SABRINA 2 - BAB XXI

12 4 3
                                    

SABRINA STORY

Pagi buta, aku sudah terbangun untuk menyiapkan Revan sarapan. Aku tidak mau sampai Revan mengetahui segalanya hanya karena perubahan sikapku yang gelisah memikirkan masalah yang aku tutupi.

"Mau ada yang aku bantu nggak, Sayang?" Tanya Revan saat menghampiriku di dapur.

"Eh, kamu sudah bangun! Nggak ada kok, ini sudah selesai. Kamu mau makan, sekarang?" Aku berusaha keras bersikap seperti biasa.

"Boleh, tapi ditemenin sama kamu, ya!" Ujarnya semangat.

Aku hanya menganggukan kepala dan tersenyum kearahnya. Tidak terbayang, jika dia mengetahui semuanya. Apakah suamiku masih bisa bersikap seperti ini? Revan seorang suami yang tidak pernah putus ibadah, memakai ilmu putih, dan selalu berserah diri kepada sang pencipta. Apakah dia bisa memaafkan segalanya yang sudah terjadi? Walaupun dia seperti malaikat, tetapi dia tetap manusia biasa yang pasti memiliki batas kesabaran. Aku semakin takut kehilangannya.

Aku menemaninya makan di ruang TV sambil menonton film yang diputar pada DVD. Aku menutupi kakiku menggunakan selimut sambil menyandarkan kepalaku ke bahu Revan yang sedang menyantap masakanku.

"Kamu nggak makan, Sab?" Tanyanya sambil mengusap keningku.

"Nggak, belum lapar," jawabku.

"Ya sudah, tapi jangan sampai nggak sarapan ya, kamu!" Ujar Revan.

Aku hanya menganggukan kepala dan mencoba tersenyum kepadanya.

REVAN STORY

Sudah berjam-jam Sabrina hanya terdiam di ruang TV dengan tatapan kosong. Revan semakin khawatir dengan keadaan Sabrina seperti ini. Revan mencoba berinisiatif untuk menanyakan ke orang-orang terdekat Sabrina dengan tujuan mendapat informasi sebenarnya. Revan menelepon keluarga Sabrina, tetapi jawaban semua sama, yaitu "tidak tahu." Tidak ada jalan lagi selain menanyakan langsung kepada Sabrina. Revan mulai duduk di sebelah Sabrina yang berada di ruang TV.

"Eee, Sab," sapa Revan ragu.

"Hmm," Sabrina menoleh.

"Eee, kamu nggak mau cerita lagi kenapa?" Tanya Revan ragu.

"Hah? Cerita? Emang aku, kenapa?" Tanya Sabrina kembali dengan wajah datar.

"Nggak tahu, aku lihat kamu lagi ada yang dipikirin saja," lanjut Revan.

"Aku? Masalah? Nggak, aku nggak punya masalah," Sabrina terheran-heran.

"Oh, ya sudah, kalau kamu nggak punya masalah, Sayang," Revan merapihkan rambut Sabrina.

Revan mendekap erat Sabrina yang nampak kebingungan saat ini. Tubuh Sabrina gemetar, Revan sangat mengetahui bahwa isteri-nya sedang ketakutan saat ini. Tubuhnya memang di sini, tetapi pikirannya entah berada di mana.

"Sepertinya memang harus cari tahu sendiri!" Batin Revan.

SABRINA STORY

Malam tiba, Aldo memintaku untuk mendatangi perkumpulan pukul 21:00 WIB nanti. Aku terdiam untuk berpikir bagaimana aku bisa keluar rumah pada jam segitu. Waktu sudah 15 menit lagi untuk mencapai pukul 21:00 WIB. Tidak ada jalan lain selain diam-diam pergi dari rumah. Semoga Revan tidak menyadari kepergianku malam ini. Aku berjalan perlahan dan membuka pintu pagar dengan sangat hati-hati.

"Revan, I'm so sorry!" Aku berjalan meninggalkan rumah.

Aku berlari sekuat tenaga menuju kediaman Sekte. Aku melihat Aldo sudah menunggu kehadiranku di depan gerbang. Dia menyambutku dengan senyuman semeringah, "Halo, beautiful!" Sapa Aldo melihat kedatanganku. Aku hanya terdiam dan memasuki rumah ini tanpa membalas senyumannya.

Aldo meminta semua berkumpul membentuk lingkaran, dia berdiri tepat di tengah-tengah lingkaran. Sepertinya, dia ingin berpidato di sana, rasanya sangat tidak peduli apa yang akan dijelaskan kepada orang-orang di sini.

"Selamat datang, para kaum pencerahan!" Teriak Aldo dari dalam lingkaran.

"HUHH!!" Semua berteriak menanggapi perkataan Aldo kecuali aku yang hanya terdiam memantau situasi yang ada.

"Hari ini kita akan menentukan tingkatan kenaikan kelas kalian, untuk yang akan mencapai tingkat Minerval, kalian dibebaskan untuk tidak mengikuti ritual selama satu minggu, atau di sini akan ada langsung mencapai tingkatan Mysteries? Siapa yang tahu? Kita lihat dengan memulai ritual ini dan biarkan bapak dari pendusta yang memutuskan!" Jelas Aldo yang masih di dalam lingkaran.

Aldo mulai melaksanakan ritual, menurut mereka darah diyakini membawa kekuatan gaib. Kekuatan yang dapat memaksa seseorang untuk membunuh atau merampas jiwa orang lain. Kekuatan yang mereka inginkan untuk menggambarkan kekuatan yang mereka percaya dan dapat digunakan dalam hal baik atau pun hal buruk sekali pun.

Aldo menerima kuali berwarna emas yang baru saja diberikan oleh salah satu anggota Sekte yang berada di luar lingkaran. Isi kuali tersebut adalah darah segar, entah dari mana mereka dapatkan sebanyak itu, aku sama sekali tidak bisa berprasangka baik melihat situasi seperti ini. Aldo mengitari anggota Sekte satu per satu meminta untuk meminum darah tersebut sebagai awal ritual. Aku mulai panik, aku benar-benar tidak mau untuk meminum darah itu.

Aldo terlihat sengaja membuat giliranku menjadi yang terakhir untuk meminum darah tersebut. Dia memulai dari orang yang berada di kananku saat ini. Dia melirik ke arahku dan tersenyum mengucilkan, sepertinya dia menerka rasa panik yang aku rasakan.

Hanya beberapa menit saja, dia sudah mulai medekat untuk menghampiri sesuai giliran yang seharusnya. Sekarang, dia tepat berdiri di hadapanku dengan senyum semeringah, selera humornya benar-benar gelap sekali.

"Minum, Sabrina," ujarnya.

"Tidak, aku nggak akan mau!" Tegasku.

Raut wajahnya berubah menjadi datar seketika, dia menghela napas kuat, dan menatapku tajam. Dia mencengkram rahangku kuat, "Minum, Sabrina!" Tegasnya.

Aku mendorongnya kuat dengan satu tanganku. Dia terlempar keluar lingkaran karena doronganku yang sangat kuat. Emosiku kini memuncak, ini sungguh di luar kendaliku. Aldo mulai bangkit, sepertinya dia merasa dikucilkan dengan kekuatanku yang di luar ekspektasinya.

Dia mengkibaskan jubbah yang dikenakan, "Cukup!" Teriaknya. Dia berjalan ke arahku dengan wajah yang sangat kesal. Dia mulai mendekat, aku sudah siap untuk menggunakan kekuatanku kembali, dia mencengkram tanganku begitu kuat. "Minum darah ini, Sabrina! Atau aku akan bilang Revan tentang rahasia kamu ini!" Bisiknya kepadaku.

Aku langsung lemah mendengar ancaman Aldo kepadaku. Dia menghempaskan tubuhku hingga aku terjatuh ke aspal. Dia menarik daguku dan memaksaku untuk meminum darah yang dia bawa. Aku merasa sangat hancur saat ini. Aku menangis setelah itu, aku sangat tidak percaya bahwa hidupku akan seburuk ini.

***********************************************************************************************

Terima kasih sudah membaca cerita SABRINA 2: CIRCLE OF DARKNESS. Jangan lupa vote dan berikan komentarnya ya, karena support kalian sangatlah berharga. Tunggu kelanjutan cerita SABRINA, hanya di wattpad. See you on the next part!

Warm Regards,

INDRI HELWINA

SABRINA: LOVE IS A CURSE [TERBIT] | CIRCLE OF DARKNESS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang