Waktu bagaikan air sungai yang mengalir menghabiskan hari dalam dalam bulan, batas waktu yang diberikan akhirnya berakhir.
Kebahagiaan menyelimuti kesedihan yang mulai menyeruak, menghabiskan setiap pergerakan menjadi kenangan.
Daphne melihat dari jendela orang - orang sibuk berlalu - lalang membawa barang, Khalista dengan senyum manisnya telah kembali dari liburan membawakan beberapa hadiah yang dikirim dari berbagai kediaman.
"Nona, apa anda merasa gugup?" marchioness Lance menggodanya sekarang, menaruh beberapa gaun yang akan dipakai.
"Sangat gugup, sampai aku tidak bisa bernafas dengan baik" balik membalas.
Marchioness seketika tertawa, "Nona, anda pandai bercanda" ucapnya.
Daphne hanya tersenyum, "karna terdapat 5 pria aneh dirumah kami"
"Nona...." Khalista mendekatinya, membisikan sesuatu yang seketika membuat Daphne tersenyum senang.
"Setelah gaunnya dipakai, kalian bisa beristirahat sebentar"
"Baik nona..."
Beberapa pelayan mulai meninggalkannya, tersisa Marchioness dan Khalista yang sedang menyuruh seseorang untuk masuk.
"Kaesan......" Memeluk secara tiba - tiba tamu yang datang, mengejutkan Marchioness.
"Kau masih anak kecil usil yang kukenal" Mengusap lembut rambut Daphne.
Tubuhnya yang menawan, memakai setelan Tuxedo berwarna hitam. Rambut peraknya tertata rapih, wajah tampan yang tersenyum lembut kearah pengantin wanita membuat siapa pun akan berpikir bahwa mereka akan menjadi pasangan yang luar biasa.
"Kau seharusnya menikahiku" guman Daphne, menyeruakan isi hatinya mengheningkan seketika ruangan.
Kaesan tersenyum, kembali memeluk teman kecilnya itu. "Dikehidupan yang lain aku akan menikahimu"
"Mungkin saat itu aku sudah lupa"
"Itu jahat, apa kau benar - benar akan menikah?"
"Tidak, aku sedang bermain peran"
Tawa Kaesan terdengar, memeluk Daphne, "aku merindukanmu"
"Kau baru mengatakannya setelah aku akan menikah? Itu menjengkelkan"
"Apa kau tidak merindukanku?"
"Sangat tidak...." Daphne hampir saja menangis, memukul - mukul dada Kaesan. Pria dihadapannya ini, Daphne hanya ingin menikah dengannya karna dia lebih tau siapa Kaesan dibanding calon suaminya sekarang.
"Apa tuan putriku menangis?"
"Tidak...."
"Baiklah, jadilah gadis yang sangat cantik hari ini aku akan menunggu diluar"
Seperti yang dikatakannya, Kaesan menunggu diluar walaupun Daphne menyuruhnya untuk tetap berada didalam. Marchioness yang menyaksikan kisah cinta mendadak tadi hanya diam mematung, "Nona, disini terlalu banyak mata dan telinga" ucapnya mengingatkan.
"Benar, tapi aku percaya mata dan telinga dibelakangku sekarang lebih bisa menyaringnya"
Kaesan Nikolas Melium, teman masa kecil Daphne. Anak dari count Melium, rumah berdekatan dan jarak usia yang hanya selisih 1 tahun menjadikan mereka akrab. Orang - orang berpikir mereka akan menjadi pasangan yang sempurna jika bersama tapi itu hanya tinggal harapan saat keputusan Kaesan yang begitu tidak memungkinkan.
"Wah....nona sangat cantik" Puji Khalista, pelayan lain juga mengangguk menyetujui.
"Saya juga sangat bersyukur karna Marchioness bisa membantu" menghapus air matanya.
"Bisakah kami masuk" suara dari luar mengejutkan mereka, Daphne tahu mereka pasti keempat kakaknya.
"Baiklah semua, karna persiapan sudah selesai kalian bisa keluar" Marchioness mengajak pelayan lainnya untuk keluar dari kamar, "Selamat atas pernikahan anda nona" ucap mereka serentak, menunduk sopan.
"Terima kasih atas bantuan kalian" balas Daphne.
Setelah para pelayan keluar, tersisa Khalista disampingnya bersama keempat kakaknya yang tidak lupa membawa Kaesan bersama mereka.
"Adikkkuu....sangat cantikk"
"apa ini benar Daph kita"
Pujian yang terus dilontarkan, terkadang terjadi sedikit adu mulut yang tak ada habisnya terjadi. "Jangan menganggu adik kalian" pasangan Duke masuk kedalam, sepertinya mereka melarikan diri dari para tamu - tamu.
"Kita harus mengabadikan moment indah hari ini" Matthew sudah menyuruh seorang pelukis datang.
"Kakak memang selalu bisa diandalkan" Puji Dave menarik lengan Kaesan, "Kau harus ikut, bukankah kita keluarga?" Menahannya agar tidak pergi.
"Tidak - tidak ini....."
"Sudahlah nak, kau harus ikut" Duchess menghentikan penolakan yang akan dilontarkan Kaesan.
Mereka yang tersenyum bahagia hari ini terekam jelas dalam sebuah lukisan, menjadi sebuah kenangan melepaskan putri tersayang untuk pergi menikah.
"Selamat atas pernikahanmu putri kami tersayang, walaupun memang dia bukan cinta yang kau inginkan dan kami tidak bisa menghentikannya kami tetap berharap kebahagian akan selalu menyertai seperti saat kau dilahirkan didunia ini"
Sekarang giliran keempat kakaknya yang mengerumungi Daphne, "adikku yang tercinta, selamat berbahagia walaupun kau sekarang sudah menikah ingat keempat kakakmu ini selalu ada untukmu dan jika grand duke berbuat kasar katakan kepada kami"
Daphne tersenyum, secara bergiliran memeluk kakaknya satu - persatu. " aku sangat menyayangi kalian dan terimakasih sudah menjadi kakak yang baik untuk Daphne"
"Papa, bisakah kami yang terlebih dahulu membawa Daphne" pinta Matthew.
Acaranya akan segera dilaksanakan, tapi keempat pria itu seakan tidak bisa melepaskan adik kesayangan mereka. Earl menyanggupi keinginan anak laki - lakinya, sedangkan Agatha sejak tadi tidak bisa menahan tangisnya. "Sudah, kau akan terlihat semakin tua nanti" Menenangkan istrinya itu.
"Itu terdengar menjengkelkan tapi aku akan membiarnya untuk hari ini" Balas Agatha mencoba mengusap air matanya.
Pernikahan digelar bukan di kediaman Helios, tapi diadakan di istana Kerajaan. Ballroom Quert yang tidak pernah dibuka untuk umum dan terakhir digunakan saat pernikahan Raja sekarang, menjadi saksi pernikahan Daphne.
Pengantin wanita yang didampingi Ayahnya, menarik semua perhatian. Renda tipis yang menutupi wajahnya masih memperlihatkan secara kasat akan kecantikannya.
"Apa itu grand duke?" Tanya Daphne disela - sela perjalanan mereka.
Earl mengangguk, "dia memang terlihat dingin, mungkin sedikit kasar tetapi Papa tau dia orang yang bertanggung jawab dan akan melindungi keluarganya"
Grand Duke dengan stelan tuxedo putihnya berdiri ditengah altar, menanti pengantinnya. Garis rahang tegas, sorot mata yang tajam. Menerima uluran tangan Daphne yang diserahkan Duke, acara pemberkatan berlalu dengan damai.
Musik - musik yang dimainkan mengalir indah mengisi kekosongan, Grand duke yang mulai membuka penutup wajah Daphne. "Kita tidak perlu melakukan itu" Tangan Daphne refleks langsung mendorong.
Pria itu tidak mendengarkannya,,,,,,,,
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,__________,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duchess
RomancePernikahan didasarkan pada hubungan politik pasti tidak akan pernah bahagia, itulah yang dipikirkan Daphne sampai pada akhirnya ia melayangkan keinginan bercerai dari suami yang baru saja ditemuinya, tapi yang didapatnya bukan surat cerai melainkan...