Misel memasuki ke dimensiku melalui koneksi Aldo kepadaku saat ini. Saat Misel berhasil masuk, Aldo langsung menghilang begitu saja. Misel menghampiriku perlahan, dia berlutut di hadapanku. Dia menutup mataku dengan telapak tangannya.
Tidak lama, aku membuka mata setelah itu. Aku melihat ke arah kedua tanganku sudah tidak terjerat rantai kembali. Aku melihat sekeliling, ternyata aku sudah berada di depan gerbang kediaman Sekte. Misel sudah tidak ada di hadapanku lagi. Aku langsung berdiri dan berlari ke dalam mencari tubuhku berada. Aku memasuki ruangan yang disebut 'Kubah' oleh semua anggota Sekte. Aku melihat ada sosok yang menyerupaiku, namun suaranya sangat berat, matanya berwarna hitam keseluruhan, dan memiliki pergerakan tubuh yang sangat aneh. Sosok itu bergerak tanpa arah seperti terpatah-patah dan seperti menyerang ke setiap sudut ruangan.
"Siapa kamu?" Tanyaku lantang.
"Kamu sudah tahu siapa diriku, Sabrina!!" Jelasnya dengan tawa.
"Bapak dari pendusta?" Aku menduga-duga.
"Hahaha! Kamu sudah pintar, Sabrina! Tidak sia-sia, Aldo menjadikanmu, Magus!" Dia berdiri dan membalikan tubuhnya ke hadapanku sekarang.
Saat ini, aku seperti berkaca di cermin, dia menyerupai wujudku. Dia berlari ke arahku dengan berteriak begitu keras. Aku menahan terkamannya dengan semaksimal mungkin. Aku mendengar suara Aldo saat ini, "Sabrina! Lawan, Sabrina! Cari jalan keluar secepatnya, Sabrina! Kamu lebih kuat!" Ujarnya.
"Ini adalah tubuhku!" Teriakku mendorong sosok yang berada di hadapanku ini setelah itu. Sosok ini terpental cukup jauh, aku langsung berlari menuju tubuhku yang sedang duduk di kursi tepat di tengah Kubah. Aku menarik napas panjang, aku membuka mata, Aldo membantuku untuk duduk di kursi yang tidak jauh dariku.
"Are you, okay?" Tanya Aldo terlihat sangat cemas.
Aku mengangguk sambil mengatur napas yang terengah. Aku langsung berdiri dan meninggalkannya di sini seorang diri.
"Sabrina," panggil Aldo. Aku menghentikan langkah dan membalikkan tubuhku menghadapnya. "Please, stay with me!" Ujar Aldo.
Aku tersenyum dan menggelengkan kepala, "Tidak. Goodbye, Aldo!" Aku kembali ke arah pintu keluar.
REVAN STORY
Kediaman ini nampak sangat sepi, dia memasuki rumah ini, dan tidak ada halangan sedikit pun. Arsitekturnya sangat kuno, banyak patung-patung sepanjang lorong perjalanan menuju dalam rumah ini. Terdapat patung manusia berkepala kambing dan memiliki sayap berwarna hitam, patung manusia sedang memakan bayi, patung manusia berwajah seperti gagak memakai mahkota dan tangannya dililit oleh ular besar, patung manusia berkepala tiga yang terdiri dari kepala manusia, kambing, dan juga banteng, dan terakhir ada patung manusia bertubuh kekar, memiliki tanduk, dan sayap yang membentang lebar.
Revan menyusuri perlahan lorong demi lorong rumah ini. Revan mendengar seperti ada suara di sebuah ruangan, dia langsung bergegas menuju sumber suara. Benar adanya, Sabrina dan Aldo sedang berada di sana. Revan mendengar semua pembicaraan mereka. Suara Sabrina terdengar sangat berbeda, Revan memutuskan untuk hanya berdiri di depan pintu dan menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi. Revan mendengar semua percakapan mereka, memang benar adanya, Aldo memang mencintai Sabrina.
"Sabrina! Lawan, Sabrina! Cari jalan keluar secepatnya, Sabrina! Kamu lebih kuat!" Teriak Aldo memegang kedua pergelangan tangan Sabrina dari belakang, dia terlihat meneteskan air mata, dan suaranya bergetar seperti menahan isak tangis.
Sabrina menarik napas panjang setelah itu dan terbatuk-batuk cukup kuat. Aldo terlihat mendudukan Sabrina di sebuah kursi. Lalu, Sabrina terlihat menghindar dan membangkitkan tubuhnya berlari ke arah pintu ruangan ini tempat Revan berdiri memerhatikan sejak tadi. Aldo memanggil Sabrina dan meminta agar Sabrina dapat bersamanya, namun Sabrina pun menolak dengan lembut.
Sabrina kembali berlari keluar dan terkejut saat keluar dari ruang melihat Revan berdiri di balik pintu. Dia langsung bergegas menarik tangan Revan untuk pergi dari tempat ini. Revan melihat sekilas Aldo berlutut memukul-mukul kursi yang berada di hadapannya dan meneteskan air mata dengan wajah jengkel sebelum meninggalkan tempat ini. Akhirnya, Revan dan Sabrina berlari lalu bergegas memasuki mobil Revan untuk pergi dari tempat ini.
Di dalam mobil
Sabrina terlihat sangat cemas, tangannya gemetar hebat. Revan tetap menancap gas mobil untuk pergi menjauh dari tempat tersebut. Setelah beberapa menit, mobil ini sudah berjalan, Revan menghentikan mobilnya di pinggir jalan, mematikan mobilnya, melepas sabuk pengaman, dan langsung memeluk Sabrina yang sedang mengigiti jemarinya sejak tadi.
"Kita pindah rumah ya, Sayang, ya!" Ujar Revan dalam dekapannya.
"Kita mau pindah, ke mana? Sepertinya, mau di mana pun aku berada, sudah pasti Penguasa Kegelapan, akan mencariku!" Ujar Sabrina terbatah-batah.
"Aku ada tempat peninggalan Alm. Ibuku di daerah Bogor, kita tinggal di sana ya, aku akan berusaha melindungi kamu dari apa pun itu!" Ujar Revan mengelus-elus punggung Sabrina yang berada di dekapannya.
"Lalu pekerjaan kamu di sini gimana, Van? Aku nggak mau nambah beban orang lain," Tanya Sabrina mulai tenang mendengar penjelasan Revan.
Revan melepas dekapannya, "Biar aku yang pikirin. Intinya sekarang kamu harus aman dulu ya," jelas Revan.
"Mama Tiwi, Ayah, Juna? Apa mereka harus tahu, Van?" Tanya Sabrina menghapus air matanya.
"Kemungkinan untuk saat ini kita harus merahasiakan semuanya dulu ya, Sayang," Revan merapihkan rambut Sabrina.
Sabrina hanya mengangguk dan mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dia kembali memeluk Revan, kejadian ini sepertinya membuat Sabrina sangat frustasi, "Janji sama aku, Van, utamakan anak ini ketimbang, aku! Aku mohon!" Sabrina kembali menangis di dekapan Revan.
"Jangan bicara seperti itu, Sab! Aku nggak bisa kehilangan kamu!" Ujar Revan meneteskan air mata.
"Aku mohon! Biarkan anak ini memiliki kehidupannya walau nyawaku taruhannya. Tolong, jawab 'iya' Van! Aku mohon!" Tubuh Sabrina bergetar hebat.
"Iya, Sabrina. Aku akan berjuang demi kalian," Revan berusaha meyakinkan Sabrina.
"Terima kasih! Itu sangat berarti buat aku," Sabrina melepas dekapannya.
Revan menghapus air mata Sabrina, "Sekarang tenangin diri kamu, kita pulang sekarang ya," ujar Revan.
Sabrina mengangguk lemas dan menyandarkan tubuhnya di kursi mobil.
**************************************************************************************
Terima kasih sudah membaca cerita SABRINA 2: CIRCLE OF DARKNESS. Jangan lupa vote dan berikan komentarnya ya, karena support kalian sangatlah berharga. Tunggu kelanjutan cerita SABRINA, hanya di wattpad. See you on the next part!
Warm Regards,
INDRI HELWINA
![](https://img.wattpad.com/cover/197388518-288-k403954.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SABRINA: LOVE IS A CURSE [TERBIT] | CIRCLE OF DARKNESS [AKAN TERBIT]
HorrorSipnosis: CERITA 1 Judul: Sabrina (Love is a curse) SUDAH TERBIT DI PENERBIT MENGUBAH SEMESTA @mengubahsemesta Genre: Horror, Romance, Fantasy, Mystery Semua orang pasti ingin mempunyai teman di masa hidupnya, termasuk Sabrina. Misel adalah teman pa...