Prolog

855 33 0
                                    

Suara sirine meraung kencang bersumber dari mobil polisi memekakkan telinga. Lampu merah yang sering di taruh di kepala mobil berputar kelap kelip bersama sama memblokir pintu masuk utama di depan hotel mewah bertemakan hutan memang tujuan awalnya demi menawarkan ketenangan untuk para tamu elit mereka. Di malam itu, di kaki bukit yang tentram, di bawah langit biru hitam tak berbintang, keadaan begitu kacau oleh aksi penggeledahan pesta besar para artis dan eksekutif. Sebagian dari mereka di borgol, dikawal masuk ke dalam mobil untuk pemeriksaan lebih lanjut. Sebagian lagi masih mengangkat tangan di lokasi pesta menahan tetes keringat yang enggan menyembunyikan diri. Pasrah saja ketika setiap kantong yang menempel di tubuh mereka di rogoh seakan seluruh insan disana diam diam menyembunyikan benda terlarang berbentuk serbuk semacamnya, dan memang benar adanya.

Salah seorang polisi puas ketika menarik kantong plastik kecil terlipat penuh berisikan tepung putih menggumpal entah sudah plastik yang keberapa. Tersenyum penuh kemenangan saat mangsanya meronta berusaha meyakinkan bungkus tersebut bukanlah miliknya. Mengeluarkan borgol mengikat kedua tangan yang diturunkan, menepuk pundak cukup keras hingga terdengar bunyi nyaring hasil perbenturan telapak tangan dan kain. Mendorong pergi, mengantar menemui nasib seperti yang telah dibawa.

Nampaknya tidak hanya di kalangan artis yang senang menyisip tepung putih di saku mereka, para eksekutif sendiri tak lebih baik dan sama sama terekam paparazzi. Mencoreng nama baik pemberi nafkah mereka, memberikan sumber pemasukan tambahan untuk rekan media karena besok pagi para warganet pasti akan memantengi setiap layar yang mereka punya untuk menggali informasi lebih dalam terkait masalah ini. Menulis komentar sembarangan meramaikan tautan, membuat jejak tersendiri yang selalu saja muncul meski sudah berusaha diredam. Membuat para pekerja lapisan bawah ngedumel sangkin lelahnya tak kunjung berhasil membentengi reputasi perusahaan mereka sepenuhnya... biasalah drama salah salahan antara atasan dan bawahan, apalagi jika ketemu atasan yang tidak pengertian. Kalian pasti tahu kalau sudah masuk dunia kerja.

Akan tetapi di tengah kekacauan yang sedang terjadi, di waktu yang bisa dibilang hampir beriringan. Di salah satu kamar tamu eksklusif, suara desahan saling mengejar bersama suara getaran mesin kurang dari lima puluh Hz mengisi udara dalam ruangan gelap hanya ber penerangan dari sinar rembulan menembus kaca besar dari teras. Berperabot penuh aksen rotan hingga ke kamar mandi. Di dominasi warna putih dan gading di percantik warna hijau dari tanaman hias sana sini kebanyakan tanaman monstera. Dua wanita di atas ranjang berukuran super tengah memuaskan hasrat primitif mereka dengan alat bantu mirip alat kebanggan para pria. Salah satu dari mereka adalah penunggang. Berambut madu asli dari lahir. Bermata abu abu bersemburat kuning, bertirai lebat dengan lipatan ganda. Bibir busurnya mengembang dikala pinggulnya bergoyang maju dan mundur. Mengejek selera penata rambut tunggangannya.

"Penata rambut mu sungguh buruk." Dengan aksen yang jelas datang dari daratan Eropa sana. Menyelipkan sebelah tangan ke sela sela rambut tunggangannya, menjambak pelan hingga berdiri masih dengan lutut menopang tubuh. "Rambut pirang terang dengan alis hitam... kau bukan Billie Eilish."

"Diam." Yang ditunggangi melingkari leher wanita berambut madu itu dengan jemari di kedua tangan saling mengait satu sama lain. Menekan punuk disana merapatkan jarak diantar wajah mereka. "Lakukan saja dengan benar." Mendaratkan kecupan ringan di bibir.

Nafas tersengal sengal semakin kencang terdengar saat perintah disambut baik. Wanita berambut madu itu menghirup aroma dari tengkuk dengan hidungnya yang berbatang besar. Meningkatkan rasa haus akan desahan mendamba meski udara di sekitar mereka sudah terasa lembab. Ia melepaskan jambakannya beralih pada sentuhan di paha bagian dalam. Naik keatas melewati otot otot perut yang tegang setiap kali teman main bergetarnya masuk lebih dalam menyentuh titik kenikmatan. Hingga tiba pada leher jenjang tempat ia masih menaruh lubang hidungnya. Ia mencekik pelan dan tangannya yang masih kosong melingkar di dada. Menangkup sebelah daging menggumpal tersebut menahan dentuman yang semakin cepat hingga pekikan keluar dan tubuh yang dipeluknya erat bergidik hebat menahan gejolak dari liang di sana. "Kita belum selesai." Di berikanlah gigitan kecil pada daun telinga mempertegas suaranya yang parau. Perlahan mengeluarkan batang kemaluan yang masih bergetar dan air mengalir turun membanjiri sprei. Seulas seringai puas menghiasi bibirnya begitu pula dengan alis lurus tebal yang kini melengkung ke atas pada bagian dalam. Oops! Baterai mainan mereka habis. Ia beranjak mendekati meja disamping kasur, mengganti batang kemaluan yang lain untuk babak berikutnya. Dan paha bagian dalamnya diusap.

Adorable Bottom CEO [Mature]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang