KT 09 . Flag

37 10 48
                                    

Albern menggeledah apa saja yang ada di dalam kapal miring tersebut, ia melepas setiap tali yang mengikat tas bawaan mereka dan membuka kotak dibawah kemudi untuk menemukan perkakas yang bisa di pakai. Albern berniat untuk memperbaiki kapal mereka, berhubung hanya ada gores dan bolong sedikit, dengan beberapa perkakas seperti paku dan palu akan sangat berguna untuknya.

Di sisi lain Carol membantu Albern merapihkan barang-barangtersebut dan menjemur beberapa barang yang basah karena air laut. Ia ikut membantu Albern mencari perkakas yang sejak tadi tidak ditemukan laki-laki itu.

"Guys, aku akan pergi ke ujung pantai sana. Mungkin saja yang lain terjebak di sana, ada yang mau ikut?" tawar Livy.

Carol mengangkat tangan seperti murid yang menjawab pertanyaan gurunya, "Aku ikut, kau tidak apa-apa sendirian?" tanyanya pada Albern, lelaki itu mengangguk mantap. Lebih baik Carol pergi menemani Livy, ia tentu masih bisa mengerjakan ini sendirian.

Akhirnya dengan berbekal satu kotak obat untuk berjaga-jaga, Carol berlari kecil menghampiri sahabatnya. Kemudian kedua gadis itu pergi menuju ke arah barat, menyusuri jejeran pantai yang sepi tanpa penghuni.

Kedua gadis itu memandangi sekitarnya, pantai di sekitar mereka seperti pantai biasa, dengan pasir putih yang bersih beriringan dengan biru laut yang kehijauan, bahkan ia bisa melihat burung camar yang beterbarangan. Sekilas tak ada yang aneh, hanya saja pulau itu terlalu sepi, Livy sejenak berfikir apakah mereka terdampar di salah satu pulau tak berpenghuni di bumi.

"Aku berfikir sepertinya kita terdampar di salah satu pulau yang tak berpenghuni di bumi. Seperti Ilha da Queimada," ucap Livy.

Carol terkekeh, "Hei, pulau itu dihuni banyak ular, lho. Aku harap pulau ini tak seperti itu."

"Im just kidding, Carol."

Setelah hampir sepuluh menit berjalan, semua pemandangan yang mereka lihat mulai berubah, tak ada lagi deretan hutan yang lebat, melainkan kumpulan tebing dan karang batu yang beradu dengan ombak laut. Tak jauh dari sana, mereka

"Sepertinya goa itu bisa kita pakai untuk berteduh, aku akan memeriksanya, kau tunggu diluar saja, Carol."

Livy mendekati goa tersebut, jika dilihat lebih dekat ternyata mulut goa tersebut lumayan terlihat besar didalam, berkat cahaya yang masuk Livy bisa melihat sedikit penampakan ruang kosong yang ada di sana. Saat Livy hendak masuk, di pinggir goa ada sebuah benda berwarna merah yang tertutup oleh pasir, Livy segera menggali benda tersebut, hingga ia menemukan sebuah bendera merah yang tampak familiar.

Livy membelalakkan matanya saat ia teringat itu adalah bendera dari kapal yang ayahnya bawa. Tanpa pikir panjang Livy langsung masuk ke dalam goa, hawa lembab udara mulai menemui setiap inci kulitnya, Livy bisa melihat dinding di sekitar goa tersebut ditumbuhi dengan lumut. Namun, ketika Livy ingin masuk lebih jauh, ia terkejut dengan Carol yang berteriak dari luar goa.

"Livy, cepat kemari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Livy, cepat kemari."

Dengan tangan kanan yang menggenggam erat bendera merah itu, Livy berlari keluar dari goa, ia menoleh ke asal suara yang berasal dari kanan, saat itu juga ia melihat sosok tiga lelaki yang saling memapah satu sama lain.

"Rama, kalian selamat! Thank God!" teriak Livy, saat Rama menghampiri gadis itu dengan wajah lesu dan memeluknya dengan erat. Livy bisa merasakan betapa lemasnya tubuh tegap lelaki itu, bisa dipastikan Rama tengah kelaparan dan dehidrasi. Dibelakang sana, terlihat Carol yang membantu memapah James bersama Bob.

"Banyak yang ingin kuceritakan pada kalian," ucap Rama, Livy kemudian membantu Rama untuk berjalan karena tubuhnya mulai sempoyongan.

"Me too."

....

Tak ada yang lebih membahagiakan bagi mereka selain kembali berkumpul satu sama lain. Kedatangan Rama, James dan Bob kembali menumbuhkan semangat mereka untuk kembali berdiskusi, tentang apa yang terjadi dan dimana mereka saat ini.

Albern yang kala itu tengah sibuk menambal kapal spontan melepas semua perkakasnya kala meluhat Rama kembali dengan tubuh yang lemas. Terlebih ia terkejut melihat keadaan James yang memiliki luka dengan perban besar di paha kanannya.

"Rama!"

Albern membantu Livy untuk memapah sahabat mereka duduk di atas pasir, begitu pula dengan Carol yangdengan sigap mengambil semua kotak obatnya, ia juga mengambil air dan beberapa makanan instan yang masih tersisa.

Rama tampak menenggak sebotol air minum itu dengan cepat, tampak gurat bahagia yang muncul dari wajahnya, karena ia berhasil keluar dengan selamat dari hutan, walau tentu dengan beberapa kejutan yang ia dapat dari sana.

"Aku bersyukur bisa bertemu kalian lagi," ucap Rama.

Livy kemudian memberikan sebuah roti kemasan "Ya kami juga, makanlah dulu. Kau pasti kelaparan sejak kemarin, ya kan?"

Rama mengangguk, lelaki itu membuka pembungkus roti isi keju tersebut dan mulai memakannnya dengan lahap. Albern dan Livy kemudian duduk didepan Rama, sembari sesekali memperhatikan Carol yang tengah mebersihkan luka robek di paha James. Albern sendiri merasa ngilu melihata betapa banyak darah yang merembes dari perban lama yang sepertinya menggunakan sobekan baju.

"What happened to you, guys? Apalagi Paman James. Aku sangat ngilu melihat lukanya," lirih Albern yang kemudian mengalihkan pandangannya saat perban di paha James dibuka total, luka robek sepanjang hampir delapan cm terlihat segar.

"Aku tak tahu apa yang benar-benar terjadi padanya, sepertinya tersayat kayu atau batu karang, aku hanya bisa memberikan pertolongan pertama."

Livy tersenyum tipis, "Tenang saja, aku percaya Carol bisa memberikan pertolongan terbaik."

"Bagaimana keadaan kapal, Al?" Bob tiba-tiba datang untuk bergabung dengan mereka, ia bisa melihat beberapa luka tambal di speedboat yang mereka pakai.

Albern bangkit dari posisinya, dan berjalan menuju kapal speedboat yang masih dalam posisi miring. "Seperti teorimu, ternyata kapal kita bisa bertahan hingga seutuh ini. Aku sudah menambal beberapa lubang, hanya saja aku tak terlalu mengerti mesin, Aku bisa serahkan itu padamu, Paman."

Bob mendengarkan penjelasan lelaki itu dengan seksama, ia tak menyangka jika speedboat mereka bisa seutuh ini. Awalnya ia mengira kapal sekecil ini tidak mungkin bisa bertahan. Bob berniat untuk mengecek baling-baling kapal mereka, semoga saja masih sama utuhnya.

Dibelakang kapal yang sudah miring tersebut, Bob bisa melihat baling-baling mesin mereka seperti diselimuti oleh rumput laut dan, bersyukur seperti keinginannya baling-baling itu masih utuh, mungkin perlu dibersihkan sedikit nanti.

Bob kembali beralih pada ketiga anak muda yang masih saling bertukar cerita, mereka mengalihkan pandangannya pada Bob yang muncul dengan wajah sumringah.

"How? Apa bisa menyala?" tanya Albern.

"Ya sepertinya bisa, kita bisa pulang secepatnya."

Pulang?

Livy spontan berdiri, ia menunjukkan bendera merah yang ia temukan di goa tadi.

"No, wait, aku menemukan bendera merah yang Dad pakai di speedboat-nya. Haruskah kita pulang sekarang?"

Bersambung ...

Jangan lupa tinggalkan jejak, jangan sampai mahluk lain yang justru meninggalkan jejak disekitar kalian 😈

KRAKEN'S TRIANGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang