CHAPTER O7

150 24 6
                                    

Mari kita lihat dari sisi Nakamoto Yuta, remaja kelahiran Jepang tersebut terlihat lelah setibanya di rumah. Ia langsung memasuki kamarnya yang penuh dengan poster bertema metal, lalu merebahkan diri ke ranjang dan memejamkan mata.

Belum ada semenit, Yuta membuka mata karena bayangan Sicheng muncul di kepalanya. Ia pun menghela nafas dan berakhir menatap langit-langit kamar. Setiap hari—bahkan ketika di kelas, ia menggunakan waktunya untuk membayangkan wajah cantik Sicheng, dan hal itu membuatnya senyum-senyum sendiri sehingga dianggap gila oleh Johnny.

Ia menyukai Sicheng saat Sicheng melakukan MOS dan baru mendapat semua informasi tentangnya sebulan yang lalu. Sejak itulah ia mendekati Sicheng dengan berbagai macam cara. Mulai dari mengirim DM, menggombal, hingga menjahili remaja cantik itu.

Sayangnya semua cara yang Yuta lakukan gagal. Alih-alih membalas cintanya, Sicheng justru merasa risih dan menjauh, Sicheng bahkan berani memakinya setelah menjadi terkenal. Tentu hal ini membuat Yuta semakin sulit untuk mendapatkan hati Sicheng.

Namun Yuta tidak menyerah, ia masih punya cara terakhir. Masih ingat dengan foto yang ia ambil saat Sicheng mengompol? Bukankah remaja cantik itu sangat takut jika fotonya disebar? Nah, Yuta memanfaatkan hal tersebut agar bisa lebih dekat dengan Sicheng.

Drrtt

Yuta berdecak saat mendengar ponselnya berdering. Mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, ia menatap nama Sana yang tertera di layar sebelum menjawab panggilan tersebut. "Ya, ada apa?" Tanyanya lesu.

"Apa kau sudah pulang?"

"Hn, sekarang apa?" Tanya Yuta seraya menguap di akhir.

Terdengar decakan di seberang sana. "Sekarang apa katamu?! Huh! Bisakah kau peka sedikit? Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu! Entah itu pergi ke mall atau menemaniku di kelas menari."

Yuta menghela nafas. "Maaf, tapi aku sangat lelah sekarang. Mungkin kita bisa melakukannya di lain hari."

"Bilang saja kau ingin pergi dengan yang lain!"

Yuta tertawa geli. "Kenapa marah? Kau sudah bersikap seperti pacarku saja."

"YA YUTA!" Teriak Sana. "Apa selama ini kau tidak sadar bahwa aku berusaha mengatakan rasa cintaku padamu? Aku selalu bersikap layaknya gadis idaman agar kau membalas cintaku. Tapi kenyataannya? Kau tidak pernah melirikku dan lebih senang bersama murid-murid centil itu!"

"Tapi aku tidak pernah menyukai salah satu dari mereka." Balas Yuta.

"Benarkah? Itu artinya kau sedang tidak menyukai siapapun?"

"Bukan begitu.." Yuta menarik nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan. "Aku sedang menyukai Sicheng."

"Apa?! Oh tunggu.. Wajar kalau banyak yang menyukainya. Tapi asal kau tau, Sicheng pasti punya selera pacar yang tinggi, dan dia juga sombong! Kau pasti tidak akan betah dan memilih menyerah. Jadi, aku pikir kau harus mulai membuka hatimu untukku."

Yuta reflek menggeleng. "Tidak Sana. Kau—" ia mendesah. "Kau baik, tapi aku tidak bisa. Aku sangat mencintai Sicheng dan tidak akan pernah berhenti mengejarnya sampai dia memiliki pawang sendiri." Setelah mengatakan itu Yuta memutus panggilannya.

Namun tak lama Sana kembali menelepon, kali ini Yuta membiarkannya hingga berhenti sendiri. Ia tidak mungkin memacari Sana, ia hanya menganggap gadis itu sebagai sahabatnya.

Dan tentang murid-murid centil itu, mereka lah yang mendekatinya. Yuta tidak pernah melakukan apapun selain mengobrol biasa, karena saat ini hatinya hanya untuk Sicheng seorang.

---

Sicheng mengaduk-aduk pastanya tanpa berniat memakan makanan tersebut. Pikirannya berkecamuk tentang sikapnya pada Yuta di sekolah. Bukan tanpa alasan ia marah-marah tidak jelas saat Yuta mencoba bicara padanya, ia begitu karena takut.

Sejak dibuat tersipu dengan ucapan Yuta kemarin, Sicheng takut jika suatu saat ia benar-benar jatuh cinta pada Yuta. Sebenarnya tak masalah jika dirinya memang ditakdirkan berpacaran dengan Yuta, asal—Yuta mengubah penampilannya bak pangeran kampus dan berhenti mendekati murid-murid centil itu.

"Pastanya jangan dimainkan Sicheng, cepat makan!" Tegur Victoria saat memasuki meja makan.

Mendengar itu membuat Sicheng mengerucutkan bibir. "Tidak nafsu, bagaimana jika Mama saja yang memakannya?"

Victoria menatap Sicheng sinis. "Walaupun tidak nafsu tapi kau harus tetap makan. Nanti kalau kau sakit memangnya siapa yang susah? Mama dan Papa bukan?"

"Tapi tidak nafsu Maaa!" Rengek Sicheng dengan wajah memelas. "Um, kata Nenek kalau memakan sesuatu itu harus ikhlas, jadi kalau aku memakan pasta ini dengan tidak ikhlas nanti dia bisa menangis."

"Banyak alasan! Nenekmu sudah meninggal sebelum kau lahir. Jadi cepat makan atau Mama suapi dan meminta maid untuk menvideokannya!" Ancam Victoria yang membuat Sicheng membelalakkan mata.

"TIDAK MAU! MEMANGNYA AKU ANAK KECIL?"

"Makanya cepat makan!"

Walaupun tidak bernafsu, Sicheng akhirnya memasukkan pasta yang sudah dingin dan kaku tersebut ke dalam mulutnya. Seraya mengunyah, ia mulai bertanya-tanya sampai kapankah ia berurusan dengan Yuta.

Ting

Mendengar ponselnya berbunyi membuat Sicheng menghentikkan kegiatan makannya. Ketika dilihat, ternyata ada sebuah pesan panjang di grup kelasnya, dimana pesan tersebut berisi bahwa sekolah akan mengadakan beberapa lomba demi memperingati ulang tahun yang ke 30.

Di paragraf kedua pun tertulis lomba apa saja yang akan diadakan. Satu yang membuat Sicheng tertarik adalah The Most, dimana setiap kelas akan mengumpulkan orang yang paling tampan, cantik, pintar, nakal dan juga fashionable.

Drrtt

Sicheng berdecak, ia belum selesai membaca tapi Ten sudah menelpon. Akhirnya mau tak mau ia mengangkat panggilan sahabatnya itu. "Ya! Ada apa?!"

"Sudah membaca pesan di grup kelas belum?"

"Sudah." Jawabnya malas.

"Lalu apa kau tertarik mengikuti salah satu lombanya?"

Sicheng menghela nafas. "Aku terlalu malas mengikuti lomba yang berhubungan dengan jasmani, jadi sepertinya aku tertarik untuk mengikuti lomba The Most, karena ku pikir para peserta hanya catwalk."

"Aahh! Aku juga tertarik dengan lomba tersebut! Kira-kira kau ingin menjadi yang mana?"

"Aku ingin menjadi yang paling tampan, tapi wajahku lebih dominan cantik—ck ahh! Ini membingungkan Ten! Kalau kau ingin menjadi yang mana?"

Ten terkikik di seberang sana. "Tidak semuanya, kecuali ada pilihan yang paling centil aku akan ikut! Hihi."

Sicheng memutar bola matanya malas. "Ya sudah, terserahmu saja. Kalau aku akan memikirkan hal ini matang-matang."

"Uhm! Sudah ya, nanti aku telpon lagi, karena sekarang aku ingin menelpon Johnny hyung~ bye bye Sicheng, muah!"

Sicheng menjauhkan ponselnya dari telinga seraya memasang ekspresi jijik. Sialan Ten itu, tidak bisa apa—sikap centilnya hanya ditunjukkan pada pria yang berstatus dominan?

"Jangan bermain ponsel terus Sicheengg! Kalau Mama bilang makan ya makan!" Tegur Victoria saat melihat Sicheng yang lagi-lagi mengabaikan pastanya.

Mendengar itu membuat Sicheng cepat-cepat meletakkan ponselnya dan memakan pasta seraya mendumal.

.

.

.

TBC

Can You Keep A Secret •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang