Waktu menunjukkan pukul 10:37, Arkan dan Mala baru saja tiba dirumah. Mereka mendapati sebuah mobil yang menurut Mala tak asing. Ia menutup matanya sekejap, mobil orang tuanya.
"Kenapa?" tanya Arkan saat Mala menarik lengannya.
"Takut," lirih Mala. Arkan mengerutkan keningnya. Takut? Emang siapa yang datang?
"Loh ngapain diluar? Ada abi sama umi didalem," ucap Lina.
"Masuk yuk, ga usah takut," ucap Arkan menyakinkan Mala. Mala melangkah takut kedalam rumah. Ia takut jika abinya benar-benar membawa pulang.
"Assalamu'alaikum," tiga orang yang berada diruang tamu menoleh dan tersenyum.
"Waalaikumsalam," balas mereka.
"Sini gabung," ajak Fina. Mala dan Arkan saling menatap.
"Malah tatap-tatapan, disuruh duduk juga," gerutu Raya.
"Arkan kebelakang dulu, mau naruh belanjaan," Fina mengangguk, sedangkan Mala duduk di sebelah uminya.
"Bagaimana?" tanya Hafizh.
"Masih marahan? Masih ga mau dengerin suami?" Mala hanya bisa menunduk. Seperti inilah kalau seorang Hafizh Ramadhan menyidang santrinya. Memberikan pertanyaan yang sebenarnya mengandung ancaman.
"Fizh udah ngapa sih, Mala sama Arkan udah baikan juga," sela Raya.
"Kalau ga diginiin, Mala ga akan ngerti, gimana caranya hormat dan mengabdi sama suami. Mungkin, cara kita mendidik anak beda Ray, lo sama Fajri lebih ke fisik, kalau gue lebih ke pertanyaan kayak gini. Hal ini bisa bikin mereka mikirin gimana caranya biar ga dipisahin," jelas Hafizh. Pertanyaan yang ia lontarkan pasti akan membuat seseorang berfikir bagaimana caranya agar mereka mendapat kesempatan kedua.
"Eum Arkan boleh gabung?" tanya Arkan.
"Duduk," Arkan mengambil single sofa yanga ada di depan Hafizh.
"Gimana rasanya didik Mala?" ucap Hafizh setelah beberapa saat terdiam.
"Lumayan bi," jawab Arkan.
"Lumayan? Susah? Gampang?"
"Ya gitu bi, watak anak remaja pada umumnya," Hafizh tersenyum, ini yang ia suka dari Arkan, terbuka dan jujur.
"Boleh abi bawa Mala?" pertanyaan Hafizh membuat Mala dan Arkan terkejut. Raya dan Fina hanya menyimak. Mereka membiarkan Hafizh memberi mereka pelajaran.
"Atas dasar apa? Abi udah ga ada hak atas Mala," balas Arkan.
"Mala anak saya," ucap Hafizh tak mau kalah.
"Tapi, tanggungjawab abi terhadap Mala sudah selesai, sejak aku melamar Mala. Sekarang, Mala tanggungjawab Arkan, hak Arkan, dan ga akan Arkan biarin Mala kembali ke abi, apapun yang terjadi," Hafizh menyeringai dan terkekeh pelan. Padahal ia hanya bercanda, kenapa menantunya ini serius?
"Arkan Arkan, ini yang buat abi yakin kamu bisa jaga dan bimbing Mala, abi hanya bercanda Ar," kekeh Hafizh.
"Cengeng juga anak abi, abi ga akan bawa kamu Mal," ledek Hafizh pada putrinya.
"Ga lucu bi," ketus Arkan.
"Udah mau masuk shalat jumat, yuk Ar kita kemasjid," ajak Hafizh.
"Sebentar, Arkan siap-siap dulu."
Mala menatap Hafizh sendu. Abinya kalau bicara jarang banget yang namanya bercanda. Gimana kalau beneran dia disuruh pulang.
"Kenapa?" tanya Hafizh. Mala hanya menggeleng pelan.
"Lo sih Fizh, gitu amat ama anak," gerutu Raya.
"Nyenyenye," balas Hafizh.
*:..。o○ ○o。..:*
Kini waktu menunjukan pukul satu pagi. Namun, sedari tadi Arkan belum juga memejamkan matanya. Ia sibuk memandang wajah damai Mala.
"Cantik banget bini gue," gumam Arkan untuk kesekian kalinya.
"Iya Mala tau, Mala cantik," ucap Mala masih dengan mata yang terpejam.
"Kebangun ya?" Mala mengangguk pelan.
Cup
Arkan mencium kening Mala sekilas. Mala membuka matanya dan menatap horor Arkan. Arkan terkekeh melihat raut wajah istri kecilnya.
"Mal, kamu bisa bela diri?" Mala mengangguk.
"Berarti kalau aku ga ada, kamu bisakan jaga diri kamu?"
"Maksudnya gimana? Kakak mau ninggalin aku?" Arkan terkekeh. Jelas ia tak takan melakukan hal konyol itu. Selamanya ia akan berada disamping Mala, catat itu, selamanya.
"Ihh kamu mah overthinking banget, gini loh, kalau semisal kamu jalan sama temen, eh ada orang jahat, ga mungkin kan aku dateng secepet itu?" Mala mengangguk paham.
"Jangan liatin gitu," gerutu Mala sambil menutup wajahnya dengan guling.
"Kenapa sih, pahala buat aku," balas Arkan.
"Malu," Arkan kembali terkekeh. Lucu sekali istri kecilnya. Namun, kekehannya berubah menjadi decakan kala suara ponsel menganggunya. Tertera nama bundahara cantik❤, ternyata bundanya. Ah ga pengertian banget.
"Assalamu'alaikum bunda," ucap Arkan dengan nada yang dibuat bangun tidur.
"Ngapain duo curut kesini? Iya bunda Arkan turun," Arkan memutuskan sambungan teleponnya. Ia langsung keluar kamar setelah ijin pada istrinya.
"Ngapain sih," ketus Arkan.
"Numpang sahur," kekeh Adrian.
"Ide Achaz," lanjut Adrian. Achaz yang sedari tadi diam langsung melayangkan tabokan instan.
"Santai, yuk ke atas, maen game, sahur masih lama," ucap Adrian seolah-olah ialah pemilik rumah.
"Masuk kamar gue, ilang kepala lo," ancam Arkan saat Adrian hendak menuju lantai atas.
Ga ada akhlaknya
Lumayan makan gratis ~ Adrian
Kek anak pungut jadinya ~ Arkan
Astaghfirullah kamu berdosa banget ~ Adrian
![](https://img.wattpad.com/cover/294378212-288-k162688.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AA Davendra : End ✅ [Proses Revisi]
Novela JuvenilRexsan Series 1a Kelakuan anak usia 5 tahun yang sudah mengerti banyak tentang dunia luar. siapa lagi kalau bukan ayahnya yang mengajari. ia didik agar bisa melindungi yang lemah dan membela kebenaran, ia juga diajari beladiri sejak dini. ya walaupu...