Tidak ada hal yang ingin Sicheng lakukan selain menggelamkan wajahnya di bantal. Sudah sejam ia seperti itu, tidak peduli dengan rasa sesak akibat minimnya pasokan udara yang ia hirup, ia hanya tidak ingin menunjukkan dirinya pada siapapun setelah kejadian memalukan di sekolah tadi.
Walaupun hanya Yuta yang melihat, namun remaja tampan itu benar-benar mimpi buruk baginya. Ancaman Yuta yang akan menyebar fotonya terus terngiang di otak Sicheng. Rasanya ia tidak ingin pergi ke sekolah di keesokan hari, ia takut kelepasan bersikap kasar pada Yuta dan berakhir fotonya diserbarluaskan.
Ceklek
Sicheng tak bergudik saat pintu kamarnya terbuka. Ia tidak akan meladeni siapapun yang datang—sampai usapan di rambutnya membuat ia berubah pikiran.
"Mau sampai kapan kau begini?" Tanya Victoria; selaku Ibu Sicheng dengan lembut.
Mengangkat wajah, Sicheng mengubah posisinya menjadi terlentang sebelum menatap sang Ibu. "Apa Mama sudah membuang celanaku?" Ia bertanya balik, membuat sang Ibu menghela nafas.
Bukan pertama kali Sicheng meminta sang Ibu untuk membuang celananya. Ia pernah seperti ini saat mengalami mimpi basah beberapa tahun lalu. Berlebihan memang, namun itulah Sicheng, ia akan membuang hal yang menurutnya memalukan karena tidak ingin mengingatnya seumur hidup.
"Mama sudah meminta maid untuk mencucinya."
"Kenapa dicuciii?!" Protes Sicheng. Ia mendesah dan mendudukkan dirinya disamping sang Ibu. "Apa Mama tau? Walaupun dicuci tapi tetap saja aku akan mengingat aibku."
"Lalu kau ingin Mama memenuhi permintaanmu? Begitu?!" Victoria menatap putranya tajam. "Dengar Sicheng.." tatapan Victoria melunak, ia mengarahkan tangannya untuk mengusap lengan Sicheng. "Sekarang kau sudah besar, jadi tidak semua permintaanmu bisa terpenuhi. Anak-anak di kalangan bawah saja rela bekerja demi mendapat seragam sekolah, masa kau—yang mendapatkannya dengan mudah ingin membuangnya hanya karena masalah sepele?"
Bukannya mengerti, Sicheng justru mendengus. "Bagi Mama itu masalah sepele, tapi tidak bagiku. Aku bisa kehilangan popularitas jika aibku tersebar!"
Victoria memutar bola matanya. "Kalau begitu siapa suruh menahan pipis?"
"KENAPA MAMA JADI MENYALAHKANKU?!" Sicheng menatap Ibunya kesal. "Aku tidak akan mengompol kalau tidak ada yang onani di kamar mandi pria!" Ucapnya, lalu bersedekap dan menatap objek lurus.
Sicheng memanyunkan bibirnya seraya mendumalkan kalimat tidak jelas. Ia pikir dengan kehadiran sang Ibu bisa membuat suasana hatinya lebih baik, tapi ternyata Ibunya itu tidak pengertian sama sekali.
"Ya sudah, begini saja, Mama akan membelikanmu pampers agar kalau mengompol lagi, air senimu tidak akan mengenai celana. Bagaimana?"
Sicheng menggertakkan gigi. "Mama sama sekali tidak membantu! Lebih baik Mama keluar saja! Aku ingin sendiri."
"Baiklah. Jangan lupa turun untuk makan siang."
"Hn!" Jawab Sicheng ketus sebelum berbaring menyamping dan memeluk erat sebuah guling.
Sungguh, ia tidak mengerti dengan pola pikir Ibunya. Masa ia ingin dibelikan pampers? Memangnya ia ini orang jompo?
---
Pagi ini Sicheng berangkat sekolah dengan suasana hati yang buruk. Pertama ia dipaksa sang Ibu untuk memakai celana bekas mengompol kemarin, lalu kedua ia harus mengembalikan jaket yang Yuta pinjamkan padanya.
Menyebalkan memang, karena Sicheng tau Yuta tidak akan membiarkannya lepas begitu saja setelah mengembalikan jaket. Remaja tampan itu pasti menahannya dengan memberi gombalan menjijikkan—atau yang lebih parah membahas aibnya.
Dengan hati dongkol Sicheng menuju kelas Yuta di lantai 3. Begitu sampai, ia melihat Yuta sedang mengobrol bersama teman-temannya melalui jendela kelas. Karena enggan masuk, ia mengetuk kaca berulang kali hingga semua mata tertuju padanya.
Menjauhkan wajah dari jendela, Sicheng memasang ekspresi datar saat Yuta berjalan keluar kelas.
"Ini." Ucapnya ketus seraya menyodorkan paperbag yang berisi jaket milik Yuta.
"Terima kasih." Yuta tersenyum, lalu mengambil paperbag dan mengeluarkan jaketnya. "Hmm, baunya sedikit pesing.." ia mengernyit saat mencium jaketnya. "Kenapa jaketku tidak dicuci juga?"
Sicheng mendengus. "Banyak tanya! Sudah bagus ku kembalikan!"
"Kasar sekali," cibir Yuta. "Mau ku sebarkan fotomu huh?"
"EH JANGAN!" Balas Sicheng panik. Ia menoleh kanan kiri; memastikan tak ada yang melihat lalu memasang ekspresi memelas. "Jangan sebarkan fotoku Yuta hyung. Aku lupa meminta maid untuk mencuci jaketmu, jadi tolong maafkan aku." Rengeknya.
Melihat pemandangan yang tak biasa ini membuat Yuta tertawa geli. "Astaga, haruskah aku memanggil teman-temanku untuk melihat ekspresimu?"
Sicheng menggeram frustasi. "Aku sudah mengembalikan jaketmu dan meminta maaf! Jadi bisakah kau berhenti menjahiliku?! Aku ingin ke kelas!"
"Pergi saja. Kau tidak ingin yang lain melihatmu memohon seperti tadi kan?"
Mengambil kembali paperbag nya, Sicheng meninggalkan Yuta dan menuruni tangga dengan berapi-api. Bisa-bisanya ia dibuat tak berdaya oleh Nakamoto Yuta. Jika saja Yuta tidak memberinya ancaman, ia pasti sudah mengeluarkan sumpah serapahnya tepat di wajah remaja tampan itu.
Saking emosinya Sicheng tak sadar bahwa ia membuat takut orang-orang yang berpapasan dengannya. Ia masih seperti itu saat memasuki kelas—sudah ada beberapa temannya termasuk Doyoung dan Ten. Sebagai sahabat, tentu mereka heran melihat Sicheng yang berbeda dari biasanya.
"Kau terlihat seperti ingin membunuh orang." Ucap Ten seraya mendekati Sicheng. "Ayo, katakan padaku, siapa yang sudah membuatmu begini? Akan ku patahkan tulangnya seperti boneka manekin!" Lanjutnya galak, lalu tak lama mengaduh karena Doyoung menoyor kepalanya.
"Aku baik-baik saja." Jawab Sicheng tanpa menatap kedua sahabatnya.
Doyoung mengernyit. "Kau yakin? Kami bisa membantumu kalau memang ada masalah."
Sicheng menatap kedua sahabatnya bergantian sebelum terdiam selama beberapa saat. Ia sangat ingin mengatakan hal sebenarnya, hanya saja ia ragu—takut jika nantinya ia diejek. Namun mendengar betapa pedulinya ucapan Doyoung tadi membuat Sicheng memiliki sedikit keberanian untuk bercerita.
"Begini," Sicheng berdehem. "Sebenarnya suasana hatiku sedang buruk. Tapi yang mengganggu pikiranku sejak tadi adalah, apakah normal bagi kalian jika mengompol di usia dewasa?"
Setelah saling pandang dengan Ten, Doyoung tersenyum geli. "Menurutku sedikit memalukan."
Ten mengangguk. "Itu benar, apalagi jika mengompolnya di tempat tidur." Ia tertawa. "Lagipula kenapa kau bertanya seperti itu? Oh! Atau jangan bilang kalau kemarin kau mengompol yaa?" Tanyanya dengan mata menyipit.
Tubuh Sicheng menegang, namun ia segera menggeleng. "Tidak.." suaranya sedikit bergetar. "Aku bertanya begini karena—mendengar pengakuan sepupuku kalau dia pernah mengompol di sekolah."
Mendengar itu membuat Ten tertawa kencang. "HAHAHA! Astaga, memalukan sekali. Kalau aku jadi kau, aku akan memintanya untuk memakai pampers saat ke sekolah."
Tanpa sadar Sicheng mengepalkan kedua tangannya. Ia sudah cukup kesal dengan kata pampers yang diucapkan sang Ibu kemarin, dan sekarang ia harus mendengarnya lagi dari mulut Ten? Oh Tuhan, lagi-lagi ia menahan diri untuk tidak mengeluarkan sumpah serapah.
Selain itu Sicheng sedikit kecewa dengan reaksi kedua sahabatnya. Untung ia tidak menceritakan dirinya secara langsung, bisa-bisa ia menerima ejekan di sepanjang jam pelajaran.
.
.
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Keep A Secret •yuwin•
FanfictionKetika si famous Sicheng memohon pada Yuta si jajal metal untuk tetap menjaga rahasianya. BXB CONTENT! Don't like it? Then don't read it! Start: 14/04/2022 Finish: 09/06/2022