Mobil Audi putih berhenti tepat di depan gerbang sebuah rumah. Dion menghela napas sejenak sebelum menoleh ke arah Jaendra yang duduk di kursi kemudi. Dia tertawa kecil. "Kenapa tegang banget sih? Lu mau jenguk Anara, bukan masuk rumah hantu."
"Ayo bareng aja, Jae. Lu juga kan temennya Anara. Kita bertiga udah bestie banget loh," bujuk Dion, meski dia sendiri merasa ragu dengan keputusannya.
"Lu duluan aja, gue harus ke kampus sekarang ngurus laporan yang belum beres." jawab Jaendra sambil melirik cemas arloji di tangannya. "Nanti bisa pulang sendiri, kan?"
"Iyalah! Emang lu kira gue anak SD?"
Tawa Jaendra meledak. "Hahaha yaudah sono, gue buru-buru, Di!"
"Ck. Iya, iya..." Dion mengomel sebelum turun dari mobil, sambil terus mencoba mengusir keraguan yang masih hinggap.
Mobil perlahan meninggalkan Dion sendiri. Laki-laki itu menatap jejak kepergian Jaendra sembari terheran-heran. Kenapa Dion bisa segugup ini? Padahal dia hanya akan menjenguk Anara. Apa karena dia sudah lama tidak menapaki dunia luar?
Entahlah.
Setelah menekan bel, Dion berdiri canggung di depan pintu. Ia pastikan buket bunga mawar di tangan kirinya masih segar dan tidak ada helaian yang rusak. Dion tidak tahu apakah bunga mawar adalah hadiah yang tepat untuk menjenguk orang sakit, karena Jaendra yang memilihkan untuknya.
Tak butuh waktu lama, pintu perlahan terbuka, dan sosok wanita berusia kepala empat muncul menyambutnya. "Oh, Dion?"
"A-apa kabar, Tante..." Dion menyapa dengan canggung. Ini baru kali kedua dia bertemu Mama Jeni, setelah sebelumnya pernah menjenguk Dion satu kali, saat masih di rumah sakit.
"Anaranya ada, Tante? Dion baru dapat kabar kalau Anara sakit."
"Oh, iya, dari kemarin dia memang sakit. Tapi sekarang udah mendingan kok. Masuk yuk?"
"Ah, nggak usah, Tante. Dion cuma mampir sebentar aja, mau kasih ini." Dion menyodorkan beberapa bingkisan, tapi Mama Jeni tidak langsung menerimanya. "Eh, sebentar ya, Tante panggilin dulu Anara. Kasihan kamu udah jauh-jauh ke sini," ucap Mama Jeni sambil undur diri dan Dion tak sempat mencegah.
Tak sampai lima menit, munculah sosok Anara yang 'digiring' oleh Mama Jeni. Gadis itu terlihat malas-malasan dan wajahnya cukup kacau. Sepertinya Anara memang sedang tidak ingin bertemu siapa-siapa.
"Siapa sih Ma, aku kan—"
"KAK DION?" Bola mata Anara seakan nyaris melompat keluar, terkejut bukan main. Lalu buru-buru bersembunyi di balik pintu mahoni yang menjulang tinggi.
"Mama kenapa bukain pintunya sih?!"
"Ya masa Mama usir Dion? Dia mau jenguk kamu loh!" Mama Jeni berbicara pada sosok mungil di balik pintu.
"Kenapa Mama nggak bilang kalau itu Kak Dion?"
"Kalau Mama bilang, kamu pasti nggak mau ketemu—"
Mata Dion semakin melotot saat tiba-tiba sebuah tangan kurus terulur membekap mulut Mama Jeni, lalu wanita itu 'hilang' dalam sekejap mata.
"Mama ih!! Anara tuh maluuuu!" suara Anara jelas-jelas masih terdengar di telinga Dion, meski gadis itu berusaha keras untuk berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Countdown: 100th Days
FanfictionMencintai wanita yang sama dan terjebak dalam kisah cinta segitiga, tidak pernah menghancurkan kokohnya persahabatan Dion dan Jaendra. Namun justru cinta yang paling tulus lah yang membuat mereka tenggelam dalam luka paling dalam. Anara hanya mampu...