Odensel

1.5K 114 1
                                    

Hampir satu bulan sejak hari pernikahan, Daphne tinggal di Odensel kediaman grand duke di ibukota . Walaupun grand duke adalah adik dari Raja sekarang tetapi ia memilih untuk tinggal di luar istana.

Odensel memiliki taman yang cukup indah dengan bukit dibelakangnya yang jika berjalan naik dimalam hari maka pemandangan ibukota akan terlihat jelas, alasan lain yang membuatnya tidak ingin tinggal di istana karna Daphne tidak suka bergaul dengan bangsawan lain apalagi jika Ratu mengadakan pesta teh maka dia selalu diharuskan hadir.

"Kau akan pergi besok?" Daphne melupakan keberadaan lawan bicaranya.

Dia menggangguk, lagi pula jika Daphne terus berada di ibukota rumor lain akan tersebar. Duke yang memilih berperang dibanding menghabiskan malam dengan istrinya atau pun duchess yang tidak mau mengunjungi duchy.

"Disana terlalu dingin" guman lawan bicaranya itu.

Daphne tertawa mendengarnya, "apa kau menghawatirkanku?"

"Tidak, hanya saja kami takut tubuh nona yang dikenal lemah ini langsung mati"

"Astaga, perkataan Phil semakin jahat"

Phil menyunggingkan senyumnya, "kami akan menjaga Thaumasion, sampai nona bisa kembali"

Sekarang giliran Daphne yang menarik nafas kasar, "Perjalanan yang sulit apa aku bisa kembali?"

"Tentu bisa, pemimpin kami tidak selemah itukan?" Cibirnya, Phil yang mulai meninggalkan tehnya berjalan menuju jendela. "Sampai bertemu lagi , DU-CHESS..." akhir kata yang penuh penekanan.

Daphne ikut berjalan menuju jendela, taman yang luas menghadap kamarnya. Ratu sebelumnya memang sangat menyukai taman ini sehingga sampai beliau wafat, Ratu sekarang pun masih rajin merawatnya. "selamat tinggal udara yang hangat"

Besok waktu keberangkatan sudah ditentukan, Daphne sedikit gugup dan juga merindukan keluarganya. Biasanya keempat kakaknya sering berkunjung maka sekarang dia akan benar - benar sendirian.

Disekitaran area taman terlihat gadis kecil yang berjalan bersama pelayan, dia Rea. Bagaimana Daphne mendefinisikan tentang keberadaannya, anak itu mungkin sekarang juga adalah anaknya, ya walaupun mereka sama sekali jarang berpapasan maupun mengobrol.

Seperti ayahnya, anak itu tidak menyukai Daphne. Entah apa yang dipikirkan anak sekecil itu, Daphne juga tidak memperdulikannya.

"Nona....ada seorang tamu datang" Kalista, masuk kedalam kamar ikut memperhatikan apa yang dilihat nonanya dari tadi.

"Siapa?"

"Duke dan duchess" antusias Kalista, Daphne yang mendengar itu langsung meminta untuk menganti pakaiannya.

Kedatangan kedua orang tuanya, mereka yang datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu. "Mama....Papa..." langsung memeluk kedua orang tuanya itu.

"Eeii...kau bukan anak kecil lagi" guman Duchess tidak menolak sikap ke kanak-kanakan putrinya.

"Papa sangat merindukanmu"

"Aku lebih merindukkanmu Papa" Jawab Daphne.

Kedua orang tuanya akan menemani sampai waktu keberangkatan di pagi hari, itu pun atas rujukan putrinya jika tidak mereka sudah tinggal di mansion Helios di ibukota. Matthew menyusul dan memastikan keberangkatan adiknya tidak akan ada masalah, mengingat dalam perjalanan ini sedikit berbeda bagi Daphne membuat keluarganya menjadi resah.

"Hati - hati...dan kirim surat saat kau sampai disana" Matthew yang tidak ada hentinya berpesan.

"iyah kakak"

"Jangan tunjukan apa yang tidak semestinya ditunjukkan, jika putriku tidak betah pulanglah kau masih Helios dan putri kesayangan Papa" Sekarang giliran Papanya yang tak bisa melepaskannya.

Keluarga yang membuat siapa pun akan iri ketika melihatnya, "Jagalah sikapmu nanti Daph, tidak ada yang mengomelimu lagi" air mata Agatha sudah tidak tertahan, membuat Earl lamgsung mencoba menenangkannya.

"Hati - hati juga di jalan tuan putri" giliran Rea yang sudah duduk didalam kereta mendapat salam perpisahan, namun seperti biasa anak itu akan cuek dan diam tanpa membalas.

"Kami akan berangkat sekarang, byee...Mamaa aku akan sangat merindukkan suaramu" Daphne melambaikan tangan.

Kereta mulai berjalan keluar area mansion, menuju jalanan utama keluar dari kota. Seluit keluarganya semakin tertinggal, seketika Daphne merasakan kehampaan apalagi sekadang dia duduk bersebelahan, menghadap Rea yang sedang menatap kelain arah.

Daphne tidak membencinya ataupun merasa tersaingi lagipula dia tidak mempunyai hubungan yang cukup special dengan grande duke, pernikahan diatas kertas tanpa cinta jadi mengapa harus merisaukan apa yang sudah ada. Keberadaan Rea tidak akan ada yang memaksanya untuk melahirkan keturunan, sungguh sebuah keuntungan yang tak terduga.

"Putri, bisakah anda sedikit lebih sopan kepada keluarga saya. Walaupun memang anda menganggap saya seorang yang asing setidaknya bersikap sopan, tentu itu sudah diajarkan guru tatakrama"

Rea menatap Daphne, ini pembicaraan pertama mereka. Yang akan melalui hari dalam satu ruangan sama.

"Seperti seorang pelayan, aku hanya mencoba bertahan hidup dalam batas waktu tertentu jadi mari kita bersikap akur" Pinta Daphne serius.

Daphne yang tidak pandai berbicara dengan anak kecil, dia sekarang seperti layaknya seorang penjual yang sedang meminta kesepakatan.

Rea yang menatapnya acuh, Daphne sudah malas berbasa - basi memilih membaca buku yang sebelumnya sudah disiapkan.

Atmosfer kecanggungan yang tidak pernah berhenti sampai mereka memasuki wilayah Grand Duke,
permukaan tanah yang sudah tertutup salju. Saraf - saraf Daphne kesakitan karna terlalu lama duduk dan udara dingin yang semakin menusuk membuatnya tak bisa mengeluarkan suara sedikit pun.

"Nona...anda baik - baik saya?" Daphne menyuruh Khalista duduk disampingnya karena kecanggungan diantara mereka.

"Aku baik - baik saja" guman Daphne, menenangkan Khalista.

"Berapa lama lagi kita akan sampai?" Khalista yang bertanya kesalah satu kesatria.

"Malam ini kita akan sampai"

Perjalanan ini memang sedikit memakan waktu, beristirahat di Penginapan ataupun Daphne yang menyuruh para pengawal maupun pelayan lebih banyak berhenti.

"Aku baik - baik saja, berikan selimut kepadanya"

Rea yang sedang tertidur, tidak sedikitpun terbangun dengan guncangan yang dihasilkan kereta saat mengenai jalan berkerikil. "Aku tidak tahu isi hatinya tapi dia terlihat dewasa diusianya" guman Daphne mencoba ikut memejamkan matanya.

Rasa dingin yang menusuk, Daphne juga harus mempersiapkan diri bertemu dengan grand duke.

-------'''"""--''-'------'''''''-----------

The DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang