, Erwin, dan Hange terlihat duduk di ruangan Erwin.
"Ada apa, Hinata?" Tanya Erwin.
"T-tadi, mereka bertiga itu..." Hinata menggantungkan ucapannya.
"Mereka pasukan pengintai, kau pasti sudah tahu siapa nama mereka. Lalu, apa tujuanmu?" Tanya Levi.
"Aku hanya merasa, aku tidak ingin berdekatan dengan mereka." Jelas Hinata.
"Maksudmu?" Tanya Hange.
"Entahlah, aku merasa gundah." Geleng Hinata.
.
.
.
Di ruangan itu, kini hanya diisi oleh Erwin dan Hinata.Erwin terlihat berdiri bersender di meja kerjanya melihat Hinata yang menatap pemandangan kota dari jendela.
"Apa yang membuatmu khawatir, Hinata?" Tanya Erwin.Hinata berbalik, menatap Erwin yang juga menatapnya.
"Aku- hah... Aku merasa ada aneh, tapi aku tida tahu, Erwin. Aku merasa, aku harus menjaga jarak dari mereka. Perasaanku tidak enak." Ucap Hinata dengan raut mengernyit khawatir.Erwin melangkah mendekati Hinata, kedua tangannya menangkup kedua pipi chubby gadis itu, membuat gadis itu mendongak menatap dirinya.
"Tenanglah, tidak akan terjadi apa pun, Hinata." Ucap Erwin menenangkan Hinata, mengelus pipi chubby Hinata yang kini merona.Erwin menjauhkan tangannya dari pipi Hinata, kini tangan kanannya beralih mengelus kepala gadis itu.
"Bolehkan aku tidak ikut dalam ekspedisi jika mereka ikut?" Tanya Hinata.
"Aku tidak bisa memutuskan sesuatu tanpa berunding terlebih dahulu, terlebih lagi alasanmu kurang tepat untuk membuatmu berada di sini." Jelas Erwin menjauhkan tangannya dari Hinata.
"Hm, aku mengerti. Aku pergi dulu, Erwin." Pamit Hinata.
.
.
.
Malam itu, disaat semua orang berada di kamar mereka masing-masing, berbeda dengan Hinata yang duduk di tangga seorang diri. Ia terlihat tengah melamunkan sesuatu.Angin malam berhembus pelan, membelai kulit dengan lembut.
"Hah... Bagaimana kabar mereka di sana?" Gumamnya menghela napas.Hening kembali mendera, senandung pelan ia gumamkan dari mulutnya.
"Ittsutu muttsu doko ni saku, fukaku fsumotta yuuki no Shita, imawa no fsubomu de hati no matsu, kazoemashou, kazoemashou, hama wo mitsukete kazoemashou." Air matanya mengalir tanpa perintah.Tersentak kaget saat sebuah jeket menyelimuti tubuhnya.
"Heichou?" Panggil Hinata.
"Kenapa di sini dan menangis?" Tanya Levi.
"Ah!" Hinata menghapus air matanya sembari terkekeh.
"Aku hanya teringat dengan Kaa-san." Lirih Hinata.
"Suaramu lumayan." Puji Levi datar.
"T-terima kasih, Heichou." Gugup Hinata tersenyum canggung.
"Aku baru dengar lagu itu." Levi menatap langit malam.
"Itu lagu yang dinyanyikan Kaa-san setiap kali aku akan tidur." Hinata tersenyum lembut menatap langit.
"..."
"Sebaiknya-"
"Apa yang kau bicarakan dengan Erwin?" Levi memotong ucapan Hinata.
"Aku..."
.
.
.
Sebagian pasukan pengintai tengah merawat senjata yang berada di gudang senjata dan sebagian lagi sedang berlatih di lapangan.Hinata, gadis itu duduk di bawah pohon rindang dengan mengenakan kaos violet, berlapis jeket kuning, dan rok cokelat setulang kering.
"Hinata, kenapa kau begitu wajahmu pucat?" Tanya Sasha heran.
"Tidak apa, aku hanya sedang malas untuk melakukan sesuatu." Ucap Hinata tersenyum.
"Sebentar lagi Heichou dan Taichou akan datang melihat latihan kita, mereka akan marah jika melihat pasukannya berleha-leha. Kalau kau sakit, segera beristirahat." Peringat Sasha.
"Tidak, aku akan latihan dengan kalian." Hinata berdiri, berjalan sedikit sempoyongan mendekati pasukan yang lain untuk latihan.
"Uhm... Hinata? Kau yakin baik-baik saja." Tanya Sasha khawatir.
"Ya, aku baik-baik saja." Ucap Hinata mengangguk.
"Ba...iklah?" Ucap Sasha dengan tanya menjauhi Hinata dengan ragu.Levi dan Erwin berjalan di lapangan sembari berbincang ringan mengenai ekspedisi yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini.
Duar!
TBC
Waah! Maaf ya, up nya lama buanget saya🤧
Lagi banyak kerjaan akhir-akhir ini, jadi gak sempat lanjutin ceritanya sesering dulu🥺
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel From God
General Fiction🪄[Discontinued]🪄 Disaat invasi Pain terjadi, Hinata Hyuga merelakan nyawanya demi pujaan hatinya. Namun, saat semua organ tubuhnya terhenti, entah kenapa ia bisa bangun di tempat yang tak ia kenali. Tempat dimana kehidupan barunya dimulai. Hinata...