Bagian 4: Bersama - Tumbuh

803 103 0
                                    

"Aku ingin kau menjadi budakku" ucap Sukuna seraya menatap lawan bicaranya dengan eskpresi kemenangan.

(Name) menunjukkan ekspresi tidak percaya. Hanya karna sebuah pallete warna, ia harus mendedikasikan diri sebagai budak dari seorang Ryomen Sukuna. Mohon maaf harga diri (Full Name) terlalu tinggi untuk menjadi seorang budak.

"Aku tidak sudi menjadi budakmu" balas (Name).

Pria itu tersenyum sinis. Ia sudah menduga bahwa (Name) akan menolaknya. Tapi ia sudah tidak punya waktu. Maka dari itu Sukuna menggunakan berbagai cara agar (Name) mau bekerja sama dengannya,

"Terserah kau. Padahal aku ingin memberimu kesempatan untuk memajang karyamu di event mendatang. Jika kau tak sudi, akupun tak memaksa" ucap Sukuna melempar umpan baru.

"Event apa maksudmu?"
"Kau tahu sendiri, aku diundang untuk mengisi event mendatang. Karna aku ingin membuat karya baru, aku membutuhkan pekerja tambahan. Tapi karna kau menolak. Maka aku akan mencari orang lain"

Mendengar penjelasan Sukuna. Tanpa basa basi (Name) menyetujui ajakan pria itu tanpa curiga. Ia berjalan mendekat, menjabat tangan Sukuna dan mengangguk sebagai tanda bahwa perjanjian diterima.

"Kau, jangan tarik ucapanmu itu" ungkap (Name)

"Apa aku terlihat seperti pria yang menjilat ludah sendiri?"

(Name) tersenyum. Ia mempercayai Sukuna. Wanita itu terpikat dengan tawaran yang diberikan. Bagaimanapun kesempatan untuk mengikuti sebuah event bukanlah kesempatan yang muncul tiap tahunnya.

.
.
.

Hari pertama kerjasama telah tiba. Tepat jam 07.00, (Name) terbangun dari tidur panjangnya. Layar smartphone menunjukkan pesan dari Ryomen Sukuna.

_Datang ke toko kain A sekarang_

Isi pesan yang membuat kedua mata kantuk menjadi 100% terbuka secara paksa. Gadis itu berlari menuju kamar mandi, mencuci muka, sikat gigi mode cepat dan segera mengganti pakaian yang sesuai.

Mengenai sarapan? Jangan tanya. Gadis itu tidak punya waktu untuk sarapan, atau ia akan dicap sebagai gadis lelet dan tak bertanggung jawab.

"Bisakah kau mengirim pesan pada malam hari mengenai jadwal hari ini?!" Ucap (Name) sesampainya di lokasi dan melihat Sukuna yang bersantai di kursi duduk.

(Name) terlihat kehabisan nafas. Memang benar lokasi itu dekat dengan rumahnya. Maka dari itu ia memilih untuk berlari daripada menunggu bis dan membuatnya terlambat.

Sukuna dengan santai menyeruput kopi panasnya. Ia menatap (Name) dengan tatapan tak peduli. Bahkan tidak merasa bersalah.

"Jadwal? Kau kira apa harus ku beri jadwal. Cukup turuti apa yang ku minta" balas pria itu seraya membuang gelas kosong.

Mereka memasuki toko kain pertama dan membeli beberapa kain untuk desain pertama. Setelah dari toko kain, Sukuna mengajak (Name) pergi ke toko pernak-pernik. Mereka memilih pernak-pernik yang sesuai dengan desain dan langsung bergegas ke apartemen Sukuna. Ah, lebih tepatnya ruang kerja Sukuna.

"Taruh bahan itu disana" perintah Sukuna pada (Name) yang tengah membawa banyak tas.

Gadis itu mengamati ruang kerja. Terlihat warna abu-abu yang berpadu dengan cat putih mengias dinding ruangan. Meja yang berserakan serta manekin-manekin yang berjejer. Di ujung ruangan ada beberapa desain baju yang sudah jadi. Karya itu adalah karya pertama Sukuna yang membuat namanya melejit. Bisa dibilang mereka adalah anak spesial Sukuna.

"Ternyata kau tidak menjualnya" ucap (Name) seraya menatap karya pertama Sukuna.

Pria itu mengganti pakaiannya, melepas blazer tebal dan berganti kaos oversize berwarna putih. Ia membalas ucapan (Name) setelah selesai berganti, "Oh, itu karya pertama, aku tetap menjualnya tapi bukan yang pertama"

A Message (Sukuna x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang