Chapter XII ; Phrase.

1.7K 166 18
                                    

Berlin, Juni 2012

"Ayah, cepatlah. Ayo berkeliling" Panggil bocah usia 10 tahun bersurai legam.

"Kau harus belajar bersabar Megumi"

"Ya terserah"

Anak dan Ayah itu mulai melajukan mobilnya menuju alun-alun kota Berlin. Sore itu sangat ramai, orang berdesak-desakan hanya untuk sekedar mengantri makanan.

Toji yang sedang memegangi dua cup minuman dingin, tanpa sengaja menyenggol orang lain dan menumpahkan sedikit kopinya di baju orang itu.

"Maaf" Ucapnya sembari menyodorkan beberapa lembar tissu.

"Tidak-" Keduanya mematung "Toji?"

"Ryomen?" Siapa yang menyangka akan bertemu disini.

"Lama tak bertemu, Bagaimana kabarmu?" Toji memeluk wanita itu.

"Aku baik, kau?"

"Aku juga, ayo duduk"

Setelah berbincang beberapa tentang masa lalu, Toji mengalihkan pandangannya kearah pria bersurai pink di sebelah ryomen.

"Ah, ini anakku. Ryomen Sukuna"

"Hai Sukuna, berapa usiamu?"

Bukannya menjawab, anak itu bahkan tak menoleh pada si pelempar pertanyaan. Matanya hanya memandang keluar jendela sembari menopang dagu.

"Oi, kalau ditanya jawab" Ryomen menepis kepala bagian belakang anaknya.

"Berisik, kau bisa menebak sendiri" Jawabnya dengan nada kasar.

Megumi yang sedari tadi memandang Sukuna, bergidik ngeri. Pasti anak itu adalah preman, lihat saja wajah sangarnya. "Jangan memarahi ayahku atau ku pukul kau" Ancam Megumi sembari melemparkan tatapan tajamnya kearah sukuna.

"Bocah kecil sepertimu tidak perlu ikut campur" Sukuna mendecih

Megumi langsung membuang wajahnya, ia selalu saja dianggap anak kecil. padahal usia 10 tahun tidaklah serendah itu.

Ryomen tertawa renyah "Maafkan sukuna, dia memang seperti itu"

"Santai saja, ia pasti sedang masa pubertasnya" Toji ikut tertawa, ia malah senang melihat ryomen yang sudah sembuh.

"Ayah aku akan membeli barang disana" Megumi menunjuk sebuah toko yang menjual barang antik

"Tidak boleh! Kau harus menunggu"

"Aku sudah besar, kau tau"

"Tetap saja, aku tak mau kau terluka"

"Yang benar saja"

Ryomen yang sedari tadi mendengar pembicaraan mereka berdua, menawarkan saran. "Bagaimana jika Sukuna menemanimu ke toko itu?" Ia tersenyum ke arah Megumi.

"Hah? Aku tidak ma-"

"Sudahlah, kau hanya perlu menemaninya"

"Tap-"

"Shut"

Sukuna akhirnya hanya pasrah dengan perintah ibunya yang seenaknya.

"Oh ide yang bagus"

"Tapi ayah-"

"Kalau tidak mau ditemani, kau tak boleh pergi"

Yang benar saja? kenapa harus ditemani oleh preman ini?, Megumi menghela nafas berat. Yasudahlah, dari pada ia tak di perbolehkan.

"Kalau lama, aku tinggal" Sukuna berjalan dibelakang Megumi.

"Bahkan aku belum sampai di tokonya" Megumi berdecak, dasar tidak sabaran.

Roommate, Sukufushi. ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang