27. TANDA MERAH KEPEMILIKAN

3.2K 181 16
                                    

"Kamu habis beli cincin?" Tanya Wildan saat itu.

Isna berpikir keras untuk jawaban yang harus dia kemukakan pada Wildan. Sayangnya, otaknya benar-benar tak bisa diajak berkompromi. Lamaran dadakan ini membuat Isna tak bisa berpikir lebih jauh. Terlebih dengan keberadaan Aryan dan Sonya saat ini, jika pun dia harus berkata jujur, Isna justru takut salah bicara. Malik bilang, Aryan itu tipikal orang yang sangat sensitif, egois dan temperamen, itulah mengapa, akan menjadi hal yang sangat sulit bagi Malik dan Isna untuk mengungkap rahasia hubungan mereka saat ini.

Dan kehadiran Malik di tengah-tengah mereka membuat Isna akhirnya bisa bernapas lega.

Lelaki berkemeja hitam itu baru saja selesai mengucapkan salam dan kini melangkah santai memasuki ruang keluarga.

Bagi Isna, kehadiran Malik merupakan penyelamatnya, sementara Aryan justru terlihat tidak suka dengan keberadaan Malik di tengah-tengah mereka. Isna bisa merasakan adanya aura negatif yang begitu besar dari dalam diri Aryan. Tatapan Aryan jika menatap orang lain terlihat aneh dan sulit diartikan.

"Sorry ganggu, Om ke sini mau jemput Aryan," ucap Malik saat Wildan menyalaminya.

Dengan sikap penuh hormat, Wildan justru mengajak Malik bergabung bersama mereka.

Tanpa pikir panjang Malik pun menerima tawaran itu. Sesungguhnya dia datang bukan untuk menjemput Aryan, tapi karena mengkhawatirkan kondisi Isna. Malik paham betul, kedatangannya ke rumah Wildan saat ini pasti akan memancing amarah Aryan nantinya, sayangnya Malik tidak perduli.

Dengan sikap santainya Malik duduk di salah satu sofa kosong di ruangan itu, berhadapan dengan empat orang lain yang ada di ruangan itu sebelumnya.

"Kebetulan ada Om Malik, Wildan cuma mau mengumumkan sesuatu,"

Deg!

Ucapan Wildan seperti bom atom yang membuat hati Isna hendak meledak saking terkejut, was-was dan takut.

Isna terus berharap Wildan menghentikan niatan untuk melamarnya malam ini terlebih itu di hadapan Malik, suaminya.

Ya Allah, tolong aku....

Pada akhirnya, Isna hanya bisa berdoa memohon pertolongan. Namun sialnya, doanya kali ini tidak terkabul karena Wildan sudah kembali bicara.

"Ini yang namanya Isna, Om. Pacarku yang waktu itu kerja di restoran tempat teman Om kerja juga," ucap Wildan yang dengan bangganya memperkenalkan Isna pada Malik.

Karena mereka memang masih harus bersandiwara, Malik dan Isna pun saling berjabat tangan seraya memperkenalkan diri masing-masing seolah mereka adalah makhluk asing yang tidak saling mengenal satu sama lain.

"Jadi begini Om, seperti pesan Papah sebelum meninggal, Papah sudah memberi restu pada Wildan untuk menikahi Isna tanpa harus menunggu Wildan lulus kuliah,"

"Tapi Wil, lo yakin mau beneran nikah sebelum lulus? Terus kuliah lo nanti gimana?" Potong Aryan tiba-tiba.

Wildan sedikit kesal karena lagi-lagi Aryan ikut campur tentang masalah pribadinya. "Itu masalah gampang sih Yan, gue bisa kok lanjutin kuliah di Jakarta sambil urus perusahaan Papah," balas Wildan dengan sikap tenangnya. Tatapan lelaki itu kembali ke Malik. "Malam ini, Wildan mau melamar Isna, Om. Om itu udah Wildan anggap seperti pengganti Papah, makanya Wildan mau minta restu dari Om juga mumpung Om ada di sini,"

Isna sempat melirik kecil ke arah Malik yang jelas-jelas kebingungan membalas ucapan Wildan. Hingga akhirnya lelaki itu pun hanya tertawa hambar dan berucap, "wah, bagus kalau begitu. Apa yang memang terbaik buat kamu, Om pasti dukung, iyakan Aryan?"

Aryan malah melengos saat Malik menatapnya sementara Wildan dan Malik sudah sangat memahami hal itu.

Mendengar jawaban Malik, jujur saja Isna kecewa. Jika Malik saja belum berani untuk jujur tentang masalah hubungan mereka di hadapan Aryan, itu artinya Isna pun belum bisa mengungkapkan kebenaran itu malam ini. Meski dalam hati dia sangat ingin meneriakkan pada Wildan bahwa sesungguhnya lelaki berkemeja hitam yang kini hadir di tengah-tengah mereka itu adalah suaminya.

DUDA KHILAF (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang