26. LAMARAN

2K 171 25
                                    

Setelah mendapat penanganan dari pihak medis, kini kondisi Wildan sudah lebih baik. Pemuda itu tersadar setelah dua jam lebih dia kehilangan kesadaran karena terlalu syok mendengar berita duka atas kematian sang Ayah tercinta.

Jenazah Tuan Haidar Adijaya Kusuma yang merupakan Ayah Wildan sudah selesai dimandikan dan siap dibawa pulang ke rumah duka.

Isna terus mendampingi di sisi Wildan.

Dia duduk di dalam ambulance bersama Wildan tepat di sisi Jenazah ayah Wildan terbaring.

Perjalanan menuju rumah duka berjalan lancar tanpa hambatan apapun.

Sesampainya jenazah di rumah duka, kedatangan Jenazah disambut dengan tangis pilu dari pihak keluarga Wildan yang lain.

Para kerabat dan tetangga terdekat tampak memberikan semangat pada Wildan.

Sebagai salah satu orang terdekat Wildan yang juga menjalin hubungan baik dengan Almarhum semasa hidup, Malik terlihat wara-wiri di rumah duka. Membantu pihak keluarga mempermudah terlaksananya proses pemakaman.

Betapapun usaha Malik untuk terlihat cuek pada Isna, tatapannya yang sering kali tertuju pada Isna tak mampu membohongi perasaan cemburu yang dia rasakan di lubuk hatinya saat ini.

Terlebih ketika lagi dan lagi Wildan dengan seenaknya memeluk Isna di depan orang banyak. Seolah tak menginginkan Isna meninggalkannya, Wildan terus menggenggam tangan Isna yang duduk disisinya tepat di hadapan Jenazah sang Ayah.

Isna sedang membacakan Surat Yasin ketika seseorang datang menghampiri Wildan dengan tiba-tiba dan menghambur ke arah lelaki yang duduk di samping Isna itu.

Isna menghentikan bacaannya saat kepalanya mendongak menatap sosok wanita bergaun hitam yang kini sedang memeluk Wildan dengan erat seolah mereka memiliki hubungan spesial.

"Begitu tahu kabar kalau kamu kecelakaan dari Aryan, aku langsung ke sini dari Jogya," ucap wanita itu dengan suaranya yang terdengar lembut. "Aku turut berduka cita ya, Wildan,"

"Makasih ya," jawab Wildan dengan senyuman kaku. Bibirnya terlalu kelu bahkan untuk sekedar memulas senyum tipis.

Wanita itu mengambil posisi duduk di antara Isna dan Wildan membuat posisi Isna tergeser. Dia melirik sinis ke arah Isna, seolah memberi kode pada Isna untuk menyingkir.

Isna jelas kesal, tapi dia tahu waktu dan tempat untuk tidak membuat keributan hingga memilih untuk mengalah. Isna hendak bangkit namun kedatangan sosok lain membuatnya urung melakukan niatnya. Tepatnya saat seorang lelaki berswiter hitam menghampiri mereka.

"Kuat, Bro. Gue yang ajak Sonya ke sini," ucap pemuda itu seraya bersalaman dengan Wildan.

Mendapati tempat yang semakin sempit, Isna pun menyingkir dari sana diikuti dengan tatapan lelaki berswiter hitam tadi.

Sampai di pintu masuk, Isna kembali menoleh ke arah Wildan hanya untuk sekadar memastikan siapa sebenarnya gadis bergaun hitam yang memeluk Wildan tadi. Wajahnya terasa familiar. Hingga setelahnya, Isna justru mendapati lelaki berswiter hitam itu menatap ke arahnya.

Untuk sejenak, tatapan mereka bertemu dan Isna tau bahwa lelaki itu pasti Aryan.

Dia anak Malik.

Sebab wajahnya yang begitu mirip dengan Malik.

Isna buru-buru memalingkan pandangannya. Tatapan mata Aryan membuatnya takut, entahlah...

Saat itu, Isna memilih untuk duduk di luar bersama para pelayat lain.

Sebuah minuman dingin yang disodorkan padanya membuat Isna terkejut. Tapi begitu dia menoleh ke belakang, dia jadi tersenyum mendapati Malik di sana.

"Minum dulu," kata Malik menawarkan.

DUDA KHILAF (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang