Tepat pada pukul setengah enam sore Dewi tiba di rumahnya, Jakarta yang selalu macet membuat Dewi tiba di rumah agak lama, tapi setelah dua tahun tidak macet karena virus corona, membuat Dewi merindukan suasana macet itu sendiri.
"Assalamualaikum," salam Dewi membuka pintu rumahnya setelah melepaskan sepatu
"Waalaikumsalam." Suara jawaban salam yang terasa jauh, Dewi berjalan ke arah dapur sebelum masuk ke kamarnya dan benar saja Dayanti, Ibu Dewi sedang masak untuk makan malam. Ikan Nila yang sedang di goreng dan juga sambal matah terasi, langsung menyapa hidung Dewi. Tak terasa air liur Dewi terkumpul di mulutnya
"Sana mandi, nanti bapak pulang dan kamu belum mandi, bisa dimarah nanti. Habis Maghrib kita makan malam," perintah Dayanti sambil mengulek cabe yang akan dibuat sambal matah.
"Siap, Buk," jawab Dewi mengangkat tangannya ke pelipis seperti posisi hormat, sebelum ia benar-benar pergi, Dewi menyelinap ke samping ibunya dan mencuil ikan Nila goreng yang sudah di angkat dari pergorengan beberapa waktu lalu.
"Dewi!" Teriak Dayanti menepuk pantat Dewi, sedangkan yang diteriaki hanya terkekeh dan melipir ke kamarnya untuk siap-siap mandi, karena bisa bahaya jika ia belum mandi dan Bapaknya sudah Pulang, ditambah lagi sangat pantang bagi anak gadis yang mandi saat maghrib.
***
Adzan Maghrib berkumandang, mushola dan masjid saling bersahut-sahutan menghimbau umat muslim untuk bertemu dengan yang Maha Kuasa, beberapa orang ada yang pulang ke rumah kaena pekerjaannya telah usai, dan beberapa lagi istirahat sebentar lalu melanjutkan pekerjaan hingga lembur. Prapto-Bapak Dewi pulang tepat pada Adzan Maghrib berkumandang.
"Assalamualaikum," ucap Prapto memasuki rumah, disambut dengan istrinya yang baru keluar dari kamar habis mandi, karena baru saja sudah masak makan malam.
"Capek, Pak?" tanya Dayanti kepada suaminya menerima tas kantor yang diberikan oleh suaminya.
"Yeah, hari ini cukup sibuk, tapi beruntung, Bapak bisa pulang tepat waktu, Dewi mana, Bu?" tanya Pak Prapto menlepaskan kancing atas kemejanya yang membuat sesak leher, bekerja di salah satu kantor Negri dan menjabat posisi yang tidak terlalu tinggi, membuat Prapto pulang tepat waktu dan jika ada sesuatu yang amat mendesak terpaksa Prapto pulang telat, itupun sangat jarang terjadi.
"Dewi lagi di kamarnya, mungkin lagi sholat. Bapak Mandi saja dulu nanti kita makan malam bersama habis sholat maghrib," jawab Dayanti lalu beranjak untuk sholat maghrib, sedangkan Prapto juga bersiap untuk mandi lalu sholat maghrib. Makan malam harus dilakukan bersama-sama tidak ada yang boleh tertinggal. Karena, bagi Keluarga Prapto makan malam sangatlah penting dan fatal bagi siapa yang melewatakannya. Karena di makan malam inilah mereka bisa bercerita satu sama lain tentang kegiatan hari ini, sekaligus merecharge energi yang terkuras habis.
Benar saja, hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah jam, mereka sudah berkumpul di meja makan. Dewi yang dengan kaos pendek dan celana tidurnya, Pak Prapto dengan sarung yang masih terpasang dan juga baju kokonya serta Ibu Dayanti dengan daster panjang motif bunga-bunganya. Sederhana emang, tapi itu tidak menjadi halangan untuk mereka menyantap makanan yang sudah disediakan. Ikan Nila goreng dan sambal matah terasi mangga muda benar-benar begitu menggoda, membuat Dewi segera melahap makananannya setelah berdoa. Definisi recharge energi sesungguhnya.
Lagi-lagi mereka hanya butuh waktu kurang dari satu jam untuk menandaskan makanan itu, Dewi memberikan sisa tulang ikan kepada kucing tetangga yang masuk ke rumah, Prapto meminum teh hangat sebagai minuman penutup, dan Dayanti membereskan meja dan memasukkan piring kotor untuk dicuci esok hari.
"Gimana kuliahnya hari ini, Wi?" tanya Prapto kepada Dewi yang baru sudah memberikan makan kepada kucing.
"Yeah, lagi sibuk-sibunya si, Pak. Tugas tuh kayak nyerbu gitu deh," jawab Dewi sambil mengambil keripik pisang di atas meja dekat televisi dan duduk di samping bapaknya yang juga berada di depan televisi.
"Sekarang gak nugas?"
"Nanti ajalah sebentar lagi, aku juga perlu meristirahatkan pikiran tau," ucap Dewi dengan mulutnya yang penuh dengan keripik pisang.
"Hahaha, ya sudahla, tapi jangan lama-lama loh nonton TV nya, nanti kelabakan sendiri loh."
"Aman, sebentar lagi Dewi kerjain tugasnya, Oh ya, Pak. Dewi ikut Organisasi tentang perfilman gitu, kayak fotografi, videografi, ada banyak deh, boleh gak, Pak?" tanya Dewi menghadap sepenuhnya ke arah bapaknya yang sedang meminum teh.
"Oh, yang kamu bilang kemaren ya?" tanya Dayanti ikut nimbrung ke pembicaraan anak dan bapak itu, ia sudah selesai membereskan meja makan.
"Iya, Buk. boleh gak?"
"Emang kamu ambil bagian apa, Wi?" tanya Prapto.
"Aku Ambil bagiaN fotografi, Pak. Bagian yang foto-foto gitu, aku pengen ngembangin skill foto Dewi, secara kan Dewi juga ada kamera, ya Bapak 'kan juga tau kalau Dewi pengen jadi sutradara."
Prapto tersenyum penuh makna kepada Dewi yang seperti mendesak ia untuk mengizinkan ia untuk ikut organisasinya itu.
"Ya sudah, boleh. Tapi pesan bapak hanya satu, jaga diri dan selalu hati-hati okey?"
"Siap, Bos! Makasih, Pak, Bu." Dewi memeluk orang tuanya, setelah dua tahun ia hanya belajar, kini ia diperbolehkan untuk berkegiatan diluar belajar.
Prapto dan Dayanti menerima pelukan anaknya, walau ada sedikit perasaan cemas karena kejadian dua tahun lalu yang menimbulkan trauma pada masing-masing mereka, membuat Dayanti dan Prapto mencoba untuk percaya. Semoga semesta menjaga putri mereka tercinta. semoga semesta mengabulkannya.
***
Suara kokokan ayam dan juga Adzan subuh mengawali pagi, Dewi menggeliat dari kasurnya, tumpukan kertas dan buku yang masih berantakan di meja belajarnya, itu adalah tanda Bahwa Dewi tertidur agak larut dari biasanya.
Sekuat tenaga Dewi melawan godaan Syaitan untuk tertidur lagi, setelah adzan subuh terdengar. ia berjalan ke luar kamar menuju dapur unuk minum air putih, lalu ke kamar mandi untuk ambil wudhu. bagaimanapun juga sebelum memulai hari, setiap insan manusia perlunya mengadu kepada yang Maha Kuasa untuk memulai hari dan minta dipermudahkan untuk menjalani hari.
"Udah bangun, Wi?" tanya Dayanti yang juga tampak baru bangun.
"Iya, Buk," jawab Dewi dengan air wudhu yang masih menetes dari wajahnya.
"Coba kamu bangunkan Bapak dulu, kita jama'ah subuh."
"Baik, Bu." Segera Dewi ke kamar orang tuanya, membangunkan bapaknya untuk sholat subuh jamaah, Dewi tau bapaknya sangat kelelahan, tapi sholat subuh apalagi jamaah itu penting sekali, apalagi di tambah sholat sunnah dua rakaat sebelum subuh, itu kita mendaptakan dunia dan seisinya. jadi, merugilah mereka yang meninggalkan sholat subuh.
Beruntung tidak begitu sulit untuk membangunkan bapak, sehingga mereka bisa sholat subuh berjamaah, dan melakukan kegiatan masing-masing tanpa harus tidur lagi. Selesai Sholat subuh, Dewi kembali ke kamarnya untuk siap-siap mandi, ia hanya memiliki satu mata kuliah hari ini, itu pun siang nanti, tapi karena Dewi ingin pergi ke suatu tempat untuk challenge yang diberikan UKM cinema dan tempat itu di rekomendasikan oleh bapaknya, makanya Dewi berangkat lebih pagi, supaya tidak ramai.
Tempat itu memang tidaklah ramai untuk jadwal sepagi itu, tapi siapa sangka Dewi harus bertemu dengan pemuda itu, Dewa dengan netra coklatnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewa untuk Dewi
RomanceDewa adalah seseorang yang begitu tegas dan berprinsip. Apa pun yang ia lakukan harus sesuai dengan rencananya. Dewi adalah seorang gadis pendiam dan juga introvert ia tidak memiliki seseorang pun teman. Ia juga sering merasa insecure atas dirinya...