CHAPTER 2 🌻

20 2 0
                                    

Dengan waktu cepat, Andy telah sampai di rumah. Mustahil saja Andy jika bersantai, tadi saja mamanya sudah menelfon dengan nada bicara yang begitu tergopoh-gopoh. Andy menyadari, pasti mamanya sebentar lagi akan berangkat untuk bekerja.

"Andy pulang," ucap Andy sambil melihat sekeliling.

"Lama banget! Buruan ganti baju," baru saja Andy datang di rumah sudah mendapat omelan dari mamanya. Tetapi, Andy berusaha bersikap biasa saja. Ini sudah seperti makanan sehari-hari.

"Ya," jawab Andy singkat. "Mama mau kemana? Papa dimana?" sambungnya.

"Pakai nanya, mama harus antar koran lah! Papa lagi kerjain proyek bangunan," jawab mamanya begitu judes.

"Oh yaudah kalau gitu. Hati-hati," ucap Andy.

"Assalamualaikum," mamanya mengucapkan salam. Pamit untuk pergi.

"Waalaikumsalam," Andy menjawab salam.

Sekeliling rumahnya, tidak terlihat keberadaan Febri. Sudah pasti,  dia sedang tertidur pulas. Jadi Andy masuk ke kamar Febri,untuk melihat keadaan dan menjaganya.

"Febri..." panggil Andy dengan suara yang begitu pelan.

Ya, alasan keluarga Andy sangat memperhatikan Febri karena Febri menyandang disabilitas lebih tepatnya down syndrom. Dulu, orang tua mereka berdua sempat merasa frustasi karena Febri tidak terlahir seperti anak pada umumnya.

Tetapi, seiring berjalannya waktu kedua orang tua mereka berdua mampu menerima keadaan Febri. Bahkan menganggapnya sebagai anugerah, karena Febri adalah anak istimewa.

Sementara Andy? sampai saat ini dia masih belum bisa menerima. Jadi dia tidak terlalu memperkenalkan adiknya kepada teman-temannya.

Dan ya, setelah Andy membuka kamar Febri. Febri sudah tertidur begitu nyenyak, tidak terganggu sedikitpun. Namun Andy berusaha membangunkan dengan pelan, menanyakan apakah dia sudah makan atau belum.

"Dek," Andy menepuk bahu Febri pelan-pelan agar tidak terkejut.

"Hihh! Ada apa sih kakak," gerutu Febri. Tidak membuka mata, malah dia menutup wajah dengan bantal.

"Udah makan apa belum? Kalau belum nanti kakak masakin deh, kamu suka telur mata sapi kan?" tanya Andy santai, supaya Febri merasa tidak tertekan.

"Nggak, Febri sekarang udah nggak suka telur mata sapi lagi!" gerutu Febri menyingkirkan bantal dari wajahnya setelah itu menggelengkan kepala beberapa kali.

Andy menghela nafas, kebingungan. Ternyata Febri sangat labil.

"Kok bisa? Sejak kapan?" tanya Andy.

"Barusan. Soalnya mama tadi masakin aku nasi goreng, enak banget!" ujar Febri.

"Cepet amat berubahnya! Berarti udah makan kan ya?" Andy memastikan sekali lagi.

"Iya udah, udah sana kakak keluar! Febri ngantuk banget!" Febri kembali menutup wajahnya dengan bantal.

"Oke. Lanjutin tidurnya," Andy memposisikan dirinya berdiri. Setelah itu berjalan, keluar dari kamar Febri.

Sebenarnya Andy tidak bisa memasak, bahkan enggan untuk melakukannya. Tetapi karena Febri, Andy selalu belajar. Karena Febri sangat suka telur mata sapi waktu itu, jadi Andy hanya belajar memasak itu saja. Saat ini, tiba-tiba berubah begitu saja? Jadi mau tidak mau, Andy harus belajar memasak nasi goreng seenak mungkin yang rasanya harus sebelas dua belas dengan buatan mamanya.

"Si Febri nambah-nambahin kerjaan aja dah. Pusing gue," gumam Andy. Tetapi dia masih berusaha, menuju dapur untuk memulai. Lagipula ini kesempatan besar, kedua orang tuanya sedang bekerja dan tidak di rumah. Jadi Andy bisa menguasai dapur dengan leluasa.

WETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang