CHAPTER 13 🌻

3 1 0
                                    

Andy telah membersihkan dirinya, sebelum masuk ke kamar Febri dia menghela nafas terlebih dahulu. Mempersiapkan mental, untuk mendengar barangkali saja ada ucapan-ucapan yang tidak terduga sebelumnya dari mulut Febri.

"Febri, kakak boleh masuk enggak?" Andy mengetuk pintu kamar Febri beberapa kali.

"Terserah!" sepertinya Febri begitu malas untuk berbicara dengan siapapun. Tetapi Andy tidak peduli, dia harus memeriksa keadaan Febri supaya orang tuanya tenang. Tanpa basa-basi lagi, Andy langsung membuka pintu. Terlihat keadaan Febri benar-benar rapuh, bukannya tidur di kasur tetapi dia memilih tidur di lantai. Rambutnya berantakan, dia menangis sesenggukan dengan menutup kedua telinganya dengan tangan.

"Febri.... kenapa sih? Kamu tuh ya, jangan bikin mama sama papa bingung. Kasihan mereka dek, kamu jangan gini. Kenapa tiba-tiba nangis? cerita aja nggak apa. Nggak usah dipendam sendiri, kita keluarga kamu dek. Kan bisa cari solusinya bareng-bareng, oke?" sebenarnya emosi Andy begitu memuncak, bagaimana tidak? Dia sudah terlalu lelah untuk menjalani hari. Tetapi dia berusaha berbicara sehalus mungkin, agar Febri tidak semakin tertekan dan makin takut lagi bercerita. 

"Kak, boleh nggak Febri sekolah lagi waktu kelas 6 aja? Sekarang aku nggak mau ke sekolah, lagian udah hampir akhir semester. Ya?" Febri berusaha berbicara meskipun masih dalam isakan tangis. Dia menyeka air matanya berkali-kali.

"Alasannya apa? Kamu dibully kah? atau susah beradaptasi atau gimana?" Andy memastikan. 

"Pokoknya nggak mau sekolah! Ih!" Febri langsung menoleh ke arah Andy menatapnya tajam.

"Yaudah iya oke. Tapi ada syaratnya," agar tidak semakin menjadi-jadi Andy pun pasrah. 

"Apa?" tanya Febri. 

"Besok satu hari aja ke sekolah, terakhir deh. Pas pulang kan aku yang jemput?Nah aku langsung bicara sama guru kamu?" pinta Andy, dia berharap Febri menuruti perkataannya. 

"Aaaaa.. nggak mau," Febri kembali merengek. 

"Kalau nggak mau, malah gue suruh sekolah terus loh ya?" ancam Andy dengan tatapan mengintimidasi.

"Yaudah deh, beneran ya terakhir?" Febri memposisikan diri untuk duduk. 

"Iya. Gitu dong anak pintar!" Andy memeluk Febri begitu erat. "Yaudah buruan tidur, besok kakak yang antar kamu!" sambungnya. 

"Oke kak siap," Febri melepaskan pelukan setelah itu segera menuju kasur bersiap-siap untuk tidur. 

Dengan hati-hati Andy keluar dari kamar Febri dan menutup pintu secara perlahan agar tidak mengganggu. Andy sedikit resah, sebenarnya dia sudah menduga hal ini akan terjadi. Dulu sebelum menyekolahkan Febri di sekolah umum, Andy sempat memberi saran kepada mama papanya agar Febri disekolahkan khusus supaya menghindari hal seperti ini. Tetapi mau bagaimana lagi, hal yang disesali sudah berlalu. Jadi mau tidak mau, harus dijalani sebagaimana mestinya. 

*******

Agar tidak terlambat, Andy bangun pagi sekali supaya bisa menyiapkan sarapan dengan cepat tanpa perlu menunggu mamanya terlebih dahulu. Dia merasa kasihan kedua orang tuanya bekerja sangat keras, ditambah lagi harus mengurus Febri yang memiliki kelebihan. 

Mamanya membuka tirai kamar, lalu mengusap kedua mata secara perlahan. Ya, kamar orang tua mereka tidak memiliki pintu. Karena lebih mengutamakan kenyamanan anaknya terlebih dahulu, jadi untuk sementara hanya menggunakan tirai saja. 

"Andy? Kok kamu bangun pagi banget. Masak lagi, apa enggak telat sekolahnya?" tanya Mama. Dia berjalan mendekat kepada Andy yang sibuk membuat masakan. Kali ini dia memasak nasi goreng, supaya mood Febri menjadi lebih baik nanti. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang