SABRINA 2 - BAB XXX

12 2 0
                                    

Revan menukar mobilnya dengan milik teman SMA-nya, Bima kakak kelasku yang sekelas dengan Revan kala itu. Rumah Bima tidak terlalu jauh dari wilayah rumah kami, perjalanan hanya menempuh 20 menit saja untuk sampai di sana. Sesampainya di rumah Bima, Revan langsung memarkirkan mobilnya di halaman rumah Bima yang cukup luas. Kami keluar dari mobil untuk menemui Bima yang menyambut kami dengan senyum hangat.

"Kalau nggak ada situasi gini, kita nggak bakal ketemu nih, Bro!" Gurau Bima.

"Hahaha, sialan, lo! By the way, terima kasih bantuannya, Bim," ujar Revan.

"Santai, kayak sama siapa saja lo, nanti gue bantu bawa mobil lo, ke bengkel deh," balas Bima.

"Seriusan? Nggak ngerepotin, ini?" Tanya Revan tercengang.

"Iya, sudah santai aja. Aman sama gue, mobil lo!" Bima menepuk-nepuk pundak Revan.

"Thanks, sekali lagi!" Balas Revan.

"Gimana keadaan lo, Sabrina? Sehat?" Tanya Bima kepadaku.

"Alhamdulilah, Kak!" Sahutku.

"Sudah mau sore, kita sudah harus secepatnya sampai di tujuan. Gue sama Sabrina pamit, ya!" Lanjut Revan.

"Nggak mau mampir dulu, nih?" Tanya Bima.

"Next time, maybe! Sekali lagi, terima kasih, ya!" Revan menepuk pundak Bima dan berjalan ke arah mobil yang ingin di kendarai setelah itu.

"Siap!" Sahut Bima semangat.

Kami memasuki mobil dan bergegas pergi ke tujuan yaitu rumah peninggalan Alm. Ibu Revan yang berada di Bogor. Bima meminjamkan mobil hitam cukup besar kepada kami. Perjalanan memakan waktu 2 jam lamanya, aku tidak bisa tertidur sama sekali di dalam perjalanan, rasanya tubuhku sangat rapuh yang menyebabkan kesakitan berlebih. Aku mengeluarkan keringat dingin sejak tadi karena menahan rasa sakit yang aku rasakan. Aku mencoba menutupi semuanya di hadapan Revan, aku semakin takut jika dia tahu, dan keinginan dia untuk membuang anakku semakin ada. Aku tidak bisa memilih antara keduanya, aku sangat mencintai Revan dan juga anakku.

"Kamu nggak apa-apa, Sab?" Dia mengelus keningku. "Badan kamu dingin banget, Sab," lanjutnya.

"Hmm? Nggak apa-apa, Van. Hanya rada susah tidur saja, mungkin bawaan hamil," jelasku yang masih mejamkan mata menahan rasa sakit.

"Aku matiin ya, AC mobilnya?" Tanya Revan. Aku hanya mengangguk pelan. Revan mematikan AC mobil dan menambah kecepatan mobil yang dia kendarai setelah itu.

Sesampainya di rumah kami yang baru, aku terkejut sudah ada Juna dan juga Chika di sini. Tanpa basa-basi, aku langsung menghampiri dan memeluk mereka satu persatu. "Gue pikir kalian nggak tahu soal ini!" Ujarku bahagia.

"Revan yang kasih tahu kita, Sab," jawab Juna.

Aku menoleh ke arah Revan dengan senyuman bahagia. Aku sempat berpikir negatif kepadanya akhir-akhir ini, semua pikiran jelekku langsung sirna akan hal ini. Aku harus lebih kuat lagi dan lagi setelah ini. Rumah baru, rintangan baru, dan aku siap.

REVAN STORY

Revan mengajak Juna untuk berdiskusi sebentar keluar rumah. Chika senantiasa menemani Sabrina di dalam rumah. Setelah agak menjauh, tanpa basa-basi Revan membuka pembicaraan dengan Juna.

"Mungkin Sabrina akan terlihat sehat untuk saat ini, Jun. Gue nggak tahu kedepannya nanti gimana. Gue nggak mengira sebelumnya kalau efek dari perjanjian Sekte itu bakal seberat ini," jelas Revan.

"Memangnya apa sih, penjanjian Sabrina dengan para Sekte?" Tanya Juna penasaran.

"Sekecil itu permintaannya untuk risiko yang sangat besar. Dia ingin mengandung anak dari gue. Nggak tahu apa yang ada di pikiran Sabrina, sampai bisa membuat perjanjian menanam jiwanya hanya demi memiliki anak," jengkel Revan.

SABRINA: LOVE IS A CURSE [TERBIT] | CIRCLE OF DARKNESS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang