Bagian 6: Tumbuh rasa - Cemburu

924 103 3
                                    

Sebelum berani mencium tengkuk itu, dada Sukuna sesak. Bagaimana bisa budak yang ia siksa, memperdulikan pria yang tak pernah sekalipun baik padanya?

"Bagaimana jika kau terluka?"
"Bagaimana jika kau tidak bisa mengikuti event?"
"Dadaku sesak memikirkan itu Sukuna"

Kalimat yang tak pernah pria itu dapatkan sepanjang hidupnya membuat tubuh bergerak dengan sendirinya.

Tanpa sadar pria itu mendekap gadis yang baru saja membentaknya. Mengunci dengan lengan kanan, menyentuh lembut jemari yang semalam ia paksa bekerja keras, dan menghirup aroma manis disekitar tengkuk basah akibat berlarian.

_"Aah, tidak! Aku menyukai aromanya"_

Sukuna masih terkurung dalam pikiran. Membiarkan nafsu yang selama ini ia simpan mengambil alih dirinya. Aroma gadis itu menambah keinginan tuk menjadikannya sebagai "miliknya". Pria itu mencium tengkuk yang basah dengan bibir lembut.

Satu kecupan...
Dua kecupan yang semakin dalam
Dan kecupan ketiga yang meninggalkan jejak.

Sukuna menjadi tuli. Selama ia masih dalam keinginan yang tak terkendali, ia tak pernah mengindahkan panggilan (Name) yang mencoba menghentikannya.

"Su-Sukuna?"

Suara (Name) melembut. Sukuna menyembunyikan muka dan mempererat dekapan. Pria itu sadar kembali. Ia tahu apa yang baru saja ia lakukan. Namun ia tak bisa menghentikan dorongan dalam dirinya yang semakin besar.

"Diamlah," balas Sukuna.

Jam berdetik menggema memenuhi kesunyian. Angin berhembus pelan dari jendela yang dibuka. Gorden hitam pun melambai lembut. Suasananya begitu hening.

(Name) tenggelam dalam pikiran. Muka menampakkan warna semerah tomat. Ia mencoba mengendalikan pikiran dan detakan jantung.

Ia begitu marah, sangat marah pada pria yang baru saja mempermainkannya. Namun dengan mudahnya ia tak lagi membencinya.

Tubuh itu tidak pernah disentuh oleh pria. Ia begitu sensitif dan mudah bereaksi. Seperti halnya jemari memanas setelah kecupan yang tak bermakna. Detak jantung yang meningkat tak karuan, pipi yang merona dan suara yang pecah.

(Name) memilih untuk berdiam diri. Membiarkan pria itu tetap mendekapnya dalam erat. Sampai ia kembali dalam pikiran yang semestinya.

Memarahinya takkan mencairkan suasana. Atau bahkan memperkeruh suasana yang terasa sangat ambigu ini. 

Gadis itu menatap Sukuna,
_"Apakah dia kelelahan?"_ batin (Name) seraya menghembuskan nafas kasar.

Entah kenapa pikiran baik itu muncul. Hati (Name) mengalah. Ia memilih untuk mengikuti alur yang telah terbentuk. Sekali-kali baik pada iblis tidak masalah, bukan?

(Name) melonggarkan dekapan Sukuna dan membalikkan badan. Ia tatap rambut acak-acakan dan kulit yang semakin pucat.  Tanpa beban, jemari itu meraih helaian rambut. Merapikannya pada posisi yang tepat.

"Aku akan membuatkan kopi" ucap (Name) meninggalkan ruangan.

Kala itu mereka membiarkan waktu mengalir dengan tenang, tanpa pekerjaan, tanpa kebisingan, tanpa ada tekanan dalam otak. Menikmati angin yang berhembus, suara jam yang berdetik, dan keheningan yang menenangkan. Tanpa mereka sadari, kedua mata tertutup membawa keduanya pergi ke dunia mimpi nan indah.

.
.
.

Langit menampakkan bintang yang bertabur bersinar melawan kegelapan malam. Bersamaan dengan angin yang menghembuskan udara dingin, menusuk hingga ke tulang. Mata yang sedari tadi tertutup mulai membuka, menunjukan iris merah menyala.

A Message (Sukuna x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang