13

564 64 5
                                    

Gugup mendera diri kala semua pasukan tengah sibuk mempersiapkan diri untuk ekspedisi besok.

Berjengit kaget saat tepukan pelan diterima oleh bahunya.
"Ada apa, Hinata?" Tanya Mikasa.
"Perasaanku tidak enak." Ucap Hinata.
"Tenang saja, semua akan merahasiakannya." Mikasa tersenyum tipis.
"Aku harus menemui Heichou dan Taichou." Ucap Hinata pamit.

Alih-alih menemui Erwin dan Levi, Hinata malah pergi kamarnya, duduk merenung di atas ranjang.

Beberapa saat kemudian, ia menatap seragam pasukan pengintai yang menggantung rapi dinding.
.
.
.
Menjelang pagi, semua pasukan telah siap di atas kuda dengan perlengkapan yang wajib mereka bawa.

Semua terlihat serius mendengar Pixis yang menyampaikan kata penyemangat. Meskipun begitu, masih banyak juga yang merasa takut untuk menghadapi para titan. Tapi, ketakutan mereka kembali sirna saat mereka melakukan hal ini untuk melindungi orang-orang terkasih, terutama anak-anak mereka yang harus hidup menikmati indahnya dunia, walaupun di luar sana begitu mengerikan.

Setelah mendengarkan Pixis, semua pasukan segera keluar dengan kuda mereka dari dalam dinding.

Hampir setengah jam lamanya mereka menunggangi kuda. Reiner yang berada di bagian kiri menatap Hinata yang menunggangi kuda di barisan depan diantara Erwin dan Levi.
"Kenapa kau menatap Hinata bagitu?" Tanya Mikasa tidak suka.

Reiner menoleh ke arah Mikasa yang berada di sebelah kanannya.
"Kenapa Hinata bisa berada di barisan depan?" Bukannya menjawab, Reiner malah balik bertanya.
"Tidak tahu." Ucap Mikasa acuh.

Jean, Eren, Armin, dan Connie menatap interaksi Mikasa dan Reiner dalam diam, hingga akhirnya mereka berpencar.
.
.
.
Delapan asap merah terlihat dari arah berbeda.
"Mereka sudah berhadapan dengan titan." Ucap Levi.
"Byakugan." Gumam Hinata mengaktifkan byakugan-nya.

Levi menembakkan asap merah ke udara saat melihat enam titan dengan berbagai jenis ukuran.

Tanpa perintah, semua langsung melesat terbang menggunakan Manuver Gear milik mereka masing-masing, berbeda dengan Hinata yang masih setia duduk di atas kudanya memperhatikan semua temannya menyerang titan.

Byakugan telah dinonaktifkan olehnya.
.
.
.
Benda tajam Manuver Gear milik Jean menancap tajam ke bahu titan kelas 18 cm.
"Aarrghh!" Teriaknya menyayat dalam leher belakang titan itu.

Melompat turun dan langsung berlari di atas tanah, mengincar titan lain.
"Armin! Di belakangnu!" Teriak Jean.

Armin terbelalak, gemetar melanda tubuh sembari berbalik menatap tangan titan perlahan mendekatinya.

Syuut

Tebasan dalam memotong tangan titan itu hingga darahnya bercucuran.
"Eren!" Teriak Armin saat dirinya dibawa Eren menggunakan Manuver Gear.
"Armin! Berhenti untuk takut!" Teriak Jean.
"Tapi aku-" suaranya yang bergetar terhenti saat mendengar teriakan Eren kembali.
"Jika kau takut! Berdiam dirilah di dalam dinding, sialan!" Teriak Eren melesat pergi dengan Manuver Gear-nya.

Armin mematung dengan mulut bungkam.
"A-aku... Aku tidak akan takut lagi, Eren!" Teriak Armin berlari dan mengincar titan kelas 15 cm yang sedang berusaha dilawan Connie.
.
.
.
Reiner menatap datar dengan amarah saat teman-temannya berakhir di mulut para titan sialan itu.
"Sialan!" Teriak Reiner melesat terbang memotong kedua kaki titan kelas 18 cm.

Titan itu tumbang seketika, berjalan dengan menyeret tubuhnya di atas tanah.

Memutar pedang, dengan dalam menyayat leher belakang titan hingga titan itu tewas dengan asap yang menguat dari tubuhnya.
"Reiner! Dimana Annie?" Tanya Bertolt.
"Apa?" Reiner melihat ke sekeliling, namun tidak melihat Annie sama sekali.
"Sial! Titan itu!" Geram Reiner kembali menyerang titan-titan itu.
.
.
.
Kaki panjang dan besarnya berlari lincah di menapaki tanah. Rambut pirangnya yang sebatas bahu bergoyang setiap ia berlari.

Sorot mata datar terkesan kosong itu menatap lurus.
"Oi! Kenapa bisa titan abnormal itu muncul lagi?!" Teriak Connie yang berdiri di atas pohon menunjuk titan abnormal bergender wanita dengan pedangnya.
"Eren! Sebaiknya kau berhati-hati! Dia pasti akan mengincarmu lagi!" Teriak Mikasa yang baru saja melompat dari atas tubuh titan yang baru ia tumbangkan.

Eren mengepalkan tangannya, matanya tiba-tiba bertatapan dengan mata biru titan itu.
"Eren! Dia ke arahmu!" Teriak Jean melompat menebas leher titan kelas 14 cm.
"Ini bagianku!" Teriak Eren marah, menguji tangannya kuat hingga mengeluarkan darah.

Duaar!

Ledakan hijau kekuningan bersamaan kilatan petir terdengar memekakkan telinga.

Dari dalam asap, suara teriakan bagai auman itu terasa memekakan telinga. Hembusan nafas berasap keluar dari mulutnya yang lebarnya.

Matanya melihat titan wanita yang kini berhenti berlari itu dengan tajam.

Mikasa, Jean, Connie, Sasha, Armin bergerak mundur menjauhi titan Eren dan titan wanita itu.

Titan Eren memasang kuda-kuda siap bertarung, menantang titan wanita yang kini juga menyiapkan kuda-kudanya.

Titan Eren berlari ke arah titan wanita itu, melayangkan tinjunya dan dengan mudah ditahan oleh titan wanita.

Satu pukulan telak yang diberikan titan wanita membuat titan Eren mundur beberapa langkah.

Tidak terima, titan Eren melakukan perlawanan kembali. Tangan kanannya ia layangkan ke rahang titan wanita. Sayangnya, serangan titan Eren berhasil ditangkis kembali.

Titan Eren yang sudah menduga hal itu, segera melayangkan tangan kirinya ke perut titan wanita yang mundur satu langkah.

Kaki panjang titan Eren menendang kuat kepala titan wanita hingga jatuh tersungkur. Menganggap kesempatan emas, titan Eren segera menduduki perut titan wanita, melayangkan pukulan bertubi-tubi pada wajahnya.

Diam tidak membalas, titan wanita itu seolah pasrah dihajar habis-habisan oleh titan Eren, hingga suara auman yang lebih keras dari titan Eren keluar dari mulut titan wanita itu.

Tidak ingin kejadian satu tahun lalu terjadi, titan Eren semakin membabi buta menghajar titan wanita itu agar tidak bisa memanggil para titan ke tempat mereka bertarung.
.
.
.
Rerumputan hijau segar berubah menjadi lautan darah. Tangis jerit penuh rasa sakit memohon ampunan. Pendengaran tidak berfungsi bagi pemangsa. Melahap adalah satu-satunya tujuan pemangsa.

Jantung bertalu tak terkendali, nafas memburu namun tersendat-sendat menyesakkan paru. Tremor terasa mengalir ke seluruh tubuh kala pandang terbelalak melihat darah bagai air pancur.
'K-Kami-sama!' hanya itu yang dapat ia teriakan dalam hati melihat semua temannya melawan titan.
"Hiks... Hinata! Aarrghh! L-lakukan hiks... huaa... sesuatu! Hiks... A-aku tak ingin mati! Tou-sa--" teriakan seorang gadis menyadarkan Hinata setelah gadis itu habis dilahap pemangsa.

Air matanya mengucur deras, membungkam mulut dengan kedua tangannya yang bergetar. Ia takut! Sangat takut sekarang! Ini pilihan sulit untuknya.
"Hinata! Tatakae!" Teriak Mike yang masih sibuk menghindari tangan titan yang mencoba menagkapnya.
"Lakukan sesuatu, Hinata!" Dita Ness ikut menguarkan suara. Pria itu sedikit limbung saat kakinya tertangkap oleh titan, namun Mike langsung melesat cepat menebas pergelangan tangan titan itu, membebaskan Dita dari genggaman keras itu.
"Hinata! Brengsek!" Teriak emosi Darius yang melihat Hinata diam tak berkutik.

Hange yang biasanya tampak semangat, kini mulai menampakkan ekspresi serius dan lelahnya. Mengumpat dalam hati kala titan itu tidak ada habisnya berdatangan menyerang mereka.
"Bajingan!" teriak Hange emosi menebas leher belakang titan kelas 14 cm.
"Hinata! Sadarlah!" Lanjut Hange berteriak terbang ke arah titan lain.

Bruk

Hinata terjatuh dari atas kuda, membuat kuda itu berlari menjauh dari Hinata yang memucat berlinang air mata.

Merasa ada sesuatu di belakangnya, gadis bermata amethyst itu terdiam kaku dengan nafas memburu. Dengan gerak berat, ia menoleh melihat ke belakang dengan tubuh sedikit mengikut.
"A-" Suaranya tercekat melihat titan dalam jarak dua meter.

Wajah menyeramkan dengan seringaian lebar itu terbuka lebar, hingga semua berakhir dalam kedipan mata.


TBC

Angel From GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang