bab 9 mantap jiwew

61 16 124
                                    


Langkah demi langkah menapak jalan, suara piringan hitam di salah satu kios terdengar samar-samar, walau tak begitu ramai pasar ini tidaklah sesunyi itu.

Dewi mengikuti langkah pemuda yang berjalan di depannya itu, sesekali pemuda itu melihat ke belakang memastikan bahwa Dewi di sana. Ingin sekali Dewa untuk berjalan beriringan, tapi mengingat saat terakhir kali ia berada jarak yang cukup dekat dengan gadis itu, ia merasakan Dewi tak nyaman, jadi opsi dengan berjalan di depan dan melangkah pelan adalah opsi paling aman.

"Lo gak masuk?" tanya Dewa memecahkan keheningan, ia berjalan amat pelan dengan menolehkan kepalanya ke arah Dewi yang ada di belakang.

"Masuk kok, tapi nanti kelasnya siang, pagi ini kosong," jelas Dewi.

Dewa manggut-manggut paham, lalu ia berhenti membuat Dewi hampir saja menabrak punggung tegap pemuda itu.

"Disini bagus view-nya, coba kamu ambil fotonya dari sudut sini, lalu arahkan ke segala penjuru tapi fokusmu pada jalan itu, dan usahain nampakin setiap kios yang ada di jalan itu," jelas Dewa menunjuk ke arah jalan di hadapannya.

Pasar antik ini tidak lah habis, tapi semakin ke ujung semakin unik saja temuannya. Lihat saja, Dewi menemukan toko jual lukisan, tas, dan lainnya yang terkumpul jadi satu. Dan jalan ini mengarah ke arah sana.

Dewi mulai membuka lensa kameranya, ia maju selangkah mendekat ke arah Dewa untuk mendapatkan angle foto yang bagus. Dewa memperhatikan Dewi dan kameranya.

"Gimana?" tanya Dewi setelah mencoba memotret beberapa kali.

Dewa melongokkan kepalanya ke arah kamera, ia melihat hasil foto Dewi yang menurutnya tak terlalu buruk.

"Ini bagus, cuma agak di fokuskan saja, coba lagi, Shutter speednya di agak tinggiin coba biar ini gak terlalu terang, tau fungsi Shutter speed 'kan?" tanya Dewa memastikan, takut Dewi tak paham dengan penjelasannya.

Shutter speed adalah bagian dari kamera yang fungsinya menggelapkan atau menerangkan gambar, jika Shutter speednya rendah maka terlalu banyak cahaya yang masuk hingga foto bisa terlalu terang, dan sebaliknya jika terlalu tinggi maka foto semakin gelap, karena minim cahaya yang masuk. Jadi, kita menyesuaikan dengan objek yang ingin kita foto itu gimana.

"Tau," jawab Dewi mulai memotret lagi, kali ini ia mengubah posisinya dan mempratekkan arahan Dewa.

Lihat, hasilnya begitu luar biasa.
Hasil jepretan Dewi jadi Lebih magic, semesta alam raya benar tergambarkan di sana.

"Nah, itu bagus tinggal di edit dikit aja itu," ucap Dewa melihat hasil foto terakhir Dewi.

"Iya, makasih," ucap Dewi tulus tersenyum ke arah Dewa, melihat fotonya ia yakin untuk lolos Cinema.

"Iya, sama-sama," jawab Dewa, gadis ini kenapa gemas sekali ingin sekali Dewa masuk karung lalu culik bawa ke rumah.

Ngaco Lo Wa!

Dewa menggelengkan kepalanya, pikirannya terlalu absurd.

"Kenapa?" tanya Dewi mengarahkan pandangannya dari kamera, karena merasakan pergerakan pada Dewa.

"Eh gapapa, makan yuk? Masih lama 'kan jadwal kelasnya?" tanya Dewa begitu saja, "eh tapi kalau gak mau gapapa," lanjutnya lagi karena melihat raut kebingungan pada Dewi.

"Boleh," jawab Dewi mematikan kameranya dan memasukkan ke dalam tas kameranya. Ya, tak ada salahnya bukan Dewi untuk menghabiskan waktu sebentar untuk pemuda ini, yeah tidak ada salahnya bukan untuk makan bersama Dewa? Iya 'kan?

***

Seminggu sudah berlalu, tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Padahal rasanya baru kemarin Dewi makan nasi uduk bersama Dewa, dan ternyata Dewa sangat menjaga Dewi, terbukti selama makan pemuda itu tidak terlalu banyak bicara jika Dewi tidak memulai duluan, dan ia hanya menanya satu dua pertanyaan saja yang bersifat agak personal.

Dewa untuk DewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang