Bagian 1 : Bertemu - Tertarik

3.2K 180 0
                                    

Apa yang orang pandang pada orang yang dikelilingi kilatan kamera, dikejar oleh ribuan wartawan, dicari oleh ratusan pengusaha, dan dihujani oleh uang yang melimpah? Namamu tersebar di berbagai majalah, terpampang di papan iklan atau bahkan menjadi ikon di bidang yang kau gasak.

Kehidupanmu tidak lepas dari perhatian orang-orang. Ada yang bilang kau adalah anak ajaib yang memiliki bakat dari lahir, atau anak yang beruntung karena Tuhan memberikan takdir baik. 

Orang-orang membutuhkan bagianmu yang baik, dan memaksamu tuk selalu baik. Hingga kau tak mendapatkan warna yang menarik lagi dari dunia terang.

Dengan mudahnya, akses dunia kau dapat dari nama yang kau sandang, baik akses dunia yang terang benderang, hingga ujung lorong yang gelap tanpa sedikitpun cahaya di dalamnya.

Kesenangan dari tekanan dunia yang memaksamu untuk tampil sebagai bagian dari dirimu yang terbaik adalah menuju ke gorong-gorong kotor yang tak pernah disentuh matahari.

"Ara-ara seorang desainer terkenal datang. Halo tuan Ryomen Sukuna, ada yang bisa aku bantu, wahai pelanggan VIPku?" Ucap pemilik bar menyambut kedatangan sang desainer terkenal, Ryomen Sukuna.

Setiap tengah malam yang gelap, sepi serta membosankan, pria itu pergi mencari hiburan. Wanita, musik yang mendorong kita untuk menari, minuman beralkohol adalah hiburan duniawi yang sangat menyenangkan. Itulah yang dipikirkan Sukuna di kala ia tengah jenuh dengan kehidupannya.

Sukuna selalu menyewa ruangan khusus untuknya, untuk meminum arak, menggoda semua wanita cantik dan menikmati tarian ataupun nyanyian merdu dari mereka. Hingga fajar tiba, pria itu baru saja kembali ke dunia asalnya. Bersama dengan ratusan jarum, tumpukan kain yang berserakan, serta manekin-manekin yang memajang gaun rancangan.

Saat ini dia dalam masa kehilangan gairah untuk berkarya. Padahal event besar akan dilaksanakan dalam waktu yang singkat. Clubbing tidak membantunya menyelesaikan masalah, tapi mengajaknya kabur sementara hingga membuatnya semakin sakit kepala.

Sinar mentari menembus tirai yang menutup ruang tidurnya. Kamar yang dilengkapi dengan ranjang king size, potret Sukuna dan almari besar yang menyimpan pakaian nampak gelap namun remang remang cahaya membuat garis-garis horizontal. Pria itu membaringkan tubuhnya di atas kasur, membaca pesan yang masuk di ponsel tanpa membalasnya. Hingga ia berhenti pada pesan yang dikirim oleh salah satu profesor dari kampusnya, Gojo Satoru.

_Datanglah ke kampus. Ada yang ingin aku bicarakan tentang event_

Gojo Satoru

.
.
.

Langit nampak cerah dengan warna biru terang berhias awan putih layaknya kumpulan permen kapas. Udara terasa sejuk, serta matahari tak begitu terik dan hangat.

Suasana kampus yang ramai, dipenuhi suara-suara dari profesor yang mengajar, mahasiswa yang presentasi, obrolan ringan, ataupun bunyi langkah kaki akibat sepatu yang bergesekan dengan lantai.

Langkah Sukuna terdengar tegas melewati lorong. Pria itu mengenakan blazer kemeja merah marron dengan 2 kancing paling atas terlepas. Celana kain berwarna hitam menempel sesuai dengan kaki jenjangnya, dilengkapi sepatu kulit yang menambah aura maskulinnya. Pria itu baru saja menemui Prof. Gojo di ruangan. Namun, sang pemberi undangan tak terlihat di segala sudut mata memandang.

Sang Desainer menghabiskan waktu untuk mengelilingi kampus. Langkah kakinya terhenti pada satu kelas, yang menunjukkan pemandangan manekin berbalut baju aneh dan wanita berambut hitam panjang berada di sisi manekin.

Sukuna tertarik. Tanpa mengetuk, ia membuka pintu dan memasuki kelas. Kedatangannya membuat semua orang bungkam. Langkah kaki yang menggema menambah rasa canggung di segala sudut ruangan. Pria itu tak menggubris dan duduk di salah satu kursi kosong yang ada di depan.

Wanita yang sedang berbicara itu terdiam. Ia menatap tidak percaya pada pria yang baru saja memasuki kelasnya. Desainer terkenal, Ryomen Sukuna.

"Mengapa kau diam? Bukankah seharusnya kau jelaskan apa yang telah kau buat itu? Cepat jelaskan." Ungkap Sukuna seraya menyilangkan kakinya.

Wanita itu mengedipkan mata berkali-kali tanda kebingungan. Profesor berdehem agar menyadarkannya.

"Ah, ya-
Baik, saya ulangi,
Saya (Full Name),-"

(Name) menjalaskan begitu detail, suara yang menggema di seluruh ruangan, serta nada yang begitu semangatnya. Ia memaparkan dengan tatapan mata yang begitu percaya diri.

Senyum?
Ah iya, wanita itu tersenyum layaknya bayi. Terlalu polos. Ekspresi itu membuat Sukuna menunjukkan senyum miring. Ia menatap tajam sang mangsa dan mulai memancing seperti hobi yang selama ini ia selami.

"Kau, apa yang membuatmu yakin karyamu ini bagus?" Potong Sukuna.

(Name) terkejut. Ekspresinya sungguh menggemaskan. Kedipan mata berulang, bibir yang sedikit menganga, dan kedua alis yang mengangkat.

Ia menghembuskan nafas dengan pelan, dan menjawab, "Karyaku sesuai dengan tema yang telah ditetapkan profesor, serta nilai yang bisa aku sampaikan dengan baik-"

"Hah?!" Sukuna bangkit dari duduknya. Pri itu berjalan mendekati sang wanita dan menghapus jarak antara keduanya,

"Karyamu takkan pernah pantas untuk dipajang. Lihatlah tabrakan warna itu, pola yang beserakan, serta polosnya dirimu tergambar jelas dari baju yang kau buat. Jangan ikuti aturan. Ikuti apa yang sebenarnya ingin kau buat"

Pria itu meninggalkan kelas, seraya menyebutkan bahwa kelas itu membosankan. Profesor yang mengajar hanya bisa terdiam membisu. Sedangkan mahasiswa lain? Seperti biasa berbisik dan bergosip.

(Name) yang mendapat cambukan itu terdiam mematung sejenak. Kemudian ia meminta izin kepada profesornya untuk keluar. Wanita itu mengejar Sukuna yang sudah agak jauh di lorong kampus.

.
.
.

Lorong terasa begitu sepi nan mencekam. Dada (Name) terasa lebih sesak. Apakah kadar oksigen yang menurun? Atau karna ia benar-benar kalut terhadap ucapan dari Sukuna?

Wanita itu tidak tahu. Dia hanya ingin meneriakkan apa yang menurutnya membuat dada sesak. Sesuatu yang harus disampaikan.

"Ryomen Sukuna!" Teriak (Name) tanpa menyebutkan tanda hormat apapun.

(Name) berjalan pelan mendekati Sukuna. Ekspresinya saat ini datar. Iya menyembunyikan amarahnya dan melontarkan dalam ucapan yang sangat tajam,

"Terima kasih atas kritikannya, itu memberiku kemudahan untuk bergerak maju, wahai desainer tak bermoral" ucap (Name) tepat di sisi kanan pria itu berdiri.

Sebelum benar-benar kembali ke kelas, (Name) berhenti tanpa menghadap sang pria bertato. Ia kembali menyampaikan kritikan mengenai nilai yang ditunjukan dalam desain baju yang Sukuna buat,

"Ah satu hal lagi. Nilai yang kau sampaikan dari desain bajumu itu hanyalah kesombongan, kesendirian dan amarah. Maka dari itu kau tidak pantas mengomentari nilai yang ingin disampaikan seseorang.. Aah aku hanya melakukan apa yang telah kau sarankan"

Sukuna tersenyum dan tertawa dengan keras. Tawa itu membuat (Name) sedikit terkejut dan berbalik arah menghadap si pria aneh itu.

Pria bertato mengambil nafas dengan kasar. Ia menatap balik (Name) yang saat ini menatap aneh dirinya,

Sukuna membisik pada telingan (Name), "Kau (Full Name)... Kau menarik"
Ucap Sukuna seraya tersenyum sinis.

Tanpa mendengarkan ucapan pria itu, (Name) langsung melangkahkan kaki menuju kelas. Ia mendecih kesal karna berhadapan dengan pria aneh seperti Sukuna.

.
.
.
To be continued...
Jangan lupa vote dan komentarnya

A Message (Sukuna x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang