CHAPTER 13

102 22 4
                                    

Setelah kejadian kemarin, Sicheng merasa malas untuk pergi ke sekolah. Jam telah menunjukkan pukul setengah 7, namun Sicheng masih berbaring di ranjang. Semalam ia menangis hingga tak bisa tidur, hal itulah yang menyebabkan matanya bengkak dan memiliki lingkaran hitam.

Andai Sicheng bisa memutar waktu, ia akan memperbaiki kesalahannya di masa lalu. Semua yang ia miliki sekarang terasa palsu. Pertama Ten mengabaikannya, dan bisa saja mereka—orang-orang yang mengaguminya bersikap cuek saat ia menceritakan masalahnya.

Ceklek

Sicheng terkejut saat pintu kamarnya terbuka kasar. Buru-buru ia memejamkan mata saat mendengar langkah kaki yang sedang mendekati ranjangnya.

Plak!

"BANGUN SICHENG!" Bentak Victoria setelah memukul pantat putranya. "SUDAH JAM SEGINI TAPI KAU MASIH TIDUR?! YA TUHAN, MAMA DAN PAPA TIDAK MENYEKOLAHKANMU UNTUK MENJADI ANAK YANG PEMALAS!" 

Memutuskan untuk membuka mata, Sicheng menatap sang Ibu dengan ekspresi memelas. "Mama.. Jangan teriak-teriak. Perutku sedang sakit." Bohongnya dengan suara lemah.

Victoria memicingkan mata. "Benarkah?"

Sicheng mengangguk. "Sakitnya dari kemarin, sepertinya aku terlalu banyak memasukkan bubuk cabai. Aku juga tidak bisa sekolah dengan keadaan seperti ini."

"Kalau begitu istirahatlah." Ucap Victoria seraya mengusap rambut Sicheng. "Mama akan menghubungi walimu dan membawakanmu bubur saat jam makan."

Sicheng hanya bisa mengangguk dan memperhatikan pintu kamarnya yang kembali ditutup oleh sang Ibu. Walaupun Ten mengabaikannya, setidaknya ia ingin sahabatnya itu masih menunjukkan rasa peduli setelah mendengar alasannya absen.

---

Sebenarnya Sicheng bisa bolos selama yang ia mau, namun karena lelah meminum obat herbal pemberian sang Bibi, akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke sekolah hari ini.

Tidak ada rasa semangat yang terpancar di wajahnya, dari berangkat hingga tiba di sekolah, Sicheng terlihat lesu. Kemarin ia berharap agar Ten memberinya ucapan 'get well soon', namun setelah menunggu berjam-jam tak ada satu pesan pun yang ia terima dari sahabatnya itu.

Mencoba berpikir positif, Sicheng pun mendekati Ten yang duduk seorang diri di dalam kelas. "Hey," sapanya seraya menyikut lengan Ten. "Apa kau merindukanku?"

Ten menoleh dan terkejut. "Astaga Sicheng!" Ia berdiri seraya meletakkan ponselnya. "Bagaimana keadaanmu sekarang? Kemarin Bu Boa bilang kalau kau sakit."

Melihat respon Ten membuat Sicheng tersenyum lebar. "Kabarku jauh lebih baik dari kema—"

"Hai Ten!"

"Taeyongiieee."

Senyuman Sicheng luntur saat Ten mengabaikannya begitu saja karena kedatangan Taeyong. Ia hanya bisa memperhatikan keduanya dengan perasaan kesal. Sungguh, apakah mereka tidak ada niat untuk mengajaknya bergabung? Mengapa mereka bersikap seolah dirinya tidak ada?

Karena tak tahan, Sicheng membanting tasnya ke meja lalu berlari keluar kelas—membuat teman-temannya yang baru datang hanya bisa memperhatikan dengan wajah bingung. Ia memutuskan untuk menyendiri di halaman, setidaknya melihat tanaman hijau membuat pikirannya menjadi lebih tenang.

"Tumben sendiri." Ucap Yuta yang datang entah kapan. "Oh ya, aku tidak melihatmu kemarin. Kemana kalau boleh tau?" Tanyanya seraya duduk disamping Sicheng.

Can You Keep A Secret •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang