26. Terkuaknya Misteri

21 0 0
                                    

Author POV

Kedua bola mata dengan iris berwarna biru itu mengerjap pelan lalu menyipit kala cahaya lampu menyilaukan matanya.

Tasya heran biasanya sebelum tidur, ia selalu mematikan lampu namun kali ini mengapa ia bangun dengan lampu menyala?

Kamarnya juga terlihat berbeda, sejak kapan sebuah gitar menjadi salah satu barang di kamarnya?

Lalu mengapa ada banyak boneka di ranjangnya?

"Ini kan kamar Gina"

Tasya menepuk keningnya ketika mengingat ia berada di kamar adiknya setelah melihat pemilik kamar yang tertidur di sampingnya.

"Malu-maluin dah gue nangis depan Gina" Ringisnya setelah mengingat sebelum tidur ia menangis di pelukan saudara perempuannya itu. Tasya berlalu menghampiri cermin yang menempel langsung dengan lemari pakaian Gina.

"Yaampun... ini mata habis diserang sekumpulan tawon atau gimana? Bangkak banget dah"

Tasya menyentuh matanya yang sebenarnya tidak bengkak-bengkak amat, hanya bengkak sedikit tapi Tasya yang jarang melihat kedua matanya begitu, merasa itu sudah sangat parah.

Tak mau keadaan matanya dilihat orang lain dalam kondisi begitu dan akan menimbulkan tanya anggota keluarganya terutama sang Ayah. Tasya pun turun ke lantai bawah menuju dapur.

"Sepi banget deh, macam hati" Katanya mencoba menghibur diri dan mengalihkan pikirannya yang sudah memikirkan adegan film horor seperti ada kepala di dalam kulkas saat ia membuka kulkas atau mbak kunti yang memainkan piano hitam milik Gina yang baru saja ia lewati.

"Kenapa gue harus nangis gara-gara orang brengsek macam dia sih?"

"Percuma tahu gak Sya, air mata lo"

"Sialan emang Rian. Sialan"

"Kalau dia gak suka sama gue kenapa dia dekatin gue?"

"Apa dia cuma main-main? Oke, kalau begitu gue akan main-main juga sama dia. Jangan harap gue tertipu untuk kedua kalinya"

Tasya terus saja berbicara sendiri sambil mengompres matanya. TV yang dinyalakannya ia abaikan saja. Umpatan serta cacian terus saja mengalir deras di mulutnya untuk Rian.

"Terus apa coba maksudnya balikan sama Alya? Bukannya dia dulu putusin Alya gara-gara taruhan?"

"Alya juga kenapa mau-mau aja balikan sama buaya ciliwung macam Rian?!"

Bantal sofa dijadikan pelampiasan oleh Tasya. Sudah berapa kali bantal yang berada dipangkuannya itu mendapatkan pukulan serta remasan oleh Tasya bahkan ia melempar empat bantal sofa kesembarang arah. Tak peduli ruang tengah rumahnya menjadi berantakan.

Tak lama, air matanya kembali turun. Membuatnya terisak pelan. Sadar bahwa tangisannya bisa membangunkan yang lain, Tasya membungkam mulut.

"Udah Sya, kenapa harus nangis lagi sih?!" Decaknya frustasi. Melempar kapas yang menutupi kedua matanya.

"Benar kata Ariana Grande, Pain is just a consequence of love" Kekehnya menyertakan  lirik lagu Ariana Grande yang berjudul My Everything.

"Tapi disini cuma gue yang falling in love sedangkan dia?" Tasya menggeleng, air matanya kembali turun "cuma flirting flirting dan setelah gue baper dia balikan lagi sama mantannya, wow! Emang brengsek ya lo Ri"

Selesai mengompres matanya yang tak ada gunanya karena ia kembali menangis, Tasya mematikan TV yang sedari tadi tak ia tonton. Lalu berjalan menuju kamarnya.

"Apa lagi Mas?!"

Reflesk Tasya berhenti saat ia melewati kamar orang tuanya dan mendengar suara mamanya yang terdengar marah. Penasaran, Tasya mendekat. Menempelkan kupingnya di pintu kamar orang tuanya apalagi saat namanya disebut-sebut.

Nona Judes! ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang