Bagian 10: Disuruh Pulang

200 37 1
                                    

Sudah lima bulan lamanya Terry tinggal di dalam kost yang kumuh dan tidak terawat itu, tetapi disisi lain terdapat keharmonisan di dalam kost itu. Iya, rasa kebersamaan dan juga kasih sayang dari teman-temannya. 

Perlahan Terry mulai belajar dan mengetahui banyak hal, menambah wawasan, serta mempertebal mental. Kini Steve dan Daniel sedang memasak bersama di dapur, tiada lagi ketidaksetujuan diantara mereka, adanya saling mendukung dan saling berjuang untuk yang terbaik. Begitu pula dengan Ben, ia tidak pernah melunturkan rasa khawatirnya dan juga rasa sayangnya kepada Kamal, malah Terry juga jadi sering diperhatikan olehnya.

“Lu sakit, Ter? Makan dulu, nanti gue beliin obat.”

Kalau capek istirahat aja, biar gue yang lanjutin.”

Jangan minum es terus, Ter. Nanti lu demam.”

Dan masih banyak lagi. Panggilan dari Ben terdengar aneh dan beda dari yang lain, tetapi Terry merasa nyaman dan tidak mempermasalahkan itu. Ia juga sudang menganggap Daniel dan juga Steve sebagai Kakaknya sendiri. Dan juga—

“Anjing gue kesleo.”

Terry tersentak, saat ini ia sedang berada di ruang tamu. Terry langsung melirik ke arah pintu, melihat Ben yang sedang mengurut kaki Anjing miliknya.

“Kenapa, Bang?” tanya Terry yang sedang menghampiri yang lebih tua.

“Ini si Ague, jalannya pincang. Kayaknya, dia kesleo."

Terry mengusap kepala Ague, anjing itu menggonggong lirih, terdengar seperti merintih. Ague terkadang suka menempel dengan Terry, ia pikir Ague ingin majikan baru. Nyatanya, wajah Terry dan juga Ben sekilas mirip jika dibandingkan.

“Bawa ke tukang urut aja,” usul Terry.

“Emang bisa?” tanya Ben yang membuat Terry menggaruk tengkuknya, bingung ingin menjawab apa. 

Tak lama kemudian, Terry melihat mobil sedan hitam yang tampak familiar berhenti di depan Kostnya. Terry memandangi mobil itu, sampai ia melompat kecil saat melihat seseorang yang turun dari mobilnya.

“Papa!”

Layaknya anak kecil, Terry langsung berlari menghampiri Ayahnya, lalu memeluknya. Sang Ayah terkekeh, kemudian membalas pelukan anaknya.

“Bagaimana, hm? Betah disini?” tanyanya. Terry mendongakkan kepalanya, kemudian tersenyum lebar.

“Lumayan. Ayo masuk dulu, Pa, kenalan sama temen-temen aku.” Terry menarik lengan sang Ayah, namun tertahan karena Ayahnya menolak. Terry menatap pria itu dengan tatapan heran.

“Papa dateng ke sini, buat jemput kamu pulang.”

•°-+-°•

Terry mengemasi barang-barangnya, memasukan kemejanya ke dalam koper. Dengan berat hati, ia melangkah keluar dari kamar kostnya, ia melihat teman-temannya yang sedang menghadang jalannya.

“Ter, serius lu nggak mau tinggal lebih lama?” tanya Ben sambil menatapnya sendu, Terry menggeleng. Kemudian ia melangkahkan kakinya lebih maju.

“Terry, jangan pergi. Gue nggak akan palakin lu cabe lagi, sumpah,” ucap Kamal yang membuat Terry terkekeh pelan. “Nanti kalo gue kesini, gue bawain cabe sekilo.”

Terry melangkahkan kakinya sampai di pintu depan, ia melihat Steve dan juga Daniel di ambang pintu.

“Sering-sering ke sini ya, Terry,” ucap Steve sambil tersenyum dan juga Daniel yang ikut tersenyum, lalu menepuk bahunya pelan. Terry tersenyum, kemudian berkata, “lu semua lebay, ah. Gue bakal sering-sering ke sini, kok.”

Seketika Daniel dan Steve memeluk Terry, begitupula dengan Ben dan juga Kamal ikut memeluknya dari belakang. Setelah berpelukan ria seperti teletubbies, Terry menghampiri Ayahnya di dalam mobil, meninggalkan mereka di ambang pintu. Sebelum mobil melaju jalan, Terry sempat menyumbulkan kepalanya di jendela mobil, kemudian melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum. 

"Dadah Terry!"

"Jaga kesehatan, Ter!"

"Hati-hati!"

"JANGAN LUPA SUSU ALMOND GUE!"

Terry tertawa pelan saat mendengar teriakan dari teman-temannya. Entah kenapa, Terry juga merasa berat saat meninggalkan mereka, tetapi ia tahu dimana ia harus tinggal. Terry merogoh sakunya, mengeluarkan botol berisi beras, kemudian tersenyum.

“Gue bakal rindu kalian.”

Teman KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang