CHAPTER O4

160 22 3
                                    

Suasana hati Sicheng jauh lebih baik dari hari sebelumnya. Itu dikarenakan sang Ibu membelikannya banyak cemilan sebelum berangkat sekolah, dan kini ia sedang memakan salah satunya seraya asik bermain ponsel.

"Jangan terlalu sering bermain ponsel, nanti kau pu—ah, anak itu.." Henry, selaku Ayah Sicheng menggeleng melihat kebiasaan putranya dari kaca yang tergantung di mobil.

Di belakang—dengan telinga terpasang earphone, Sicheng menonton sebuah video yang dikirimkan Doyoung beberapa menit lalu; dimana Ten kecil sedang memperagakan sebuah tarian seksi. Sicheng yang tak bisa menahan tawa pun terbahak hingga membuatnya tersedak.

"Uhuk uhuk!" Sicheng terbatuk keras hingga tenggorokannya sakit. Buru-buru ia mencopot earphone dan mencari botol minumnya di dalam tas.

"Nah, itulah akibatnya jika sering mengabaikan perintah Papa." Ucap Henry, membuat Sicheng yang sedang minum air mendengus. "Sudah," lanjutnya. "Belajar yang benar. Kalau ingin pipis segera izin ke kamar mandi, jangan ditahan."

Mendengar itu membuat Sicheng mengerucutkan bibir. "Papaaa!" Rengeknya.

Henry menoleh ke belakang. "Loh? Papa benar kan? Kalau menahan pipis nanti kau mengompol lagi."

Mendesis pelan, Sicheng menggendong tasnya dan keluar mobil tanpa berpamitan pada sang Ayah. Terkesan tidak sopan, tapi Sicheng sudah terlanjur kesal. Suasana hatinya yang bagus kini berubah lagi menjadi jelek. Ia tidak mengerti, sampai kapan ia terus dibuat ingat dengan aibnya?

Memasuki area sekolah, langkah Sicheng terhenti saat melihat Yuta sedang mentertawakan sesuatu bersama teman-temannya. Awalnya ia bingung, tak tau apa yang ditertawakan. Namun saat matanya tertuju pada ponsel Yuta, ia pun menggertakkan gigi. Sial, apa Yuta telah menyebar aibnya?

Karena kesal bercampur panik, Sicheng berlari kearah Yuta dan teman-temannya sebelum merebut ponsel remaja tampan itu.

"Wow wow! Kau kenapa?" Yuta menatap Sicheng dengan sejuta tanda tanya.

"Tenanglah manis, wajahmu tegang sekali. Um, bagaimana sepulang sekolah nanti kita jalan-jalan? Aku rasa kau butuh udara segar." Celetuk salah satu teman Yuta yang bernama Seungcheol, lalu mendadak kikuk saat mendapat tatapan tajam dari Sicheng.

"Diam!" Bentaknya.

Setelah memutus kontak mata dengan Seungcheol, Sicheng pun mengecek ponsel Yuta. Ternyata isinya tidak sesuai yang ia bayangkan, Yuta dan teman-temannya sedang mentertawakan sebuah meme. Tentu hal ini membuat Sicheng ternganga. Sial, ia malu sekali!

Melihat ekspresi Sicheng membuat Yuta tersenyum miring. Ia mengambil ponselnya dari tangan remaja cantik itu dan menatap teman-temannya.

"Aku ingin bicara dengannya, kalian kembali lah ke kelas. Kalau Johnny menanyakan bukunya, bilang saja di dalam tas ku." Ucapnya sebelum merangkul pundak Sicheng; berniat menuju halaman.

Mendengar itu membuat Sicheng membelalakkan mata. Yuta? Ingin bicara dengannya? Buru-buru Sicheng menyingkirkan tangan Yuta dari pundaknya, ia takut jika semua orang memergokinya termasuk Doyoung dan Ten.

"Kenapa wajahmu sepanik itu? Apa aku terlalu biasa hingga kau tak sudi dirangkul olehku?" Tanya Yuta, matanya menatap Sicheng lekat.

Hal ini membuat Sicheng melihat kearah lain. "Lebih tepatnya—kau mimpi buruk bagiku!"

Yuta memposisikan dirinya agar berhadap-hadapan dengan Sicheng. "Kenapa kau bilang kalau aku mimpi burukmu?" Ia bersedekap.

Menggeram, Sicheng menatap Yuta tajam. "KARENA KAU MENYIMPAN AIBKU! KAU JUGA MEMBERIKU ANCAMAN HINGGA AKU TIDAK BISA BERGERAK BEBAS!"

Yuta tertawa geli. "Apa yang membuatmu takut kalau aku menyebar aibmu?"

Tatapan Sicheng melunak. "Aku.. Aku tidak mau kehilangan popularitas." Cicitnya.

Bagi Sicheng, menjadi salah satu murid terkenal di sekolah adalah sebuah keberuntungan. Banyak orang yang mengenalnya, dan banyak pula yang ingin menjadikannya teman. Ia jadi lebih sering bepergian—menikmati masa remajanya diluar sana daripada mendekam di kamar seperti manusia purba.

"Tapi tidak kah kau sadar bahwa popularitas itu telah membuatmu arogan? Kau jadi bersikap seenaknya dan tidak pernah menghormati kakak kelasmu termasuk aku." Ucap Yuta, membuat Sicheng geram mendengarnya.

"Kau bukan guru! Jadi tidak usah menceramahiku!" Balasnya kesal, lalu tak lama menghela nafas. "Yuta hyung, aku sedang berusaha untuk bersikap baik padamu. Jadi berhentilah membuatku mengumpat karena tingkahmu yang menyebalkan."

"Wah wah," Yuta bersedekap. "Kenapa malah jadi kau yang mengontrolku? Aku yang memegang aibmu ingat? Jadi aku bebas melakukan apapun."

Sicheng menghela nafas lelah. "Baiklah, kau boleh melakukan apapun. Tapi simpan aibku oke? Aku kan sudah berusaha bersikap ba—"

"Sicheng?"

Suara Ten membuat Sicheng membelalakkan mata. Sungguh, ia tidak berani bergerak sedikitpun. Tubuhnya menegang saat dari ujung mata ia melihat Ten dan Doyoung sudah berada di dekatnya.

"Apa yang kau lakukan bersama—jamet ini?" Ten menatap Yuta jijik sebelum matanya kembali tertuju pada Sicheng.

Sicheng mengusap tengkuk. "Aku—"

"Tenanglah, walaupun aku menyukainya tapi bukan berarti aku ingin memperkosanya. Iya kan Sicheng?" Tanya Yuta seraya menatap Sicheng.

Dalam hati Sicheng menyerukan sumpah serapah. Kalaupun benar Yuta ingin memperkosanya, ia pasti sudah menendang area privat Yuta sebelum remaja tampan itu menyentuhnya.

"Ayo kita ke kelas Sicheng. Bisa-bisa kau ketularan jamet kalau mengobrol terlalu lama dengannya." Ucap Ten seraya mengajak Sicheng pergi meninggalkan Yuta.

"Jaga ucapanmu pendek!" Teriak Yuta. "Kau beruntung karena aku tidak berniat mengadukan tingkahmu pada Johnny!"

Setelah mengatakan itu Yuta kembali ke kelas. Kini ia mengerti mengapa Sicheng menjadi arogan dan bersikap seenaknya pada semua orang; remaja cantik itu salah pergaulan!

---

Sicheng mendesah lega saat minuman dingin nan manis membasahi tenggorokannya. Ia merasa segar, begitu pula dengan otaknya yang sempat stress karena mendapat pelajaran sulit berturut-turut.

"Ngomong-ngomong, nanti malam kalian free tidak?" Tanya Doyoung setelah menelan kunyahannya.

Mendengar itu membuat Sicheng membelalakkan mata. "Coba ku tebak, kau ingin mengajak kami jalan-jalan kan? Ku harap ya." Ucapnya sedikit menuntut.

"Aku dan Sicheng mempunyai pemikiran yang sama. Kau tau? Aku Ingin refreshing. Otakku panas melihat soal bercabang!" Balas Ten yang membuat Doyoung tertawa geli.

"Kalian benar! Kita akan menonton bioskop dan pergi berbelanja setelahnya."

Sicheng saling tatap dengan Ten sebelum akhirnya memekik senang. Namun sumringah di wajahnya tak bertahan lama saat menyadari kehadiran Yuta yang berada tak jauh dari meja mereka. Sudah beberapa kali ia melihat Yuta secara kebetulan di dekatnya, ia takut jika lama-lama Yuta berubah menjadi penguntit.

"Sudah," Ten menyentuh tangan Sicheng. "Tidak usah diperdulikan, dia hanya ingin mencari perhatianmu."

Walaupun masih merasa takut, Sicheng mencoba untuk tetap tersenyum. "Ya, kau benar." Ucapnya seraya kembali menatap Yuta; mendesis pelan saat remaja tampan itu mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Baiklah, karena kalian sama-sama setuju, maka kita akan berangkat jam 7. Bagaimana?"

"Aku tak masalah, yang penting refreshing!" Ucap Ten semangat.

"Kau tau kalau aku tidak pernah mengatakan 'tidak'  bukan?" Ucap Sicheng saat tatapan Doyoung tertuju padanya.

Karena selama itu bukan hal yang membahayakan, maka Sicheng akan mengiyakan.

.

.

.

TBC

Can You Keep A Secret •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang