32. LELAKI DI DALAM TOILET

1.7K 162 6
                                    

"Bagaimana? Apa sudah ada kabar?" Tanya Isna saat Malik memasuki mobil.

Mereka baru saja mampir di kantor polisi untuk mendapat kejelasan lebih lanjut mengenai kasus hilangnya Aryan.

Sejak malam di mana Malik dan Isna berkata jujur tentang hubungan mereka lalu Aryan pergi bersama Sonya, pemuda itu menghilang tanpa kabar.

Setelah dia meminta Sonya untuk kembali ke Jogya lebih dulu dan hanya mengantar Sonya sampai stasiun, Sonya yang sempat ditemui Malik di Jogya pun tak tahu menahu kabar Aryan setelahnya.

"Saya dan Aryan pisah di Stasiun. Aryan belikan saya tiket ke Jogya dan dia cuma bilang kalau dia akan kembali ke Jogya besok. Itu aja Om, selebihnya saya nggak tahu Aryan kemana. Bahkan saat besoknya saya coba hubungi dia sesampainya saya di Jogya, nomor ponselnya udah nggak aktif,"

Itulah keterangan yang berhasil didapat oleh Malik dari Sonya.

Seluruh keluarga besar Malik sudah diberitahu soal ini dan Malik pun sudah menyebar foto-foto Aryan di berbagai tempat namun satu bulan berlalu, lelaki itu tak sama sekali mendapat kabar mengenai keberadaan Aryan.

Bahkan saat hari ini Malik meminta kepada pihak kepolisian untuk bekerja lebih keras agar segera menemukan Aryan, dirinya hanya mendapat jawaban yang tak sama sekali membuatnya puas.

Sebagai seorang Ayah, Malik jelas khawatir.

Sangat khawatir.

Bahkan.

Sejak Aryan kecil, dirinya yang membesarkan Aryan seorang diri.

Meski anak itu seringkali melawan dan membuatnya kesal, tapi Malik tak pernah membenci anaknya.

Bagi Malik, sikap Aryan yang temperamen mungkin karena kurangnya kasih sayang yang diperoleh Aryan sejak kecil, terlebih saat sang anak tumbuh tanpa peran Ibu di sisinya.

"Belum," jawab Malik lemah. Kepala lelaki itu tertunduk dalam dengan tubuh yang sepenuhnya bersandar pada jok mobil.

Isna mengusap bahu Malik dengan penuh kelembutan.

"Kita semua udah berusaha, udah berdoa, dari pagi Mas belum makan karena terlalu sibuk memikirkan Aryan. Sekarang kita makan yuk?" Ajak Isna menyemangati. Usia kandungannya yang sudah memasuki bulan keempat membuat Isna seringkali merasa lapar.

Malik mendongak dan menatap Isna dengan seulas senyuman tipis di sudut bibirnya. Dia mengusap kepala Isna dengan sayang sementara tangan satunya mengusap perut Isna yang mulai membuncit. "Maaf ya, gara-gara Aryan, aku jadi kurang memperhatikan kamu,"

Isna tersenyum lebar. "Nggak apa-apa, aku paham kok perasaan kamu, Mas,"

"Kamu mau makan apa?" Tanya Malik yang mulai menyalakan mesin mobil.

Isna tampak berpikir hingga dia menyebut sebuah nama restoran yang sudah lama tak pernah dia kunjungi, padahal itu adalah restoran yang menyediakan makanan favorit Isna.

Sepertinya, sudah cukup Isna larut dalam perasaannya terhadap Wildan.

Meski berat, Isna harus bisa melupakan semua kenangannya bersama Wildan termasuk tentang restoran itu, di mana itu adalah salah satu tempat yang menjadi saksi bisu kebersamaan Isna bersama Wildan dahulu.

Isna seringkali mengajak Wildan ke restoran itu karena menu nasi gorengnya yang memang pas di lidah Isna.

Sebenarnya, Isna sudah beberapa kali memakan nasi goreng itu saat dirinya mengalami morning sickness kemarin-kemarin, hanya saja, Isna lebih memilih untuk menyuruh Malik membelikannya ketimbang dirinya yang harus mendatangi restoran itu.

DUDA KHILAF (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang