CHAPTER 03

434 25 0
                                    

”Jika keluarga adalah rumah pertama, dan sahabat rumah kedua. Lantas, di manakah aku harus mencari agar bisa mendapatkan keduanya?”

               Aisha Gantara Aileen

”Malam Minggu depan pesta ulang tahunnya Dena, lo pasti ikut ’kan?” Ilona melirik gadis yang duduk di sampingnya.

”Aku nggak bisa, Ilona. Kamu tau sendiri ayahku pasti nggak ngijinin aku keluar,” jawabnya lembut, Aisha melirik sekilas Ilona. Kemudian, ia meminum jusnya kembali.

”Gue nggak mau tau, pokoknya lo harus ikut!” tegas Ilona.

”Aku tetap nggak bisa, kamu tau sendiri bagaimana ayahku.” Ulangnya kembali.

”Kalau lo nggak datang, gue nggak mau temenan sama lo lagi! Ya udah, sekarang lo boleh pergi dari hadapan gue.”

Bagaimana bisa orang seperti Ilona disebut teman? Bukankah seorang teman itu tidak pernah memaksa kehendaknya sekalipun dia mau. Teman sejati ialah yang selalu bisa menghargai dan menghormati keputusan temannya.

”Iya-iya, aku ikut. Tapi aku gak punya gaunnya buat datang ke sana, jadi aku harus bagaimana?”

Ya, Aisha memang tidak pernah membelikan baju mewah. Lebih tepatnya ia tidak pernah diberikan uang oleh Adytama untuk dirinya membelikan baju yang bagus.

”Masalah gaun lo tenang aja, gue punya gaun di rumah yang baru aja kemarin gue beli. Ntar gue kasih pinjam buat lo, deh.”

Ilona tersenyum, akhirnya ia bisa membujuk Aisha untuk datang ke pesta bersamanya. Setelah berbincang-bincang beberapa saat, mereka pun kembali makanan yang dipesannya.

Malam yang ditunggu-tunggu oleh Ilona telah tiba, Aisha sekarang berada di rumah Ilona. Sebenarnya Aisha pergi tidak meminta izin kepada Adytama. Toh, ia juga tahu kalau dirinya tidak akan diizinkan untuk keluar rumah apalagi malam.

”Ilona, gaunnya terlalu terbuka. Aku malu memakainya, aku pakai gaun yang lain aja, ya?”

”Ngapain malu. Nyokap lo aja yang dibooking Kakek-kakek ngak malu tuh. Lagi pula, lo itu juga ngak ada harganya di depan mata orang-orang!”

Terlalu menyakitkan saat diartikan, bahkan Ilona tidak berpikir dulu sebelum ia berbicara. Dan juga tidak peduli sekalipun Aisha terluka dengan perkataannya.

”Kata-katamu ituloh, terlalu menyakitkan,” tuturnya pelan, ia menggenggam erat gaun yang dikasih Ilona kepadanya. Hatinya bagaikan tergores sayatan silet, perlahan tapi mematikan. Sakit? Sudah pasti.

”Gue ngomong juga kenyataan kali, ngapain juga lo harus sakit hati. Santai aja kali lo, sana lo cepat ganti.”

”Aku pakai gaun ini aja, yang ini terlalu terbuka. Aku kurang nyaman sama pakaian kurang bahan.” Aisha mengambil gaun di atas sofa berwarna putih. Lalu, meletakkan kembali gaun yang dikasih Ilona.

”Nggak! Gue nggak suka liat lo pakai gaun yang putih ini, masak iya, sih, lo harus pakai gaun yang sama warna sama gue. Ntar dikira kita Kakak Adek lagi, ogah gue dikira jadi saudara lo.”

Lagi dan lagi perkataan Ilona begitu menusuk tajam jantung Aisha, gadis itu hanya bisa menghela nafas panjang saat mendengar ucapannya yang begitu menyakiti hatinya.

”Jangan buang-buang waktu, nanti kita telat. sekarang cepat ganti!” Ilona mendorong sedikit tubuh Aisha menjauh darinya.

”T--tapi ....” Ucapan Aisha langsung dipotong oleh Ilona.

”Nggak ada tapi-tapian!” tegasnya.

Mau tidak mau Aisha harus menggunakan gaun yang dikasih Ilona, gaun itu benar-benar sangat terbuka. Dengan mudahnya Ilona memaksakan Aisha memakai gaun itu, sedangkan dirinya menggunakan gaun tertutup. Tak pantas untuk disebut teman!

Moonless Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang