Bab 13 Semesta Alam Raya

36 7 32
                                    


Malam mulai datang, satu-satu per satu muncul cahaya kecil dari langit dengan jumlah milyaran. Lentera dari setiap sudut tenda saling berhubungan memberikan kehangatan dan juga cahaya terang.

Setelah acara pembukaan tadi pagi, kini masuk pada acara pengarahan oleh setiap divisi yang dimana akan ada penampilan karya pada malam puncak, untuk membuktikan apakah mereka layak menjadi anggota Cinema atau tidak.

Divisi Fotografi sedang berdiskusi di sudut taman dekat pendopo, setelah pembagian kelompok dimana divisi Fotografi yang di bagi menjadi tiga kelompok itu sedang asik berdiskusi, masing-masing dari tiga kelompok itu memiliki misi yang sama, yaitu membuat sebuah film pendek yang berdurasi tujuh menit dengan tema yang berbeda oleh masing-masing kelompok.

Kelompok Dewi mendapatkan tema Semesta, untuk film pendek dan juga Fotografi. Dewi merekam benar-benar di kepalanya hal yang di diskusikan oleh teman sekelompoknya, sesekali Dewi menjawab jika ada yang bertanya dan ia banyak mencatat hal apa saja yang harus dilakukan untuk menjalankan misi ini.

"Menurut kamu gimana, Wi?" tanya Prima yang duduk di sebelah gadis itu, kali ini gadis Jambi itu menjadi teman sekelompoknya, semesta begitu baik dengan Dewi yang mempertemukan ia dengan Prima.

Pasang mata kini menaruh atensi kepada Dewi menunggu jawaban dari gadis itu, tadi mereka membahas konsep seperti apa yang harus mereka lakukan untuk film pendek mereka yang dimana deadlinenya cukup lama.

"Eh, menurut saya untuk konsep yang di ambil teman-teman saya setuju, mungkin bagi saya sudah cukup."

"Mana bisa begitu," sanggah seseorang, "kita harus punya ide juga, jangan mengikuti saja, buat apa masuk Cinema kalau begitu."

Sungguh Dewi begitu gugup sekarang, seseorang yang menyanggahnya tadi membuat Dewi ingin pulang ke rumahnya saja.

"Kita ini harus saling bagi ide, tidak hanya dari satu orang saja, karena kita adalah satu," ucap Dewa pada akhirnya. Yeah, karena seharusnya begitu bukan, tidak bisa bergantung dari satu pihak saja?

Dewa yang entah kebetulan semacam apa, kini menjadi mentor pada kelompok Dewi.

***

Udara sejuk begitu menusuk, tulang rasanya begitu menggigil karena dinginnya udara pagi.

Acara pagi ini bakalan begitu padat, karena hari ini adalah hari kedua dan malam ini adalah acara puncak sebelum besok hari penutupan.

Jam sudah menunjukkan pukul lima pagi, saatnya sholat subuh berjamaah di salah satu tenda besar yang sudah didirikan oleh panitia, karena mushola kampus terlalu jauh jadi mereka menyediakan tenda untuk tempat sholat.

Udara sejuk bercampur dengan aliran air yang begitu adem, membuat tubuh Dewi menjadi segar seketika.

Setelah sholat subuh, kegiatan selanjutnya yaitu istirahat persiapan untuk kumpul pagi sarapan dan sedikit arahan dari ketua pelaksana.

Pagi ini panitia konsumsi sedang sibuk di dapur umum, Dewa bersama rekannya sibuk mengatur acara dan segala kegiatan agar berjalan dengan lancar.

Dewi yang sudah hilang kantuknya, mengambil kamera yang ia bawa, sebuah kamera DSLR pemberian dari ayahnya sebagai hadiah ulang tahun.

Dewi ingin ke belakang kampus mencari objek, siapa tau ia mendapatkan inspirasi bagaimana konsep film pendek yang akan mereka produksi nanti.

Sepatu, tanah dan rumput saling bergesekan, embun pagi menjadi teman.

Mentari pagi menyapa membuat Dewi semakin banyak bahan bidikan, sudah ada beberapa yang berhasil ia tangkap untuk momen yang akan ia pilih nanti. Ternyata Dewi baru sadar, bahwa di belakang kampus juga tak kalah bagusnya, dari tempat berdiri sekarang yang ia lihat hamparan rumput yang tingginya sepinggang gadis itu. Adanya bunga-bunga liar yang membuat hamparan rumput itu tidak terlalu hampa.

"Perhatikan objeknya, fokuskan lalu bidik dengan tepat," ucap seseorang dari arah belakang Dewi dengan mengarahkan tangan Dewi yang lagi mengangkat kamera untuk membidik foto.

Dewi menolehkan kepalanya tapi tertahan karena ia merasa terkurung dari balik lengan kekar seseorang itu.

"Fokus, harus punya timing yang tepat," ucap seseorang itu lagi.

Aroma parfum yang maskulin membuat siapa yang tidak luluh, Dewi sudah runtuh karena itu.

Setiap manusia pasti bertanya dengan sesuatu yang bernama kebetulan. Jika disimpulkan kebetulan ada sesuatu kejadian dimana kamu tak sengaja bertemu dengan kejadian itu, seperti kebetulan bertemu dengan teman lama di suatu kafe, kebetulan menemukan uang di kantong celana saat ingin mencuci, dan seremeh kebetulan menggunakan baju yang sama di suatu tempat dengan seseorang yang tak kita kenal sebelumnya. Namun, pada kasus Dewi kali ini, apakah bisa dikatakan sebuah kebetulan lagi?

Urat tangan Dewa begitu jelas terlihat di mata Dewi, aroma parfum lembut yang Dewi tak tau apa namanya, terus menusuk Indra penyiuman Dewi sehingga membuat perempuan itu ingin lebih lama seperti ini. Tapi, Dewi tak bisa terlalu terlena, matanya fokus menghadap kamera, dengan ujung jarinya bersentuhan dengan tangan Dewa yang ingin 'mengarahkan' kepada objek yang di ingin ditangkap.

Cekrek!

Suara jepretan kamera membuat posisi Dewa dan Dewi berubah, entah sadar atau tidak Dewa sudah membuat wajah Dewi begitu merah.

"Coba lihat." Lagi-lagi Dewa bertindak di luar kendali Dewi, lelaki itu maju selangkah dan menundukkan kepalanya melihat ke arah kamera yang ada di genggaman Dewi, tanpa tau bahwa kaki gadis itu serasa sudah tidak ada tulang lagi.

Dewi mundur selangkah menjaga jarak dari Dewi, membuat Dewa tersadar seketika apa yang ia lakukan pada gadis itu.

"Eh, sorry gue cuma mau liat hasil fotonya," ucap Dewa kepada Dewi.
Seperti dejavu, Dewa menjadi takut, mengingat bagaimana pertama kalinya Dewa melakukan hal yang sama di parkiran kampus.

Dewi tak bersuara, kakinya begitu lemas dan tangannya bergetar dari tadi, perutnya seketika menjadi mulas.

Dewi bingung dengan dirinya, perasaan aneh ini menjalar ke seluruh tubuhnya, Dewi tak mau pertahannya runtuh, hingga tanpa mengindahkan panggilan dari Dewa yang kebingungan, Dewi berlari kembali ke tenda, mencari kamar mandi terdekat, perut Dewi sungguh mules sekarang.

***

"Woy, Wa! Dewa!"

panggilan dari seseorang membuat Dewa berhenti berlari mengejar Dewi yang sudah agak jauh darinya, napas pemuda itu terengah-engah, ia menjadi khawatir dengan perubahan Dewi.

"Kenapa kau? Seperti di kejar setan kau ini," ucap Edward menghampiri Dewa, sedari tadi ia mencari Dewa tapi yang ia temukan adalah Dewa berlari dari arah belakang kampus, ia juga melihat seorang gadis yang berlari tak begitu jauh dari Dewa.

Dewa masih tak menjawab, pandangannya tetap pada Dewi yang sudah hilang dari pandangannya karena tenda yang menghalangi.

Edward mengikuti pandangan Dewa, membuat pemuda Batak itu semakin penasaran.

"Siapa gadis itu? Apa yang kau lakukan dengannya subuh-subuh begini?"

Dewa segera menoleh ke arah Edward, terkejut dengan perkataan temannya itu, seolah-olah ia melakukan hal yang tidak-tidak.

"Bukan apa-apa," jawab Dewa berjalan ke arah meja konsumsi mencari minuman.

"Aih, tak percaya aku. Kau ada sesuatu sama gadis itu heh?" tanya Edward makin penasaran, saking penasarannya ia lupa bahwa tujuan awal ia mencari pemuda bernetra coklat itu.

***

Dewa untuk DewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang