"Aku memang berhak mencintaimu, tapi aku tidak berhak menyuruhmu mencintaiku balik."
Aisha Gantara Aileen
"Kenapa sifat kamu yang terus berubah-ubah membuatku selalu berharap sama kamu, Aksa? Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Apa kamu ingin aku terus tersiksa dalam hubungan yang tidak jelas kepastiannya?"
"Kamu tau Aksa? Kamu itu semakin aku sayang semakin kejam. Namun, terlalu sulit untuk aku lepaskan. Jika memang kamu benar-benar tidak mencintaiku, kenapa kamu mengurungku di dalam penjara harapan? Seolah-olah kamu akan memberikan kepastian padaku. Meskipun nyatanya itu hanyalah fiksi belaka. Apa kamu tidak memikirkan bagaimana hancurnya perasaanku?"
Gadis berbalut baju piyama hitam itu terus bergelut dengan pikirannya sendiri. Andaikan saja waktu dapat berputar kembali dan tidak bertemu Aksalan, pasti perasaannya tidak sehancur sekarang.
Keadaan yang sudah terjadi tidak bisa diubah, kecuali diperbaiki kembali di masa yang akan datang. Begitu juga dengan perasaan, ketika sudah hancur lebur. Tak ada seorang pun yang dapat mengembalikannya seperti semula.
"AISHA!"
Suara teriakan begitu menggema dari lantai bawah terdengar jelas di pendengarannya Aisha, siapa lagi kalau bukan Adytama. Dengan cepat gadis itu berlari turun untuk menghampiri ayahnya.
"Tadi kamu ngapain aja, hah?! Sudah jam segini belum masak? Merasa jadi Nyonya kamu di rumah ini, hah?! Duduk-duduk santai tanpa ngerjain apa-apa!"
"Aisha pikir Ayah nggak makan di rumah malam ini, jadi Aisha nggak masak," tuturnya lembut, tangan mungilnya terus meremas ujung bajunya. Mata indahnya sama sekali tidak berani menatap Adytama yang menatapnya dengan penuh amarah.
"Jadi, kamu berharap saya tidak pulang?! Dan kamu dengan enaknya tidur sepanjang waktu dan nggak usah ngerjain pekerjaan rumah! Emang anak tidak tau diuntung, sudah dibesarkan dari kecil! Pas besar malah nggak tau diri!"
"Bukan begitu maksudnya Aisha ...."
Pria itu bahkan tidak membiarkan Aisha melanjutkan ucapannya, tangannya begitu ringan melayang di pipinya gadis itu. Rasanya begitu sakit, tapi apa boleh buat? Dia juga tidak mungkin melawan ayahnya sendiri.
"Sekarang lakukan semua pekerjaan rumah sampai selesai, jika tidak. Maka kamu tidak boleh tidur sebelum pekerjaan rumah selesai."
"Tapi ini sudah larut malam, Yah. Sudah jam dua belas, Aisha mau tidur," cicitnya pelan.
"APA KAMU TULI TIDAK BISA MENDENGARKAN UCAPAN SAYA?! APA PERLU SAYA MENGULANGINYA LAGI UNTUK KEDUA KALINYA?!"
"T--tidak, Ayah."
Setelah Adytama menghilang dari hadapan Aisha, gadis itu pun langsung melakukan pekerjaan rumah dari mengepel, menyapu, cuci piring, bahkan banyak lainnya. Sehingga menghabiskan waktu dua jam lebih.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul dua malam, Aisha masih membersihkan debu di atas rak buku. Matanya sesekali terpejam menahan kantuknya yang sudah mulai menyerang.
"Akhirnya selesai juga," ucapnya pelan, sebelum melangkah pergi menuju kamar untuk membaringkan tubuhnya yang butuh istirahat.
Waktu berputar begitu cepat, malam sudah berganti pagi. Sang tata surya sudah menampakkan dirinya dari ufuk timur, gadis cantik itu masih saja terlelap tidur dengan mimpi indahnya. Padahal jam dinding sudah menunjukkan setengah tujuh lebih.
"AISHA!"
"Ke mana anak pembawa sial itu? Apa dia masih tidur dengan jam segini?"
Mau tidak mau Adytama menghampiri di mana kamar Aisha berada. Dibukanya pintu dan terlihatlah Aisha sedang tidur dengan memeluk bantal guling.

KAMU SEDANG MEMBACA
Moonless Night
Random"Lo cantik, tapi sayangnya lo itu anak seorang pelacur!" Aisha gadis yang lahir tanpa adanya sebuah ikatan halal, yang menjadikannya ketergantungan dalam semua hal. Banyak yang tidak menyukainya hanya karna Aisha dianggap sebagai anak haram. Diasi...