CHAPTER 11

336 15 0
                                    

"Rasa itu perlahan hilang, lebih tepatnya hancur. Dihancurkan oleh harapan dan rasa kecewa. Namun, dikuatkan oleh rasa cinta."

Aisha Gantara Aileen

"Aku akan berjalan ke samping satu langkah, agar kamu bisa melangkah bersamaku. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu apa pun yang terjadi di masa depan, karena aku mencintaimu karena hatimu bukan fisikmu, keadaanmu, ataupun masalah yang kamu alami."

"Aku juga tau, aku tidak sempurna seperti orang lain. Tapi, percayalah akan aku buktikan kalau semua yang aku katakan itu benar. Bukan hanya sekedar ucapan."

"Tidak akan ada yang bisa memisahkan kita kecuali maut yang menghadang. Aku mencintaimu sekarang dan selamanya. Aku mohon percayalah padaku."

Lelaki itu terus saja mengatakan apa yang ia rasakan, menatap gadis di depannya dengan penuh harap. Tangan kekarnya menggenggam tangan kecil milik gadisnya yang cantik.

"Bagaimana jika suatu saat nanti kamu berubah? Dan semua ucapanmu itu hanyalah kebohongan," ucapnya pelan, senyuman indah terus saja terukir di bibirnya.

"Tidak akan! Aku tidak akan berubah sampai kapan pun itu!" tegasnya pria itu.

"Aku tidak bisa mengatakan iya tidak juga bisa mengatakan tidak. Karena manusia sifatnya berubah-ubah, mungkin sekarang kamu mengatakan tidak, tapi ke depannya bisa terjadi iya."

"Aku sangat yakin kalau aku tidak akan pernah berubah."

"Kamu tau nggak, kenapa pelangi datang setelah hujan? Kenapa tidak setelah mendung?"

"Karena keindahan selalu datang diakhir, kalau datang diawal itu ujian pendaftaran," jelasnya.

"Bagaimana jika hubungan kita suatu hari nanti kandas, apa yang akan kamu lakukan?"

"Kamu harus yakin sama aku, kalau hubungan kita tidak akan hancur dan juga tidak akan aku biarkan hancur begitu aja."

"Kunci langgengnya sebuah hubungan adalah percaya, jadi kita harus saling percaya satu sama lain. Jika terjadinya kesalahpahaman kita harus selesaikan dengan kepala dingin."

Mereka berdua duduk yang tak jauh dari bibir pantai sambil menikmati indahnya alam, angin yang bertiup kencang membuat rambut gadis itu menutupi wajah cantiknya. Dengan penuh perhatian, Aksa menyibak rambut Aisha ke belakang telinga agar ia bisa melihat terus wajah kekasihnya yang begitu indah di pandang.

"Kenapa kamu terus menatapku? Apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Aisha yang sudah malu karena terus ditatap oleh Aksa.

"Ada," jawabnya pelan.

"Apa?"

"Ada rasa cinta yang begitu besar terpancarkan di mata indahmu."

Pipi gadis itu memerah bak kepiting rebus, menahan malu akibat gombalan Aksa. Denyut jantungnya berdetak kencang, dengan cepat gadis itu mengalihkan pandangannya ke depan.

"Sayang, kamu tau nggak aku rela di penjara?"

"Kenapa? Padahal dipenjara itukan nggak enak."

"Aku rela dipenjara asalkan kasusnya atas pelanggaran mencintaimu."

"Aksa!" Aisha mendorong sedikit tubuh pria itu ke samping, Aksa tidak tahu apa kalau sekarang Aisha lagi menahan malu.

"Pipi kamu kok merah? Kamu pakai blush-on ya?"

"Hah?! Mana? Aku nggak pakai blush-on kok." Tangan Aisha dengan cepat memegang pipinya.

Moonless Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang