Wildan sampai di kostannya ketika hari sudah gelap.
Tiket kepulangannya ke Jakarta sudah di tangan.
Setelah mengemas barang-barangnya dan berpamitan pada pemilik kost dan beberapa penghuni Kost yang dikenalnya, Wildan akan langsung berangkat ke Bandara untuk kembali ke Ibukota malam ini juga.
"Oy Wil? Apa kabar? Lama nggak keliatan?" Sapa Mas Bari pemilik kost lain.
"Oy Mas, Alhamdulillah baik. Iya nih Mas, sibuk," jawab Wildan dengan kekehan khasnya. Penghuni kostan memang tak ada yang tahu tentang musibah yang baru saja menimpanya di Jakarta terkecuali Aryan, tentunya.
Mas Bari hanya manggut-manggut dan menunjukkan ibu jarinya sebagai isyarat agar Wildan bisa kembali melanjutkan aktifitasnya.
Sesampainya di kamar kost miliknya Wildan langsung mengeluarkan pakaiannya di lemari dan memasukkannya ke dalam koper yang sudah dia siapkan.
Barang-barang Wildan memang tak banyak karena dia lebih banyak menghabiskan waktunya di luar daripada di kostan selama berkuliah di Jogya.
Selain pakaian, Wildan hanya membawa laptop dan buku-buku pelajarannya saja.
Barang-barang elektronik seperti Televisi dan playstation sudah dia sedekahkan untuk Ramzi, anak kost sebelah yang memang memiliki hubungan dekat dengan Wildan. Ramzi sering membantu Wildan yang memang super sibuk hingga tak sempat mencuci dan menggosok pakaian. Daripada pakai jasa Laundry, Ramzi bersedia membantu Wildan mengerjakan hal itu dengan bayaran lebih murah, meski tak jarang Wildan sering membayar lebih pada Ramzi.
Selain ramah dan baik, di mana pun Wildan berada, orang-orang yang mengenal Wildan pasti tahu bahwa Wildan adalah sosok mahasiswa yang murah hati dan sangat loyal.
Banyak teman-temannya di kampus yang memang kurang mampu dia bantu secara finansial, itulah sebabnya lingkup pergaulan Wildan luas karena merasa nyaman menjalin hubungan pertemanan dengan Wildan.
Bahkan motor maticnya yang selama ini dia gunakan sebagai kendaraan pribadinya pulang pergi ke kampus dia jual dengan harga miring pada Andre yang juga satu kost dengannya.
Wildan sudah memasukkan semua barang-barangnya yang dirasa penting ke dalam koper, terakhir lelaki itu melipat selimut yang biasa dia gunakan jika musim hujan.
Wildan hendak memasukkan selimut itu ke dalam koper meski setelahnya, niat itu dia urungkan.
Ditatapnya selimut dalam genggamannya itu cukup lama.
Sekelebat bayangan hinggap dalam pikirannya.
*
"Tarraaaa, aku beliin kamu selimut ini supaya kamu nggak ngeluh dingin-dingin lagi kalau hujan, nih bawa!" Ucap seorang gadis manis berparas cantik di hadapan Wildan.
Gadis itu memasukkan selimut yang sudah dia bungkus rapi ke dalam tas ransel Wildan.
"Selimut doang sih nggak bisa buat dinginnya hilang," sahut Wildan dengan tatapan mesum membuat sang gadis melotot seraya menoyor kepalanya.
"Nggak usah omes deh!" Omel sang gadis ketus. Meski setelahnya dia malah senyum-senyum.
"Aku tuh maunya dipeluk kamu, Isna sayang! Bukan selimut!" Ucap Wildan manja seraya menarik pinggang Isna, sang kekasih agar lebih dekat dengannya.
"Emang kamu pikir aku amuba bisa membelah diri?" Canda Isna saat kini tubuhnya sudah berada di pelukan Wildan.
"Berat banget kayaknya mau balik ke Jogya!" Bisik Wildan saat itu seraya mempererat dekapannya. Dia membenamkan dalam-dalam kepalanya di ceruk leher Isna yang wangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUDA KHILAF (End)
RomanceHARAP BIJAK DALAM MEMBACA AREA DEWASA 21+ ***** Malik Indra Wahyuda adalah seorang duda beranak satu yang sudah pernah menikah lima kali. Dia dinyatakan impoten oleh Dokter akibat terlalu stress pasca ditinggal mati oleh istri pertamanya. Pernikahan...