CHAPTER 06

369 18 0
                                    

”Hadiah teristimewa dalam hidupku adalah sahabat, dan kini aku sudah mendapatkannya yaitu kamu.”

Alana Adellia Keysha

”Jangan-jangan lo suka, ya, sama gue?” Tebak gadis itu sambil menatap seorang laki-laki di sampingnya.

”Ya kali, gue suka sama cewek modelan triplek kayak lo! Ogah gue! Gue sukanya yang seksi,” ucap pemuda itu dengan tersenyum simpul.

”Anjing! Lo itu sebelum katain gue seharusnya ngaca dulu! Apa perlu gue beliin lo kaca yang besar biar bisa ngaca? Muka lo jelek kayak tiang telkom aja bangga. Orang gue cantik, seksi juga toh buktinya banyak cowok antrian di belakang gue.”

”Katanya cantik, habis diputusin sama mantan lo kok masih jomblo sampai sekarang? Nggak laku, ya?” Gelak tawa pria itu membuat gadis cantik tersebut geram.

”Bangsat lo! Emang lo udah laku? Lo aja dari dulu sampai sekarang nggak pernah pacaran, jangan-jangan tebakan gue benar. Kalau lo itu sebenarnya suka sama gue.”

”Gue sumpahin kalau gue rela jadi ayam geprek dari pada harus suka sama cewek kek lo! Lo tuduh gue kek gitu, jangan-jangan lo yang punya rasa sama gue. Ngaku nggak lo?”

”Gue yang geprek baru tau rasa lo!  Tenang aja, tipe cowok idaman gue itu bukan sembarangan orang. Jauh beda sama lo kayak langit dan bumi,” tuturnya diikuti senyuman kecilnya.

Alana dan Elano adalah sepasang sahabat yang sudah mengenal satu sama lain sejak kecil. Tak heran juga jika mereka berdua ke mana-mana itu selalu berdua, bahkan banyak orang di luar sana mengira kalau mereka mirip sepasang kekasih.

Sahabat sejati adalah ia yang selalu ada dalam suka maupun duka, yang selalu hadir saat dibutuhkan. Tidak pernah perhitungan dalam segala hal dan menerima segala kekurangan.

”El, si kembar ke mana, sih? Dari tadi nggak nongol-nongol. Apa mereka nyasar ya, nggak tau jalan menuju kantin itu di mana?”

”Nyasar pala lo! Bentar lagi juga nongol, lo kayak nggak tau mereka aja. Suka ngilang sekali nongol kayak hantu.”

Seperti biasanya, setiap jam istirahat mereka selalu berkumpul di kantin untuk makan bersama. Mata Alana sesekali menatap ke arah luar untuk memastikan si kembar sudah datang apa belum. Setelah sekian lama menunggu, yang ditunggu-tunggu akhirnya telah tiba.

”Lo itu bisa nggak, nggak usah buat kita nunggu lo setiap hari di kantin.” Alana mengomel bukannya satu kali bahkan berkali-kali.

”Yaelah, Al. Cuma nunggu doang, nggak usah ngomel-ngomel kali. Santai aja,” tutur Kenzie, kemudian beralih duduk di sampingnya Elano.

”Bagaimana dengan PR matematika yang dikasih sama Pak Andan kemarin, udah selesai belum lo pada?” tanya Kenzoe saudara kembarnya Kenzie.

”Kalau gue mah, ya, jelas belumlah. Lagian itu bapak-bapak kalau kasih soal nggak tanggung-tanggung, mana tiga puluh soal lagi. Dia pikir kita ini Mislav Predavec apa, seorang profesor matematika dari Kroasia yang dikatakan memiliki skor IQ 190. Yang bisa mikir cepat plus pintar.” Jelas Elano panjang lebar.

”Kalau lo?” Kenzoe menanyakan kepada Alana.

”Gue? Ya, kali gue kerjain PR matematika. Kasian kali dia dikerjain mulu, apalagi nggak salah apa-apa. Itu pelajaran bikin gue pusing, misalnya soalnya satu jawabannya beranak. Mana anak-anaknya yatim pula nggak ada bapaknya. Dari sekian banyaknya mata pelajaran gue paling benci pelajaran, fisika, kimia, matematika, apalagi kenanya di hari yang bersamaan. Definisi stres tambah stres.”

Semua mata pelajaran yang disebut Alana memanglah sangat susah kecuali bagi orang-orang yang pintar. Setiap kali dikasih PR Alana pasti tidak mengerjakannya.

Moonless Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang