Di sebuah mulut goa yang lembab dan diiringi jatuhan beberapa butir air dari atas langit-langit. Ke enam manusia tengah duduk mengelilingi api unggun yang baru saja dibuat sepuluh menit yang lalu, beberapa di antara mereka merapatkan tubuh dan menyatukan tangan mereka untuk menolak dinginnya udara dari badai diluar sana.
Albern memandang dinding goa di sekitar, ia bisa melihat lorong gelap di belakang mereka. Cahaya api unggunbahkan tak cukup untuk menerangi hingga sejauh itu.
Disampingnya, ada Rama yang kini sudah lebih bertenaga dan akhirnya buka suara. "Well, bagaimana rencana lanjutan kita?" tanya Rama.
Mendengar pertanyaan itu Bob tersenyum. Ia kemudian mengeluarkan bendera merah yang Livy bawa siang tadi.
Albern menghela napasnya, here we go again.
"Livy sepertinya benar, ini bendera yang dibawa Tom. Seperti yang kita lihat, goa ini lumayan panjang dan kita hanya bisa melihat sedikit saja. Setelah semua badai ini selesai sepertinya kita akan menjelajahi sedikit goa ini, bagaimana menurut kalian?" tanya Bob.
Belum ada jawaban atau pendapat yang Bob dan Livy dengar, gadis itu menghela napasnya.
"Guys, sebelumnya aku minta maaf karena aku egois. Aku tahu kalian pasti ingin pulang, aku tak akan memaksa kalian lagi. Kau benar Albern, aku terlalu memikirkan diriku sendiri dan ...."
"No, aku ikut denganmu, Livy!" seru Carol.
"Yap, aku juga ikut, aku masih penasaran dengan pulau ini. Ya kan, Al?" ucap Rama sambil menyenggol bahu Albern yang sejak tadi masih diam.
Albern mengalihkan pandangannya, "Ya, ya. Walau aku masih kesal denganmu, Livy. Aku akan ikut untuk menemani yang lain," ucap Albern.
"Lagipula, sangat aneh melihat sahabat kita yang keras kepala ini bisa sepasrah itu, ya kan?" sambung Albern dengan senyum kecilnya.
Livy tersenyum dengan kekehan kecil, "Thankyou, guys!"
Rama tiba-tiba bertepuk tangan, membuat perhatian sekitar mengarah padanya. "Oke, sepertinya ini saat yang tepat untuk menceritakan apa yang aku, Paman Bob dan Paman James alami di hutan aneh ini."
...
Rama mempercepat langkahnya menuju Bob dan James dengan kedua tangan yang masih setia mengenggam dua kantung semar berisi air. Dengan was-was sambil menatap sekeliling,ia berhati-hati jika ada mahluk lain atau burung tersebut yang akan muncul.
"Hei, kenapa buru-buru sekali?" tanya Bob ketika Rama sampai di depan mereka. Ia memberikan dua kantung semar berisi air tersebut. Namun, pandangannya terus menoleh ke kiri dan ke kanan seperti dikejar sesuatu.
"Cepat minum ini, kita harus segera keluar dari hutan," ucap Rama.
James menaikkan sebelah alisnya "Ada apa?"
"Kalian pernah dengar burung Moa? Entah apa aku salah lihat atau memang kenyataanya, burung itu ada di hutan inI," bisiknya.
"Moa? Are you sure? Lagipula jika memang ada, seharusnya kita tak perlu khawatir, burung Moa tidak seberbahaya itu, kan?"
"Ya, asal kita tidak mendekat. Tapi yang lebih aku khawatirkan adalah mahluk lain yang ada di sini. Jangan sampai kita bertemu dengan predator."
Ketiga pria itu memutuskan untuk kembali berjalan dengan langkah terburu-buru, mereka tetap berusaha untuk tidak menimbulkan banyak suara yang mungkin saja bisa membahayakan mereka. Satu demi satu akar raksasa berusaha mereka naiki, sesekali mereka hampir terpeleset dan tersandung akar atau tanaman di bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KRAKEN'S TRIANGLE
AventureLaut adalah misteri terbesar yang sulit untuk manusia selami. Tiap puing rasa penasaran akan selalu menyeret mereka pada bahaya yang tidak dapat dibayangkan. Segitiga Bermuda salah satunya, tiga sudut yang penuh dengan tanda tanya. Siapapun mungki...