"Gu-gua dicium?" gumam Arkan setelah beberapa saat terdiam.
"Gila, bisa bucin banget gua, Mala i coming," gumam Arkan lalu melangkah melewati tangga. Ia mendapati Mala tengah mengobrol dengan bundanya, ngadu ga yah kalau mereka lagi marahan.
"Mala, ikut aku bentar," ucap Arkan. Ia menarik lembut tangan Mala dan membawanya kekamar.
"Udah ga marah nih?" goda Mala.
"Jam sebelas kurang, oke masih ada waktu buat peluk kamu sebelum dhuhur," Arkan langsung memeluk Mala dan beberapa kali mencium pipi Mala secara bergantian.
"Ihh stop, apaan sih," kesal Mala.
"Impas," kekeh Arkan.
"Ga ada, tadi cuma sekali," gerutu Mala.
"Pahala sayang, peluk lagi," Mala menjauh, ia duduk di sebuah sofa yang ada dikamar Arkan.
"Sini tiduran," Arkan tersenyum.
"Kata bunda, kamu tuh kayak ayah suka banget peluk perempuan yang dia sayang, bener?" tanya Mala sambil mengelus rambut Arkan.
"Iya, tapi buat Kak Anis sama Kak Aku ga berani aku," ucap Arkan dan mata yang tertutup.
"Kenapa?"
"Bukan mahram," Mala mengangguk paham.
"Jangan berhenti sayang, dhuhur bangunin ya," pinta Arkan.
"Iya," Mala menatap wajah damai Arkan. Sangat tampan, walaupun sikap nya menjengkelkan, namun ketika tidur, semuanya terasa hilang begitu saja, tergantikan dengan wajah damainya.
"Ganteng ya suaminya?" ucap seseorang diambang pintu. Raya dengan nampan berisi beberapa cemilan kesukaan Arkan.
"Persis ayahnya, damai banget kalau tidur. Kalau lagi sadar Masya Allah, apalagi kalau lagi marah," jelas Raya. Mala tersenyum kikuk, malu lah ketauan ibu mertua.
"Ini kalau Arkan udah bangun, ini semua cemilan kesukaan dia, bunda kebelakang dulu ya," Mala hanya mengangguk pelan. Tiba-tiba ponsel Arkan berbunyi, sebuah pesan masuk kedalam ponsel tersebut.
"Putri? Mau ngapain kesini?" Mala tak berani membukanya, ia hanya membaca sekilas notifikasi tersebut.
"Baca aja ga papa sayang," lirih Arkan. Ia juga mengubah posisinya menjadi menghadap ke arah perut Mala.
"Privasi kak, ga sopan," balas Mala.
"Kamu istri aku Mal, berhak tau," Mala menggeleng, ia fokus pada buku yang ia baca dan sesekali memasukan cemilan kedalam mulutnya.
"Aku sama Putri satu kelompok, dan kita mau ngerjain disini, ga papa kan?" tanya Arkan, masih dengan posisinya.
"Ga papa, itukan tugas kakak," balas Mala, namun terdengar dingin di pendengaran Arkan.
"Jangan marah," lirih Arkan. Mala tak menggubris, ia melirik jam dinding. Sudah waktunya shalat dhuhur.
"Bangun kak, bentar lagi adzan dzuhur," Arkan menggeleng. Mala mengerutkan keningnya, bukannya tadi Arkan minta dibangunin pas mau shalat dhuhur?
"Jangan marah, please," mohon Arkan. Ia menatap wajah Mala yang nampaknya kesal.
"Ga kak, aku ga marah. Yuk bangun, tuh udah dipanggil," ucap Mala selembut mungkin, supaya Arkan percaya kalau dirinya baik-baik saja.
"Awas ya kalau marah," sebelum kekamar mandi, Arkan curi-curi kesempatan mengecup pipi Mala. Namun, tak ada respon, ntah terkejut atau marah Arkan tak tau, setidaknya meluluhkan.
"Dasar anaknya Om Fajri ya gini," gerutu Mala.
"Ayah dong Mala, kan udah jadi menantunya," teriak Arkan dari arah kamar mandi. Mala hanya berdecak.
Hari kian berlalu. Arkan tengah mengerjakan tugas kuliahnya dengan Putri di ruang tamu, sedangkan Mala tengah asik membaca buku dengan Lina. Masih ingat kalau Mala dan Lima umurnya tak berbeda jauh?
"Ar," Putri mencoba membuka obrolan. Arkan hanya menjawabnya dengan dwheman. Ia fokus pada laptopnya.
"Sorry nih, bukannya dari dulu lo suka sama gua? Kenapa sekarang nikahnya sama Mala? Pelampiasan?" pertanyaan Putri membuat Arkan menghentikan aktivitas nya.
"Gua emang pernah suka sama lo, tapi dulu Put, sekarang gua udah punya Mala, selamanya bakal gitu," ucap Arkan penuh penekanan.
"Tapi ga semudah itu lupain cinta pertama Ar, terus kenapa lo biarin Jeno nembak gua, kalau lo beneran suka sama gua seharusnya lo yang nembak gua Arkan," Arkan mendengus. Kalau Mala dengar, bisa marah ini.
"Perasaan gua ke lo udah ga ada sejak gua liat Mala, tepatnya waktu reuni Cemal. Disitu gua liat Mala dengan kelembutan dia, dan beruntungnya lagi dia bisa bikin gua lupa sama lo, yang sebenarnya ga bakal bisa gua gapai," jelas Arkan.
"Kata siapa gua ga bisa digapai? Gua juga suka lo Ar, cinta itu menyatukan kita yang tak sama," Arkan dibuat semakin kesal. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi Jeno agar cepat-cepat menjemput Putri.
"Udah Put, gua ga mau bahas ini lagi. Gua udah punya Mala dan ga akan sekalipun bisa balik kayak dulu lagi, paham? Kak Alya," Alya menghampiri nya dengan malas. Lagi ada El makanya ia dipanggil Kak.
"Temenin Putri," pinta Arkan.
"Lah dia temen lo bambang," Arkan tak menggubris. Ia fokus membereskan buku-bukunya.
"Cantiknya Arkan, yuhu," Alya melemparkan batal sofa tepat diwajahnya.
"Bisa ga, lo teriak disini wahai Arkanza Davendra," kesal Alya.
"Suka-suka gua lah, sayang bikinin aku susu ya, aku tunggu dikamar," Mala hanya mengangguk pelan tanpa memperdulikan tatapan Putri.
Putri mau jadi pelakor nih thor? ~ readers
Tidak tahu
Spoiler ngapa setiap mau lanjut ~ readers
Ga ada spoiler-spoileran, biar pada kepo, jangan lupa vote biar aing semangat ngetiknya, see you
KAMU SEDANG MEMBACA
AA Davendra : End ✅ [Proses Revisi]
Roman pour AdolescentsRexsan Series 1a Kelakuan anak usia 5 tahun yang sudah mengerti banyak tentang dunia luar. siapa lagi kalau bukan ayahnya yang mengajari. ia didik agar bisa melindungi yang lemah dan membela kebenaran, ia juga diajari beladiri sejak dini. ya walaupu...