Bab 9: Pemahaman-Bersatu

666 100 2
                                    

Mendung terpanggil, menintikkan air hujan yang mengembun dan mengumpul membentuk awan abu kehitaman. (Name) menatap jendela yang menunjukkan pemandangan langit gelap dan badai. Terlihat tenang dan damai, namun tidak dalam pikirannya yang penuh akan rasa khawatir karna ia meninggalkan tanggung jawab.

Di tempat lain, nampak Shoko tertawa hingga kedua mata mengumpulkan air mata di ujung. Ia membuat pelanggan bar lain menatapnya dan pria yang ada dihadapannya, siapa lagi kalau bukan Sukuna.

"Apa kau bercanda? Bagaimana bisa pria brengsek sepertimu tertarik pada wanita seperti bocah itu?"

Sukuna memutar bola mata, mencoba mengabaikan ocehan Shoko dan meminum segelas bir yang tersaji. Pria itu menghela nafas sebelum membalas ucapan Shoko.

Melihat respon yang tak biasa, wanita itu memanggil Sukuna, "Hei, jika kau memang menyukainya mengapa kau tidak menjadikan wanita itu jadi milikmu?"

"Hah? Apa maksudmu? Dia sudah menjadi milikku."

"Kau kira dia paham dengan tingkah bodohmu itu?" Balas Shoko mendengar apa yang baru saja Sukuna katakan. Ia menekan kening yang sakit akibat temannya itu.

"Maksudku ungkapkan apa yang kau rasakan. Kau membuatnya memendam perasaan hingga membuatnya tumbang. Bagaimanapun wanita itu terlalu rapuh untuk dirimu yang tak karuan"

Sukuna mengerti, pria itu memahami kalimat yang diucapkan oleh Shoko. Ia tak pernah memikirkan hal seperti ini sebelumnya. Karna pada dasarnya Sukuna sudah menjunjukkan pada (Name) bahwa wanita itu miliknya. Benar begitu, bukan?

.
.
.

Pintu yang sedari tadi tertutup itu membuka, menampakkan pria berkaos putih dengan celana pendek selutut serta rambut basah acak-acakan.

Selama 3 jam (Name) duduk di ranjang seraya menatap jendela. Ia tak mau tidur ataupun bangkit dari posisinya. Karna ia merasa bersalah untuk bergerak satu sentipun.

"Ano- Sukuna, maafkan a-"

Sukuna menghela nafas, membuat (Name) tak menyelesaikan kalimat yang ingin ia ucapkan.

Pria itu melangkahkan kaki, menunjukkan senyum khasnya dan menampakkan aura berbeda, "Wakrunya makan, Babe?"

Apa lagi kalau bukan mode flirty.

"Hhmm, aku bisa makan sendiri, letakkan saja"

Pria itu menuruti ucapan (Name) ia meletakkan makanan itu di meja laci samping kasur. Sedangkan dirinya sendiri duduk di pinggir kasur. Ia tatap sekejap wanita yang tak seceria biasanya.

"Ada apa Sukuna?"

Jemari itu tak bisa terdiam, ia menyentuh dahi yang masih terlihat pucat. Kedua kulit beda tubuh itu bersentuhan, mengirim temperatur dari satu sisi ke sisi yang lain.

Hangat, dan lembut...
Dingin dan kasar...

Hanya 3 detik sebelum (Name) menciptakan jarak antara keduanya.

Kedua pipi (Name) memerah, matanya berkedip tanda kepolosan. Wanita itu sudah tidak bisa lagi untuk menyembunyikan rasa malunya. Dan itu membuat Sukuna dalam kesulitan.

"Bisakah kau tidak memancingku dengan sikapmu itu? Aku bukan tipe orang yang suka berdiam diri ketika digoda, (Name)"

Wanita itu mengalihkan pembicaraan, ia tidak mau dimakan mentah-mentah atau membiarkan suasana aneh yang diciptakan Sukuna. "Sukuna, aku sudah baikan. Apa yang bisa ku bantu untuk persiapan?"

Kedua alis Sukuna berkerut. Ia nampak tidak suka dengan kalimat yang baru saja dilontarkan oleh (Name).

"Apa maksudmu?"

Melihat Sukuna yang semakin menunjukkan ketidaksukaannya, wanita itu berusaha menjelaskan apa yang ia inginkan. Ia juga ingin mencarikan kembali suasana yang lebih tenang dan nyaman.

"Bu-bukan begitu, maksudku-"

(Name) meremas selimut dengan kedua tangannya. Ia tak bisa merangkai kata-kata yang lebih tepat untuk menggabarkan keinginannya.

Pria yang dimaksud mengamati tingkah laku lawan bicaranya. Ia tahu bahwa (Name) mencoba mengucapkan sesuatu, yang pada akhirnya membuat rasa ingin tahu memancing bibir tuk berbicara.

"Apa? Apa yang kau inginkan sebenarnya? Jika kau tidak mengucapkan apapun aku pergi" ucap Sukuna sedikit menaikkan nada bicaranya, sekedar memancing (Name). Pria itu melangkah pergi dari ruangan. Ia hendak memutar knop pintu.

Namun, pada akhirnya bibir (Name) bergerak,

"Aku-
Aku tidak ingin kau meninggalkanku"

"Hah?"

"Sukuna, jika event ini berakhir apa kau akan membuangku?"

Sukuna terdiam,
Mencerna dengan seksama apa yang baru saja ia dengar. Setahu dia, bocah bernama (Full Name) adalah wanita tak tahu diri yang selalu berani melawan Ryomen Sukuna, berkata kasar dan memiliki harga diri terlalu tinggi sebagai seorang wanita. Namun konteks yang dibacarakan kali ini berbeda. Wanita yang selama ini dipandang bocah oleh pria itu, menunjukkan sisi lainnya. Pria itu semakin tertarik untuk mendekapnya.

"Kau sangat hebat dalam mendesain pakaian. Aku sangat suka itu. Aku ingin terus belajar darimu. Mungkin saja kau memerlukan seorang asisten di event event selanjutnya. Jadi, daripada kamu mencari lagi, bagaimana kalau kita memperpanjang perjanjian kerjasama ini?"

(Name) mencoba menatap Sukuna setelah menyelesaikan kata-katanya. Namun, bagi (Name) tatapan Sukuna nampak bingung dan tidak suka. Pria itu berjalan mendekati ranjang.

(Name) mengalihkan pandangan, mencoba menjelaskan kembali apa benefit yang akan Sukuna dapat jika ia mau menjadikan (Name) sebagai asistennya selama beberapa waktu ke depan.

Sukuna mencapai tepi ranjang, namun gadis itu belum berhenti untuk menjelaskan benefitnya. Masih berbicara tanpa memandang pria itu dengan suara patah-patah kegugupan dan raut muka yang penuh ketakutan.

Pria itu meraih rahang (Name), memaksa sang insan menatap kedua manik merahnya, membuat kedua bibir membungkam ketakutan akan ditolak, membuat kedipan kedipan bingung bercampur terintimidasi.

"Sukuna, maksudku-"

Kedua mata kecoklatan itu melebar. Respon yang wajar ketika bibir dibungkam oleh sesuatu yang lembut dan basah. Nafas kedua insan itu bertemu menyebarkan temperatur yang berbeda sehingga menambah rasa sensitif pada saraf.

(Name) merasakan getaran aneh dalam dada. Tanpa sadar jemari kiri bertautan dengan kelima jari panjang dan kuat milik Sukuna. Tanpa sadar wanita itu berada di bawah kendali Sukuna. Tanpa sadar pula wanita itu menutup mata.

Decakan tercipta antar kedua bibir yang bertemu. Desahan mengikuti beriringan dengan setiap gerak. Kedua mata tertutup oleh kelopak, membiarkan saraf terfokus pada kecupan lembut dan lumatan yang penuh akan paksaan.

Sesak
dan panas

Sukuna melepas tautan, membiarkan saliva membentuk benang tipis yang akhirnya terputus.

Kedua manik merah itu nampak sayu. Bersama dengan raut muka yang kemerahan, deru nafas yang keburu-buru dan juga bibir ranum yang terlihat basah dan menggoda.

"Jadi, apa kau paham tentang apa yang baru saja terjadi?" Ucap Sukuna seraya membelai lembut pipi (Name), menghilangkan beberapa helai rambut yang berserakan, serta menyapu lembut bibir tipis yang kemerahan akibat perbuatannya.

"Apakah-"
"Iya, aku menyukaimu, (Name) dan kau bebas untuk melakukan apapun yang kau mau denganku, termasuk menjadi asisten ataupun hanya sekedar menyusun manik-manik itu"
.
.
.
To be continued

Waaahhh...
Akhirnya update...
Terima kasih banyak kepada semuanya yang setia menunggu cerita ini.

Jujurly penulis belum pernah tahu rasanya ditembak. Bahkan membaca wattpad, manga, novel dll pun tidak membantuku untuk menciptakan momen bagus ini. Disitulah penulis merasa sedih...

Semoga kalian tetap suka dengan chapter ini... Jangan lupa vote dan komentarnya...

A Message (Sukuna x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang