Bab 6 disini!

75 19 131
                                    

"Iya cocok, halo kita bertemu lagi," sapa Dewa dengan senyum simpulnya. Matanya yang beriris coklat serta rambutnya hitam pekat yang disisir rapi, membuat Dewa tampak lebih berkharisma. Penampilan Dewa agak berbeda dari yang Dewi lihat sebelumnya, saat di pinggir jalan waktu itu.

"Apa pulak ni, sok kenal kali kau, Wa," ucap Bang Edward heran.

"Aku tau dia, tapi kita belum kenalan secara resmi. Gue Dewa omong-omong." Dewa mengulurkan tangannya ke arah Dewi yang masih agak speechless, ia merasa semesta kurang kerjaan aja untuk ia dengan pemuda sok asik ini, Dewi benar-benar risih. Jadi, dibanding ia harus menjabat tangan Dewa, ia lebih memiliki pergi melengos begitu saja, tapi ia sedikit membungkuk sopan ke arah Edward sebagai rasa sopan santun.

Edward berusaha menahan tawanya untuk tidak pecah di sekre dengan banyaknya mahasiswa baru disini, lihatlah wajah Dewa jadi agak masam karena penolakan mentah-mentah tadi, padahal seumur hidup Dewa ia tak pernah diabaikan begitu saja.

"Mampus," bisik Edward pada Dewa sambil menahan tawanya, sungguh Edward puas sekarang bagaimana Dewa ditolak begitu saja, itu karma karena pemuda itu sering mengoloknya akibat banyaknya menerima penolakan dari kaum hawa.

***

Siang yang terik, AC yang mati membuat penyiksaan yang begitu mendalam kepada Mahasiswa yang ada di kelas Ilmu Perpustakaan 1C, beberapa Mahasiswa yang duduk di dekat jendela sedikit merasakan privillage dari angin yang masuk, sedangkan derita bagi mahasiswa yang duduknya di tengah atau bahkan yang paling depan berdekatan dengan meja dosen. Dewi sendiri duduk di paling belakang, dia hampir saja terlambat masuk karena daftar UKM tadi, sedangkan Prima ia dapat di dekat jendela sebelah kiri, karena ada temannya yang sudah membackup tempat duduk Prima, ah beruntung sekali jika sudah mendapatkan teman di awal perkuliahan.

Hari ini perkuliahan sudah mulai aktif dan sibuk-sibuknya, terbukti dari dua kelompok yang maju untuk presentasi dan sekarang kelompok pertama lagi melakukan sesi tanya jawab. Dewi memahami ulang makalah kelompok satu yang di share di grup kelas, ada beberapa poin yang Dewi agak kurang mengerti. Suasana kelas menjadi lebih berisik karena banyaknya teman-teman kelsnya yang berebut untuk bertanya

"Oke baik, harap tenang ya teman-teman. Kami hanya akan membuka dua sesi pertanyaan dengan masing-masing satu sesi lima pertanyaan, jadi harap kondusif dan jangan bersuara atau bertanya jika tidak saya tunjuk, bisa di mengerti?" ucap Moderator kelompok satu yang membuat suasana kelas lebih kondusif dan satu persatu yang ingin bertanya ditunjuk oleh moderator.

Dewi ia mencari dahulu di internet atau jurnal tentang materi dari kelompok satu, hanya poin kecil yang membuat Dewi bingung dan jika ia tak mendapatkan jawabannya di internet ataupun jurnal tentang materi tersebut, barulah ia bertanya kepada kelompok satu. 

Keringat yang mengalir dari pelipis tak lagi di indahkan oleh Mahasiswa Ilmu Perpustakaan 1C hingga presentasi kelompok dua pun berakhir, Dewi ia tak jadi bertanya karena sebelum itu ia sudah mendapatkan jawabannya di salah satu jurnal yang ia cari tadi, jadi setelah mendapatkan jawabannya segera Dewi tulis pada bukunya agar tidak lupa dan memudahkan untuk ujian, ia tak perlu lagi untuk melihat file yang di share di grup kelas karena sudah ada catatan secara ringkas yang ia buat.

Hari sudah menjelang sore, Mahasiswa kelas Ilmu Perpustakaan 1C berbondong keluar kelas, karena setelah ditutupnya presentasi kelompok 2 maka berakhir pula perkuliahan hari ini. dewi masih membereskan buku-buku dan kotak pensilnya, samar-samar ia juga mendengar beberapa teman kelasnya yang merencanakan kegiatan pulang kuliah ini dan ada beberapa hanya ingin pulang ke rumah, karena kuliah dari pagi tadi hingga sore ini begitu menguras tenaga. dewi termasuk kepada Mahasiswa yang ingin cepat pulang itu, karena ia sudah tak ada tenaga lagi untuk berkegiatan di luar. 

Warna jingga yang lembut langsung menyapa Dewi ketika ia sudah berada di parkiran, Dewi jadi teringat dengan Challenge UKM Cinema saat ia daftar tadi, yaitu setiap calon anggota divisi Fotografi wajib menyerahkan hasil fotonya yang bertemakan semesta alam raya dalam kurun waktu seminggu. segera Dewi mengeluarkan Ponselnya dan menjepret mentari yang perlahan jatuh ke ufuk barat dan mahasiswa yang berlalu lalang serta gedung kampus yang hampir mencakar langit masuk ke dalam frame Dewi. 

"Zoom lagi, dari jarak yang begitu jauh mengurangkan maknanya dan senjanya juga terlalu jauh untuk dilihat jika seperti itu," ucap seseorang tepat di telinga Dewi dan mengintip pada Ponsel yang menjadi alat untuk foto objek senja tersebut.

Segera Dewi menoleh ke arah sumber suara dan langsung menyingkir sejauh mungkin dari pemuda yang berbisik ke arahnya tadi 

"Eh, sorry. Gue gak bermaksud." Dewa mengangkat tangannya berusaha menjelaskan bahwa ia tidak melakukan hal yang tidak-tidak. Ia hanya tidak sengaja melihat Dewi yag sedang berada di parkiran dan memfoto senja yang menjadi objeknya 

Dewi memandang Dewa lama, dengan tatapan tajam, "Dasar gak sopan," ucapnya lalu melengos mengeluarkan motor yang terparkir tak jauh dari ia berdiri. Dewi sungguh tak suka dengan manusia seperti Dewa yang seenaknya seperti itu. walau tak kentara tangan Dewi gemetar kecil karena kedekatan tadi, perasaan cemas yang ia coba hilangkan.

Dewa sungguh merasa tak enak kepada Dewi dan melihat gadis itu yang kesusahan untuk mengeluarkan motornya, membuat Dewi membantu menarik motor Dewi dari belakang 

"Sorry, gue cuma maksud bantuin kok," ucap Dewa saat Dewi menoleh ke belakang dan untung saja Dewi menerima bantuan Dewa dan setelah motornya berhasil keluar, barulah Dewi pergi meinggalkan kampus dan tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dewa, walaupun ia agak kesal setidaknya ia tidak lupa sopan santun itu saat dibantu 

Setelah Dewi meninggalkan parkiran dan pulang ke rumahnya, Dewa masih berdiri di parkiran melihat ujung parkiran dimana hilangnya Dewi dengan motornya. Tangan yang gemetar kecil tadi tertangkap pada netra coklat Dewa, membuat pemuda itu bertanya-tanya dan menjadi lebih tak enak lagi karena sikapnya. Ia selalu merasa biasa jika bertindak seperti itu, karena selama ini tidak ada rekan perempuannya yang terganggu dengan sikapnya, tapi melihat respon juniornya yang seperti itu membuat Dewa jadi merasa amat terganggu.

"Ais, makanya kalau bertindak itu mikir bodoh," ucap Dewa mengacak rambutnya dan segera mengeluarkan motornya dari parkiran, ia butuh mandi hari ini dan banyaknya tugas yang menumouk sedang menunggu Dewa di rumah, perutnya yang terus berbunyi daritadi juga perlu diisi. Masalah ini bisa diselesaikan di lain hari, walau tak menampik juga bahwa selalu ada magnet yang menarik Dewa jika Dewi berada di jarak pandangnya

Entahlah, seolah semesta  memasangkan magnet kepada kedua insan itu.

***

Dewa untuk DewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang