CHAPTER 08

320 14 1
                                    

”Pilihlah dia (sahabat) yang selalu ada untukmu, yang mengerti perasaanmu, yang memberikanmu pelukan dan memberikanmu tempat untuk bersandar.”

Elano Reyfan Angkasa

”Lo ngapain telpon gue, bangsat?! Pacar bukan, teman juga bukan!” bentak Elano saat mengangkat telepon.

’Gue bestie lo, babi! Makanya kalau angkat telpon itu dilihat dulu, jangan asal angkat! Emosi gue lama-lama!’ Alana yang tak mau kalah pun ikut membentak Elano.

Eh, Al. Gue kira tadi siapa yang telpon gue, makanya gue marah-marah. Emangnya ada apa lo telpon gue?” Suara yang tadinya naik seratus delapan puluh derajat, kini turun drastis.

”Gue lagi pengen lonte, lo pasti mau kabulin permintaan itu demi gue kan?” tanya Alana yang mulai serius di seberang sana.

Ekspresi Elano langsung berubah drastis, ia bingung dengan permintaannya Alana. Sebenarnya apa yang dimaksud gadis itu?

”A--apa? Gue nggak salah dengarkan?” tanyanya kembali memastikan apakah dia salah dengar.

”Iya, lo bener kok. Gue lagi pengen lonte,” jawab Alana santai.

Apa-apaan ini? Bisa-bisanya gadis itu meminta lonte kepada seorang Elano yang masih perjaka ting ting. Senakal-nakalnya dia, bahkan ia belum pernah menginjakkan kakinya ke tempat kotor itu. Tidak sama seperti pemuda umumnya.

”Maaf, Al. Gue nggak mau. Gue nggak mau perawan yang suci ini yang sudah gue jaga tujuh belas ratus tahun hilang gara-gara permintaan aneh lo.” Selama mereka bersahabat, baru kali ini ia menolak permintaannya Alana. Biasanya, dia selalu menurutinya sekalipun itu permintaan konyol dan lain sejenisnya.

”Kebalik goblok! Mana ada laki-laki perawan! Maksudnya gue bukan lonte yang ada di pikiran lo, tapi lonte yang ada di pinggir jalan itu.”

”Sama aja.”

”Buka WA lo sekarang!”

Elano hanya menurut permintaannya Alana, dibukanya aplikasi berwarna hijau itu lalu dilihatlah apa yang dikirim sama gadis itu. Bisa-bisanya gadis itu membuatnya menjadi bingung.

”Oalah, gue kira lonte yang itu. Ternyata lontong sate toh. Misalnya kalau gue nggak dapat itu lonte gimana?”

”Ya cari sampai dapatlah, emang Lo mau cacing di perut gue ileran gara-gara keinginannya nggak dituruti?”

Nggak juga, sih. Ya udah deh, gue cari sampai ketemu,” ucap Elano dengan polosnya.

Lo emang sahabat gue paling the best dah.”

Elano masih berdiam diri di tempatnya, dia bingung ke mana harus dicari lonte tersebut. Tak mau ambil pusing, akhirnya dia memilih untuk ketemu Kenzie dan Kenzoe untuk menanyakan masalah itu. Kemudian, ia pun pergi menuju di mana mereka berada.

”Gue pengen tanya sesuatu, nih. Kalau lonte itu dijualnya di mana, ya? Soalnya gue pengen beli,” tanyanya langsung pada intinya.

”HAH?!” Ucapannya Elano membuat mata mereka melotot tak percaya. Pasalnya, pria itu tidak pernah menanyakan hal begituan kepada mereka berdua.

”Jawabnya jangan lama-lama dong, gue harus beli secepatnya. Apalagi itu permintaan Alana yang lagi ngidam, ntar kalau anaknya ileran ini semua gara-gara kalian berdua.”

”APA?!” Lagi dan lagi mereka terkejut, sungguh Elano membuat mereka gila gara-gara ucapannya. Sedangkan Elano, pria itu masih serius dengan Ucapannya.

”Kalian nggak sayang sama gue apa? Kalau gue ngak bisa ketemu bahkan beli itu lonte, gue nggak diijinin pulang ke rumah sama Alana. Bisa jadi malam ini gue harus tidur di luar.”

Moonless Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang